Experiential learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang terjadi melalui refleksi mendalam dan pengolahan makna dari pengalaman langsung. Metode ini menekankan bahwa proses pembelajaran bersifat unik bagi setiap individu, memungkinkan terciptanya pemahaman yang personal dan kontekstual terhadap materi yang dipelajari.
[IKLAN DULU] Hubungi Hotline kami di +62 811-140-996 untuk program Outbound Training di Highland Camp.
Experiential Learning adalah…
Experiential Learning merupakan model pembelajaran holistik di mana individu belajar, tumbuh, dan berkembang melalui pengalaman. Konsep Experiential Learning menekankan pentingnya pengalaman dalam proses pembelajaran, membedakannya dari pendekatan pembelajaran lain seperti teori pembelajaran kognitif maupun behaviorisme (Kolb, 1984).
Menurut Nahwiyah (2012), Experiential Learning adalah metode pembelajaran yang melibatkan refleksi dan penciptaan makna dari pengalaman langsung. Fokus utama metode ini adalah pada proses pembelajaran yang unik bagi setiap individu, memberikan kesempatan untuk menghubungkan pengalaman dengan pemahaman yang lebih dalam.
David Allen Kolb, seorang pendidik asal Amerika, mendefinisikan pembelajaran sebagai proses di mana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan tersebut terbentuk melalui kombinasi pemahaman dan transformasi pengalaman yang dialami oleh individu (Kolb, 1984).
Teori Experiential Learning David Kolb
Tulisan berjudul Model Experiential Learning David Kolb disadur blog https://hariadimemed.blogspot.com/ penulis Hariadi Ahmad (November 27), 2017 dengan judul asli Model Experiential Learning David Kolb, https://www.wgu.edu/ dengan judul Experiential learning theory (June 8, 2020), dan Jurnal At-Thullab; Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017; Anggreni “Experential Learning (Pembelajaran Berbasis Mengalami)” p-ISSN: 2579-6259.
Experiential learning theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Model ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Dalam experiential learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori belajar lainnya. Istilah “experiential” di sini untuk membedakan antara teori belajar kognitif yang cenderung menekankan kognisi lebih daripada afektif. Dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb, 1999).
Salah satu aspek penting dalam sebuah pelatihan adalah pemilihan model pelatihan. Berdasarkan kajian yang dilakukan maka model pelatihan yang dianggap mampu meningkatkan kemampuan peserta pendidikan dalam mengelola emosi adalah model experiential learning. Alasan pemilihan model pembelajaran ini adalah karena experiential learning merupakan model pembelajaran yang holistik. Disebut holistik karena memperhatikan aspek-aspek yang dipandang penting dalam sebuah pembelajaran yaitu afektif, kognitif dan emosi.
Experiential learning mendefinisikan belajar sebagai proses bagaimana pengetahuan diciptakan melalui perubahan bentuk pengalaman. Pengetahuan diakibatkan oleh kombinasi pemahaman dan mentransformasikan pengalaman (Kolb, 1984). Experiential learning ini adalah proses belajar, proses perubahan yang menggunakan pengalaman sebagai media belajar atau pembelajaran. Experiential learning adalah pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi dan juga melalui suatu proses pembuatan makna dari pengalaman langsung. Experential learning berfokus pada proses belajar pada masing-masing individu. Experiential learning adalah suatu pendekatan yang dipusatkan pada siswa yang dimulai dengan landasan pemikiran bahwa orang-orang belajar yang terbaik itu adalah dari pengalaman.
Siklus empat langkah dalam experiential learning untuk proses belajar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) concrete experience (emotions), 2. reflective observation (watching), 3. abstract conceptualization (thinking) dan 4. active experimentation (doing). Adapun penjelasan singkat dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
- Concrete experience (emotions), adalah belajar dari pengalaman-pengalaman yang spesifik dan peka terhadap situasi.
- Reflective observation (watching), adalah mengamati sebelum membuat suatu keputusan dengan mengamati lingkungan dari persepektif-persefektif yang berbeda dan memandang berbagai hal untuk memperoleh suatu makna.
- Abstract conceptualization (thinking), adalah analisa logis dari gagasan-gagasan dan bertindak sesuai pemahaman pada suatu situasi
- Active experimentation (doing), adalah kemampuan untuk melaksanakan berbagai hal dengan orang-orang dan melakukan tindakan berdasarkan peristiwa, termasuk pengambilan resiko.
Adapun gambaran siklus empat langkah dalam experiential learning David Kolb (1984) bisa dilihat pada gambar berikut:
Gambar tersebut memperlihatkan proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang. Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Melalui proses refleksi, seseorang berusaha memahami apa yang terjadi atau yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar proses konseptualisasi atau proses pemahaman yang mendasari pengalaman yang dialami serta perkiraan kemungkinan pengaplikasiannya dalam situasi atau konteks yang lain (baru). Maksudnya adalah kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata dan kemudian direfleksikan dengan mengkaji pengalaman tersebut.
Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk pengertian-pengertian baru atau konsep-konsep abstrak. Pengertian dan konsep abstrak itu menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau prilaku-prilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi dikatagorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikatagorikan dalam proses penerapan (taking action).
David Kolb terkenal karena teori pembelajaran eksperiensial atau ELT. Kolb mempublikasikan model pembelajaran ini pada tahun 1984. tokoh-tokoh pendidik yamg mempengaruhi pemikiran David A Kold antara lain John Dewey, Kurt Lewin, dan Jean Piaget. Teori pembelajaran berdasarkan pengalaman A. Kolb memiliki empat tahapan, yaitu 1. pembelajaran konkret (concrete learning), 2. observasi reflektif (reflective observation), 3. konseptualisasi abstrak (abstract conceptualization), dan 4. eksperimen aktif (active experimentation).
Dua tahap pertama dari siklus ELT. Kolb melibatkan pemahaman terhadap pengalaman, dua tahap kedua berfokus pada transformasi pengalaman. Kolb berpendapat bahwa pembelajaran yang efektif dilihat saat pelajar menjalani siklus sehingga mereka dapat masuk ke dalam siklus tersebut kapan saja.
Experiential learning merupakan pendekatan yang dipusatkan pada siswa yang dimulai dengan landasan pemikiran bahwa orang-orang belajar terbaik itu dari pengalaman. Dan untuk pengalaman belajar yang akan benar-benar efektif, harus menggunakan seluruh roda belajar, dari pengaturan tujuan, melakukan observasi dan eksperimen, memeriksa ulang, dan perencanaan tindakan. Apabila proses ini telah dilalui memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan baru, sikap baru atau bahkan cara berpikir baru.
Kolb & Kolb (2005) membangun enam proposisi dalam experiential learning, yaitu: (1) pembelajaran yang terbaik dimaknai sebagai proses, bukan dalam istilah hasil; (2) semua pembelajaran adalah pembelajaran yang berulang; (3) pembelajaran menyediakan resolusi konflik mode yang berlawanan secara dialektis dari adaptasi pada dunia; (4) pembelajaran adalah proses holistik dari adaptasi pada dunia dan tidak hanya hasil dari kognisi; (5) pembelajaran menghasilkan transaksi yang sinergis antara individu dan lingkungan; dan (6) pembelajaran adalah proses mengkreasi pengetahuan.
Kolb (dalam Muhammad, 2015:128) mengemukakan bahwa model pembelajaran experiential adalah belajar sebagai proses mengkontruksi pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara berbuat dan berpikir. Jika seseorang berbuat aktif maka orang itu akan belajar jauh lebih baik. Hal ini disebabkan dalam proses belajar tersebut pembelajar secara aktif berpikir tentang apa yang dipelajari dan kemudian bagaimana menerapkan apa yang telah dipelajari dalam situasi nyata.
Menurut Association for Experiential Education (AEE), experiential learning merupakan falsafah dan metodologi dimana pendidik terlibat langsung dalam memotivasi peserta didik dan refleksi difokuskan untuk meningkatkan pengetahuan, mengembangkan keterampilan.
Yamazaki & Kayez (2004) menyatakan bahwa experiential learning menekankan totalitas proses pembelajaran manusia, dimana pengalaman membentuk fondasi untuk empat mode pembelajaran yaitu merasakan, merefleksikan, memikirkan, dan melakukan. Experiential learning atau pembelajaran berbasis pengalaman menekankan bahwa pengalaman memainkan peran sentral dalam proses pembelajaran.
Beard & Wilson (2006) mendefinisikan experiential learning sebagai proses pembuatan rasa dari keterlibatan aktivitas antara dunia dalam diri pembelajar dan dunia di luar lingkungan pembelajar. Jadi, antara pembelajar dan lingkungan terjadi interaksi yang dapat menimbulkan pembelajaran yang bermakna. Dalam hal ini, fasilitator membantu untuk membuat lingkungan pembelajaran yang dapat meningkatkan pengalaman pembelajaran.
Clark et al. (2010) berpendapat bahwa experiential learning merupakan metodologi pembelajaran yang tepat. Pembelajar mampu memperoleh nilai-nilai keterampilan. Nilai-nilai tersebut mempertemukan antara pengalaman ketika pelaksanaan pembelajaran dengan kesempatan yang signifikan bagi pembelajar untuk belajar di luar pelaksanaan pembelajaran tersebut. Experiential learning berdasarkan seperangkat asumsi tentang pembelajaran dari pengalaman.
Cohen Walker (1993) sebagai pengalaman yaitu fondasi dari stimulus untuk belajar. Pembelajar secara aktif mengkonstruk pengalaman mereka sendiri. Belajar adalah proses holistik, pembelajaran dikonstruk secara sosial dan kultural dan pembelajaran dipengaruhi oleh konteks sosial-emosional dimana pembelajaran terjadi. Pengalaman individu di dunia nyata akan dibawa ke dalam lingkungan pembelajaran, dan selalu memperhatikan antara diri individu dengan lingkungan fisik maupun sosial.
(Wahyuni, 2008) Experiential learning adalah suatu tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri .
Savicki (2008) mengemukakan bahwa model experiential learning memainkan peran penting dalam meningkatkan sensitivitas dan kompetensi interkultural. Pembelajar lebih kritis terhadap informasi yang diterima dan mampu untuk menyerap kompetensi yang berbeda dengan kompetensi yang sudah dimilikinya. Pada akhirnya, hal tersebut akan membawa pada proses pembelajaran yang positif dan sangat kuat.
Abdul (2015:93) mengemukakan bahwa model pembelajaran experiential adalah suatu model proses belajar belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman secara langsung. Pengalaman tersebut sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.
(Tarwiyah, 2009) mengemukakan bahwa belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara bebuat dan berpikir. Jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar, maka siswa itu akan belajar lebih baik. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar tersebut siswa secara aktif berpikir tentang apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkan hasil dari proses belajar dalam situasi nyata. Menurut Atherton (2008), bahwa dalam konteks belajar pembelajaran berbasis pengalaman dideskripsikan sebagai proses yang mana pengalaman siswa direfleksikan secara mendalam dan dari sini muncul pemahaman baru atau proses belajar.
Konsep Dasar Experiential Learning
Experiential learning – Konsep Experiential Learning adalah pendekatan pembelajaran yang menempatkan pengalaman langsung sebagai pusat dari proses pembelajaran. Konsep ini berfokus pada pembelajaran melalui pengalaman nyata, di mana peserta didik memiliki kesempatan untuk terlibat dalam situasi yang mirip dengan situasi di dunia nyata dan belajar melalui refleksi atas pengalaman tersebut.
Experiential Learning didasarkan pada teori belajar yang menyatakan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman langsung akan lebih tahan lama dan mudah diingat dibandingkan dengan hanya mendengarkan atau membaca informasi. Melalui pengalaman langsung, peserta didik dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep atau keterampilan yang sedang dipelajari, serta meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan lainnya yang penting dalam kehidupan dan pekerjaan mereka.
Konsep Experiential Learning melibatkan empat tahapan, yaitu pengalaman langsung, refleksi, abstraksi, dan percobaan. Tahapan pengalaman langsung melibatkan kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan peserta didik mengalami situasi nyata dan mendapatkan pengalaman langsung. Setelah mengalami pengalaman tersebut, peserta didik akan merefleksikan pengalaman tersebut dan mempertimbangkan implikasi dan konsekuensi dari pengalaman tersebut. Kemudian, peserta didik akan mengabstraksi pengetahuan dan keterampilan yang mereka pelajari melalui pengalaman tersebut dan mencoba menerapkannya dalam situasi baru.
Konsep Experiential Learning dapat diterapkan dalam berbagai bidang pembelajaran, termasuk pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan, pendidikan formal, dan pembelajaran sepanjang hayat. Dalam pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan, Experiential Learning dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan mereka, serta meningkatkan keterampilan sosial dan kemampuan dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan kerja.
1. Tahap pengalaman nyata
Experiential learning – Pengalaman konkret adalah tahap pertama dalam proses Experiential Learning yang melibatkan pengalaman langsung dan nyata. Pada tahap ini, peserta didik terlibat dalam situasi yang memerlukan interaksi, tindakan, dan pengamatan langsung. Pengalaman konkret dapat berupa kegiatan lapangan, simulasi, atau pengalaman langsung dalam situasi nyata.
Tujuan dari pengalaman konkret adalah untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami pembelajaran langsung dan praktis. Dalam situasi pengalaman konkret, peserta didik dapat memperoleh pengalaman yang tidak dapat diperoleh melalui pembelajaran teori atau pengamatan dari luar. Mereka dapat merasakan pengalaman yang sebenarnya dan mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang situasi yang mereka hadapi.
Pengalaman konkret juga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh keterampilan dan pemahaman praktis yang diperlukan dalam kehidupan dan karir mereka. Dengan terlibat dalam situasi nyata, mereka dapat belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain, mengatasi masalah, dan membuat keputusan yang tepat. Selain itu, pengalaman konkret dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional seperti kerjasama, komunikasi, dan kepemimpinan.
Dalam konteks Experiential Learning, pengalaman konkret merupakan tahap awal yang penting dalam membantu peserta didik mengalami pembelajaran yang holistik dan mendalam. Setelah tahap ini, peserta didik dapat melanjutkan ke tahap refleksi, pengembangan konsep-konsep umum, dan aplikasi untuk memperdalam pemahaman mereka dan mengembangkan keterampilan yang lebih luas.
2. Tahap Refleksi
Experiential learning – Refleksi adalah tahap kedua dalam proses Experiential Learning, yang melibatkan peserta didik dalam merenungkan kembali pengalaman konkret yang telah mereka alami. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk mempertimbangkan kembali pengalaman yang telah mereka alami, mengevaluasi apa yang telah mereka pelajari, dan mengidentifikasi bagaimana pengalaman tersebut dapat membantu mereka dalam konteks yang lebih luas. Tujuan dari tahap refleksi adalah untuk membantu peserta didik memperdalam pemahaman mereka tentang pengalaman yang mereka alami. Dengan merenungkan kembali pengalaman konkret, peserta didik dapat mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang diri mereka sendiri, belajar dari kesalahan yang telah mereka buat, dan memperoleh keterampilan dan pemahaman yang lebih luas.
Dalam konteks Experiential Learning, refleksi juga merupakan tahap yang penting dalam membantu peserta didik menghubungkan pengalaman konkret yang mereka alami dengan konsep-konsep umum yang terkait. Dalam melakukan refleksi, peserta didik dapat mengidentifikasi konsep-konsep yang terkait dengan pengalaman mereka, mempertimbangkan cara menghubungkan pengalaman konkret tersebut dengan konsep-konsep tersebut, dan memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana konsep-konsep tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan dan karir mereka.
Dalam melakukan refleksi, peserta didik dapat menggunakan berbagai teknik, seperti jurnal refleksi, diskusi kelompok, atau sesi konseling individual. Dengan melakukan refleksi secara teratur dan sistematis, peserta didik dapat memperdalam pemahaman mereka tentang diri mereka sendiri, belajar dari pengalaman mereka, dan mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang lebih luas.
3. Tahap Konseptualisasi
Experiential learning – Konseptualisasi adalah tahap ketiga dalam proses Experiential Learning, yang melibatkan peserta didik dalam menggabungkan pengalaman konkret dan refleksi mereka menjadi konsep-konsep yang lebih luas. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk mengidentifikasi pola dan tema yang muncul dari pengalaman konkret dan refleksi mereka, dan kemudian menghubungkannya dengan konsep-konsep yang relevan dalam bidang studi atau pekerjaan mereka.
Tujuan dari tahap konseptualisasi adalah untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang konsep-konsep yang terkait dengan pengalaman konkret mereka, dan untuk membantu mereka mengembangkan keterampilan untuk menghubungkan pengalaman konkret mereka dengan konsep-konsep tersebut. Dalam melakukan konseptualisasi, peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana konsep-konsep yang terkait dengan pengalaman konkret mereka dapat diterapkan dalam kehidupan dan karir mereka.
Dalam konteks Experiential Learning, konseptualisasi juga merupakan tahap yang penting dalam membantu peserta didik mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang bidang studi atau pekerjaan mereka. Dengan menghubungkan pengalaman konkret mereka dengan konsep-konsep yang relevan dalam bidang studi atau pekerjaan mereka, peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang cara kerja bidang tersebut, dan mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang lebih luas.
Dalam melakukan konseptualisasi, peserta didik dapat menggunakan berbagai teknik, seperti diskusi kelompok, presentasi, atau penulisan esai. Dengan melakukan konseptualisasi secara teratur dan sistematis, peserta didik dapat memperdalam pemahaman mereka tentang konsep-konsep yang terkait dengan pengalaman konkret mereka, dan mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang lebih luas tentang bidang studi atau pekerjaan mereka.
4. Tahap Implementasi
Experiential learning – Implementasi adalah tahap terakhir dalam proses Experiential Learning, di mana peserta didik menerapkan pemahaman dan konsep-konsep yang mereka pelajari dari pengalaman konkret dan refleksi mereka ke dalam kehidupan dan karir mereka. Pada tahap ini, peserta didik memiliki kesempatan untuk mencoba berbagai strategi dan tindakan baru yang didasarkan pada pemahaman dan konsep-konsep yang mereka pelajari dari pengalaman konkret mereka.
Tujuan dari tahap implementasi adalah untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri yang lebih besar dalam menghadapi tantangan dan masalah yang dihadapi dalam kehidupan dan karir mereka. Dengan menerapkan pemahaman dan konsep-konsep yang mereka pelajari dari pengalaman konkret mereka, peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang cara kerja bidang studi atau pekerjaan mereka, dan mengembangkan keterampilan yang lebih efektif dalam menangani situasi yang berbeda.
Dalam konteks Experiential Learning, implementasi juga merupakan tahap yang penting dalam membantu peserta didik mengembangkan kemampuan untuk menerapkan konsep-konsep dan strategi baru dalam kehidupan dan karir mereka. Dengan melakukan tindakan yang didasarkan pada pemahaman dan konsep-konsep yang mereka pelajari dari pengalaman konkret dan refleksi mereka, peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana konsep-konsep tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan dan karir mereka, dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang lebih luas.
Dalam melakukan implementasi, peserta didik dapat mengikuti berbagai langkah dan strategi yang didasarkan pada pemahaman dan konsep-konsep yang mereka pelajari dari pengalaman konkret dan refleksi mereka. Dengan melakukan implementasi secara teratur dan sistematis, peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana konsep-konsep tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan dan karir mereka, dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang lebih luas dalam menghadapi tantangan dan masalah yang dihadapi dalam kehidupan dan karir mereka.
Pentingnya Experiential Learning
Experiential learning – Experiential Learning atau pembelajaran pengalaman merupakan salah satu metode pembelajaran yang kini semakin populer dalam dunia pendidikan, terutama pada pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan. Metode ini menawarkan pengalaman langsung dalam belajar melalui berbagai jenis kegiatan, seperti simulasi, role playing, game, dan project-based learning. Sebagai seorang ahli dalam bidang pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan dengan metode experiential learning, artikel ini akan membahas mengenai pentingnya experiential learning dalam pembelajaran.
Pertama-tama, experiential learning dianggap penting karena efektivitasnya dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta didik. Dalam pembelajaran konvensional, peserta didik sering kali hanya diberikan penjelasan teori atau konsep tanpa dihadapkan pada situasi yang sesungguhnya. Hal ini membuat mereka sulit memahami bagaimana konsep atau teori tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Dengan experiential learning, peserta didik dapat langsung terlibat dalam situasi yang menantang dan mengharuskan mereka untuk menerapkan konsep atau teori yang telah dipelajari. Hal ini membuat peserta didik lebih mudah memahami bagaimana konsep atau teori tersebut dapat diterapkan dalam situasi yang sebenarnya.
Selain efektivitasnya dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan, experiential learning juga dapat membantu peserta didik dalam membangun kemampuan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Dalam kegiatan experiential learning, peserta didik sering kali dihadapkan pada situasi yang membutuhkan mereka untuk mengambil keputusan atau memecahkan masalah dengan cepat dan tepat. Hal ini membantu peserta didik dalam mengasah kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta meningkatkan kemampuan mereka dalam mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang kompleks.
Selain itu, experiential learning juga dapat membantu peserta didik dalam membangun keterampilan sosial dan interpersonal. Dalam kegiatan experiential learning, peserta didik sering kali dihadapkan pada situasi yang membutuhkan mereka untuk bekerja sama dengan orang lain dalam sebuah tim atau dalam berbagai peran yang berbeda. Hal ini membantu peserta didik dalam memahami bagaimana bekerja sama dengan orang lain dengan cara yang efektif dan membangun keterampilan sosial dan interpersonal yang kuat.
Di samping itu, experiential learning juga dapat membantu peserta didik dalam membangun rasa percaya diri dan kepemimpinan. Dalam kegiatan experiential learning, peserta didik sering kali dihadapkan pada situasi yang membutuhkan mereka untuk memimpin sebuah tim atau menjadi pusat perhatian dalam sebuah peran. Hal ini membantu peserta didik dalam membangun rasa percaya diri dan kemampuan kepemimpinan yang kuat.
Dalam pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan, experiential learning juga dapat membantu peserta didik dalam mempersiapkan diri untuk tantangan yang akan dihadapi dalam pekerjaan. Dengan pengalaman langsung dalam situasi yang menantang, peserta didik dapat memahami situasi yang sebenarnya dan siap menghadapi tantangan yang serupa dalam pekerjaan. Hal ini juga dapat membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan adaptasi dan fleksibilitas, yang sangat penting dalam lingkungan kerja yang selalu berubah.
Keuntungan Experiential Learning
Experiential learning – Salah satu keuntungan utama dari Experiential Learning adalah efektivitas pembelajarannya. Metode ini telah terbukti lebih efektif dalam memperdalam pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari.
Dalam Experiential Learning, peserta didik tidak hanya mendengarkan kuliah atau membaca teks buku, tetapi juga melakukan aktivitas dan mengalami langsung materi yang dipelajari. Hal ini membantu peserta didik untuk lebih memahami konsep dan teori dengan cara yang lebih menyeluruh, karena mereka dapat melihat hubungan antara teori dan aplikasinya dalam kehidupan nyata.
Selain itu, Experiential Learning juga membantu peserta didik untuk lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran, karena mereka diharuskan untuk melakukan tugas dan aktivitas yang menantang. Dalam situasi seperti ini, peserta didik dapat memperoleh pengalaman belajar yang lebih memuaskan dan menarik, yang pada akhirnya akan membantu mereka mempertahankan informasi yang dipelajari dengan lebih baik.
Efektivitas Experiential Learning juga dapat dilihat dari hasil yang dicapai oleh peserta didik. Banyak studi yang menunjukkan bahwa peserta didik yang belajar dengan metode Experiential Learning cenderung mencapai hasil yang lebih baik dalam ujian dan penilaian lainnya. Dengan cara ini, Experiential Learning dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil akhir yang dicapai oleh peserta didik.
Keuntungan lain nya adalah kemampuan peserta didik dalam menerapkan konsep dan teori yang dipelajari dalam situasi nyata. Dalam metode ini, peserta didik diberikan kesempatan untuk mengalami dan mempraktikkan langsung materi yang dipelajari, sehingga mereka dapat memahami dengan lebih baik bagaimana teori dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam situasi nyata, peserta didik dapat mengalami tantangan yang sebenarnya dan belajar untuk menemukan solusi yang efektif untuk menghadapi masalah tersebut. Dengan cara ini, mereka dapat mengasah kemampuan problem-solving dan kreativitas, serta meningkatkan rasa percaya diri dalam menerapkan konsep dan teori yang telah dipelajari.
Hal ini tentunya sangat penting dalam mempersiapkan peserta didik untuk dunia kerja, di mana mereka harus mampu mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dalam situasi kerja yang sebenarnya. Dengan Experiential Learning, peserta didik dapat memperoleh pengalaman nyata yang dapat membantu mereka mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses di tempat kerja.
Implementasi Experiential Learning
Experiential learning – Implementasi experiential learning dalam pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan dapat memiliki beberapa tantangan yang perlu diatasi. Beberapa tantangan tersebut antara lain:
- Keterbatasan waktu dan sumber daya untuk mengorganisir kegiatan experiential learning yang efektif.
- Biaya yang cukup besar tergantung pada jenis kegiatan dan fasilitas yang dibutuhkan.
- Keterampilan khusus dan pengalaman dalam bidang pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan diperlukan dalam pengorganisasian dan evaluasi kegiatan experiential learning.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan beberapa strategi, antara lain:
- Perencanaan yang matang dan strategis dalam mengorganisir kegiatan experiential learning agar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan mengoptimalkan penggunaan waktu dan sumber daya.
- Pemilihan jenis kegiatan experiential learning yang sesuai dengan anggaran yang tersedia dan tetap dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi peserta didik.
- Pelatihan dan pengembangan keterampilan dan pengalaman bagi para fasilitator dan instruktur dalam mengorganisir dan mengevaluasi kegiatan experiential learning.
- Memanfaatkan teknologi dan inovasi dalam pelaksanaan kegiatan experiential learning, seperti simulasi atau game-based learning, untuk mengurangi biaya dan memaksimalkan waktu dan sumber daya yang tersedia.
- Melakukan evaluasi yang teliti dan menyeluruh terhadap hasil dari kegiatan experiential learning untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai dan untuk meningkatkan kualitas kegiatan di masa depan.
Dengan menerapkan strategi-strategi tersebut, pelaksanaan experiential learning dalam pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien, sehingga manfaat yang didapat oleh peserta didik dapat maksimal.
Ragam Aktivitas Experiential Learning
Experiential Learning – Ragam kegiatan Experiential Learning mencakup berbagai macam aktivitas yang dilakukan untuk memberikan pengalaman langsung bagi peserta didik. Berikut adalah beberapa jenis kegiatan Experiential Learning yang umum dilakukan:
Outbound training
Experiential Learning – Outbound training merupakan salah satu jenis kegiatan experiential learning yang dilakukan di luar ruangan dan memiliki tujuan untuk meningkatkan keterampilan interpersonal, kepemimpinan, serta kerjasama tim. Kegiatan outbound training biasanya dilakukan dengan menghadirkan tantangan fisik dan mental seperti trekking, rafting, tali tarik, hingga permainan-permainan yang menuntut kerja sama dan kreativitas dalam menyelesaikan misi.
Peserta outbound training akan dibagi menjadi beberapa tim yang kemudian diberikan tugas untuk menyelesaikan misi tertentu. Dalam menyelesaikan misi tersebut, peserta dituntut untuk bekerja sama dan memecahkan masalah secara kreatif sehingga terjadi peningkatan keterampilan interpersonal dan kepemimpinan. Selain itu, outbound training juga dapat meningkatkan rasa percaya diri, keberanian, serta kemampuan beradaptasi peserta dalam menghadapi situasi yang tidak terduga.
Beberapa kegiatan outbound training yang umum dilakukan adalah ice breaking, trust building, problem solving, communication, hingga leadership training. Dalam pelaksanaannya, outbound training biasanya dipandu oleh instruktur yang sudah berpengalaman dan memiliki pengetahuan yang cukup dalam kegiatan tersebut.
Simulasi
Experiential Learning – Simulasi adalah salah satu jenis kegiatan Experiential Learning yang sering digunakan dalam pendidikan dan pelatihan. Simulasi adalah pengalaman yang dibuat untuk meniru situasi nyata dan memungkinkan peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif dalam situasi tersebut. Simulasi dapat berupa permainan peran atau situasi yang ditujukan untuk memperagakan situasi atau proses tertentu, atau menggambarkan konsep atau teori tertentu.
Simulasi dapat dilakukan secara individu atau dalam kelompok, dan biasanya melibatkan interaksi antara peserta didik dengan instruktur atau sesama peserta. Simulasi dapat disesuaikan dengan berbagai topik atau subjek, seperti simulasi bisnis, simulasi situasi darurat, atau simulasi penelitian.
Keuntungan dari penggunaan simulasi dalam Experiential Learning adalah peserta didik dapat merasakan langsung bagaimana konsep atau teori yang dipelajari diterapkan dalam situasi nyata. Peserta didik juga dapat belajar dari kesalahan mereka sendiri dan pengalaman kolektif dalam situasi yang aman dan terkendali. Hal ini dapat membantu meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan kesiapan peserta didik dalam menghadapi situasi nyata di masa depan.
Role playing
Experiential Learning – Role playing atau bermain peran merupakan jenis kegiatan experiential learning yang memungkinkan peserta didik untuk berperan sebagai karakter tertentu dalam sebuah situasi yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat merefleksikan keadaan nyata.
Dalam kegiatan role playing, peserta didik dihadapkan pada situasi tertentu, seperti pertemuan dengan pelanggan atau klien yang tidak puas, negosiasi dengan pihak lain, atau situasi konflik lainnya. Peserta didik diminta untuk mengambil peran dari karakter tertentu, baik itu sebagai pelanggan, karyawan, manajer, atau pihak lain yang terlibat dalam situasi tersebut.
Tujuan dari kegiatan role playing adalah untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi, bernegosiasi, dan menyelesaikan masalah dengan cara yang efektif. Selain itu, kegiatan ini juga membantu peserta didik untuk memahami perspektif orang lain dan melatih empati.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan role playing dapat dilakukan secara individu atau dalam kelompok. Peserta didik dapat diberikan waktu untuk mempersiapkan peran mereka sebelum melakukan simulasi, dan setelahnya dilakukan refleksi dan evaluasi bersama untuk mengevaluasi hasil dari kegiatan tersebut.
Game
Experiential Learning – Game dalam Experiential Learning adalah sebuah metode pembelajaran yang menggunakan permainan atau game sebagai alat untuk memberikan pengalaman belajar yang konkret dan mendalam. Dalam metode ini, peserta didik akan berpartisipasi dalam permainan atau game yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna terkait dengan topik atau konsep yang sedang dipelajari.
Penggunaan game dalam Experiential Learning dapat membantu peserta didik dalam memahami konsep-konsep yang abstrak dan sulit dipahami dengan cara konvensional. Selain itu, game juga dapat memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan memotivasi peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran.
Beberapa contoh game yang sering digunakan dalam Experiential Learning antara lain permainan peran (role-playing), simulasi, permainan tim (team-building games), dan permainan simulasi bisnis (business simulation games). Dalam memilih game yang tepat, penting untuk mempertimbangkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan karakteristik peserta didik yang akan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Project-based learning
Experiential Learning – Project-based learning adalah jenis kegiatan Experiential Learning yang memungkinkan peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka peroleh ke dalam suatu proyek atau tugas yang realistis dan kontekstual. Dalam Project-based learning, peserta didik akan diberikan tantangan untuk menyelesaikan masalah atau mencapai tujuan tertentu dengan cara mengidentifikasi masalah, merencanakan solusi, dan mengimplementasikannya secara mandiri atau dalam kelompok.
Keuntungan dari Project-based learning adalah meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi masalah, bekerja dalam kelompok, mengambil keputusan, dan menyelesaikan masalah secara mandiri. Dalam Project-based learning, peserta didik juga akan belajar untuk memanfaatkan teknologi dan sumber daya yang tersedia untuk menyelesaikan proyek atau tugas yang diberikan. Selain itu, Project-based learning juga dapat meningkatkan keterampilan presentasi dan komunikasi peserta didik dalam menyajikan hasil proyek atau tugas yang telah mereka selesaikan.
Tokoh-Tokoh Experiential Learning
Terdapat beberapa tokoh penting dalam pengembangan konsep Experiential Learning, yang mengartikan pembelajaran melalui pengalaman langsung dan interaksi dengan lingkungan sekitar. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai beberapa tokoh tersebut:
- David Kolb: David Kolb adalah seorang psikolog dan ahli pendidikan Amerika yang dikenal atas kontribusinya dalam mengembangkan model belajar berbasis pengalaman. Modelnya, yang dikenal sebagai “Kolb’s Experiential Learning Cycle”, menggambarkan empat tahap utama dalam proses belajar: pengalaman konkret, refleksi, konseptualisasi, dan eksperimen. Kolb juga mengidentifikasi empat gaya belajar yang berbeda: belajar melalui pemikiran abstrak, observasi, refleksi, dan penerapan.
- Carl Rogers: Carl Rogers adalah seorang psikolog dan tokoh terkenal dalam bidang psikoterapi. Ia juga memiliki kontribusi penting dalam pengembangan pendekatan Experiential Learning. Rogers menekankan pentingnya keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran dan mengembangkan pendekatan pendidikan yang fokus pada kebebasan belajar dan pengalaman langsung. Pendekatan ini dikenal sebagai “pendidikan berpusat pada siswa” atau “pendidikan berpusat pada klien”.
- Kurt Lewin: Kurt Lewin adalah seorang psikolog sosial dan ahli manajemen yang berasal dari Jerman. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri Experiential Learning dan memperkenalkan konsep “learning by doing” (belajar melalui tindakan). Lewin juga mengembangkan teori perubahan perilaku yang melibatkan tiga tahap: unfreezing (pembekuan), moving (perpindahan), dan refreezing (penyekuan kembali). Ia juga mengembangkan metode laboratorium tindakan, yang melibatkan partisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
- Jean Piaget: Jean Piaget adalah seorang psikolog asal Swiss yang terkenal dengan kontribusinya dalam bidang perkembangan kognitif anak-anak. Ia juga memiliki pengaruh pada konsep Experiential Learning melalui pandangannya bahwa anak-anak belajar melalui pengalaman langsung dan interaksi dengan lingkungan sekitar. Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang melibatkan tahap-tahap perkembangan yang berbeda, di mana pengalaman langsung memiliki peran kunci dalam perkembangan pemahaman anak.
- Lev Vygotsky: Lev Vygotsky adalah seorang psikolog dan filsuf Rusia yang memberikan kontribusi besar pada pemahaman tentang hubungan antara kognitif dan sosial dalam proses belajar. Ia mengembangkan konsep zona perkembangan proximal (ZPD), yang menyoroti peran bimbingan dari individu yang lebih berpengalaman dalam meningkatkan kemampuan kognitif individu. Vygotsky juga menekankan pentingnya bahasa dalam belajar dan berpikir.
- Paulo Freire: Paulo Freire adalah seorang pendidik asal Brasil yang dikenal karena kontribusinya dalam pendidikan kritis dan pembebasan. Ia mengembangkan pendekatan pendidikan yang berpusat pada pengalaman dan partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran. Konsep Experiential Learning menjadi penting dalam pandangannya tentang pendidikan kritis, di mana siswa diberdayakan melalui pemahaman sosial dan politik serta tindakan transformasi.
Kesimpulan dan FAQ Experiential Learning
Experiential Learning merupakan metode pembelajaran yang mengintegrasikan peserta didik dalam pengalaman belajar konkret dan praktis. Pendekatan ini telah banyak diadopsi dalam pendidikan tinggi dan diakui sebagai salah satu metode yang paling efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Berbagai studi dari kalangan akademisi dan peneliti di institusi pendidikan tinggi mendukung efektivitas Experiential Learning dalam memperdalam pemahaman peserta didik terhadap konsep-konsep dan teori-teori yang dipelajari. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Pennsylvania mengungkapkan bahwa peserta didik yang menggunakan metode ini memiliki pemahaman yang lebih mendalam dan mampu mengaplikasikan konsep yang mereka pelajari dalam konteks kehidupan nyata secara lebih baik.
Selain itu, Experiential Learning juga terbukti dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebuah studi dari Universitas Columbia mencatat bahwa peserta didik yang terlibat dalam program Experiential Learning melaporkan tingkat motivasi dan keterlibatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional.
Namun, penerapan Experiential Learning bukan tanpa tantangan. Para pendidik harus secara cermat merancang aktivitas dan pengalaman yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Di samping itu, pengajar juga harus memastikan adanya proses refleksi dan konseptualisasi agar peserta didik dapat mengintegrasikan pengalaman yang diperoleh dengan pemahaman konsep dan teori yang lebih luas.
FAQ
A : Experiential learning adalah metode pembelajaran yang melibatkan pengalaman langsung dalam pembelajaran, di mana peserta didik aktif terlibat dalam pengalaman belajar yang nyata.
A : Experiential learning berbeda dari metode pembelajaran lainnya seperti pembelajaran melalui ceramah atau bacaan karena melibatkan pengalaman langsung yang memungkinkan peserta didik untuk menerapkan konsep dan teori langsung ke dalam kehidupan nyata.
A : Keuntungan dari experiential learning adalah bahwa ini adalah metode pembelajaran yang sangat efektif. Peserta didik dapat memahami konsep dan teori dengan lebih baik karena mereka menerapkannya langsung ke dalam pengalaman belajar.
A : Kegiatan yang termasuk dalam experiential learning meliputi outbound training, simulasi, role playing, game, dan project-based learning.
A : Keberhasilan experiential learning dapat diukur dengan melihat kemampuan peserta didik untuk menerapkan konsep dan teori yang mereka pelajari ke dalam kehidupan nyata, serta peningkatan kinerja mereka dalam tugas-tugas yang terkait dengan topik pembelajaran.
A : Experiential learning cocok untuk siapa saja yang ingin meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka, terutama dalam konteks pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan.
A : Contoh kegiatan experiential learning dalam pelatihan sumber daya manusia termasuk simulasi wawancara kerja, role playing untuk menyelesaikan masalah, game untuk meningkatkan kerjasama tim, dan outbound training untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan.
A: Hubungi Hotline kami di +62 811-140-996 untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai program Outbound Training di Highland Camp, yang dirancang khusus untuk meningkatkan keterampilan tim dan pengembangan diri melalui pendekatan Experiential Learning.