Experiential learning https://highlandexperience.co.id/category/experiential-learning Experience is Learning Fri, 25 Oct 2024 01:41:46 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.7.1 https://highlandexperience.co.id/wp-content/uploads/2020/03/cropped-hexs-indonesia_logo-32x32.png Experiential learning https://highlandexperience.co.id/category/experiential-learning 32 32 Experiential learning Menurut Para Ahli https://highlandexperience.co.id/pengertian-experiential-learning Thu, 24 Oct 2024 09:49:37 +0000 https://highlandexperience.co.id/?p=857 Experiential learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang terjadi melalui refleksi mendalam dan pengolahan makna dari pengalaman langsung. Metode ini menekankan bahwa proses pembelajaran bersifat unik bagi setiap individu, memungkinkan terciptanya pemahaman yang personal dan kontekstual terhadap materi yang dipelajari. [IKLAN DULU] Hubungi Hotline kami di +62 811-140-996 untuk program Outbound Training di Highland Camp. Experiential [...]

The post Experiential learning Menurut Para Ahli appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Experiential learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang terjadi melalui refleksi mendalam dan pengolahan makna dari pengalaman langsung. Metode ini menekankan bahwa proses pembelajaran bersifat unik bagi setiap individu, memungkinkan terciptanya pemahaman yang personal dan kontekstual terhadap materi yang dipelajari.

[IKLAN DULU] Hubungi Hotline kami di +62 811-140-996 untuk program Outbound Training di Highland Camp.


H O T L I N E +62 811-1200-996

RESERVASI


Experiential Learning adalah…

Experiential Learning merupakan model pembelajaran holistik di mana individu belajar, tumbuh, dan berkembang melalui pengalaman. Konsep Experiential Learning menekankan pentingnya pengalaman dalam proses pembelajaran, membedakannya dari pendekatan pembelajaran lain seperti teori pembelajaran kognitif maupun behaviorisme (Kolb, 1984).

Menurut Nahwiyah (2012), Experiential Learning adalah metode pembelajaran yang melibatkan refleksi dan penciptaan makna dari pengalaman langsung. Fokus utama metode ini adalah pada proses pembelajaran yang unik bagi setiap individu, memberikan kesempatan untuk menghubungkan pengalaman dengan pemahaman yang lebih dalam.

David Allen Kolb, seorang pendidik asal Amerika, mendefinisikan pembelajaran sebagai proses di mana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Pengetahuan tersebut terbentuk melalui kombinasi pemahaman dan transformasi pengalaman yang dialami oleh individu (Kolb, 1984).

Teori Experiential Learning David Kolb

Tulisan berjudul Model Experiential Learning David Kolb disadur blog https://hariadimemed.blogspot.com/ penulis Hariadi Ahmad (November 27), 2017 dengan judul asli Model Experiential Learning David Kolb,  https://www.wgu.edu/ dengan judul Experiential learning theory (June 8, 2020), dan Jurnal At-Thullab; Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017; Anggreni  “Experential Learning (Pembelajaran Berbasis Mengalami)” p-ISSN: 2579-6259.

Experiential learning theory (ELT), yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning, dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Model ini menekankan pada sebuah model pembelajaran yang holistik dalam proses belajar. Dalam experiential learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori belajar lainnya. Istilah “experiential” di sini untuk membedakan antara teori belajar kognitif yang cenderung menekankan kognisi lebih daripada afektif. Dan teori belajar behavior yang menghilangkan peran pengalaman subjektif dalam proses belajar (Kolb, 1999). 


Salah satu aspek penting dalam sebuah pelatihan adalah pemilihan model pelatihan. Berdasarkan kajian yang dilakukan maka model pelatihan yang dianggap mampu meningkatkan kemampuan peserta pendidikan dalam mengelola emosi adalah model experiential learning. Alasan pemilihan model pembelajaran ini adalah karena experiential learning merupakan model pembelajaran yang holistik. Disebut holistik karena memperhatikan aspek-aspek yang dipandang penting dalam sebuah pembelajaran yaitu afektif, kognitif dan emosi.

Experiential learning mendefinisikan belajar sebagai proses bagaimana pengetahuan diciptakan melalui perubahan bentuk pengalaman. Pengetahuan diakibatkan oleh kombinasi pemahaman dan mentransformasikan pengalaman (Kolb, 1984). Experiential learning ini adalah proses belajar, proses perubahan yang menggunakan pengalaman sebagai media belajar atau pembelajaran. Experiential learning adalah pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi dan juga melalui suatu proses pembuatan makna dari pengalaman langsung. Experential learning berfokus pada proses belajar pada masing-masing individu. Experiential learning adalah suatu pendekatan yang dipusatkan pada siswa yang dimulai dengan landasan pemikiran bahwa orang-orang belajar yang terbaik itu adalah dari pengalaman.

Siklus empat langkah dalam experiential learning untuk proses belajar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) concrete experience (emotions), 2. reflective observation (watching), 3. abstract conceptualization (thinking) dan 4. active experimentation (doing). Adapun penjelasan singkat dari langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

  • Concrete experience (emotions), adalah belajar dari pengalaman-pengalaman yang spesifik dan peka terhadap situasi.
  • Reflective observation (watching), adalah mengamati sebelum membuat suatu keputusan dengan mengamati lingkungan dari persepektif-persefektif yang berbeda dan memandang berbagai hal untuk memperoleh suatu makna.
  • Abstract conceptualization (thinking), adalah analisa logis dari gagasan-gagasan dan bertindak sesuai pemahaman pada suatu situasi
  • Active experimentation (doing), adalah kemampuan untuk melaksanakan berbagai hal dengan orang-orang dan melakukan tindakan berdasarkan peristiwa, termasuk pengambilan resiko.
  1.  

Adapun gambaran siklus empat langkah dalam experiential learning David Kolb (1984) bisa dilihat pada gambar berikut:

Experiential Learning
Gambar: Siklus empat langkah dalam experiential learning David Kolb

Gambar tersebut memperlihatkan proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang. Pengalaman tersebut kemudian direfleksikan secara individu. Melalui proses refleksi, seseorang berusaha memahami apa yang terjadi atau yang dialaminya. Refleksi ini menjadi dasar proses konseptualisasi atau proses pemahaman yang mendasari pengalaman yang dialami serta perkiraan kemungkinan pengaplikasiannya dalam situasi atau konteks yang lain (baru). Maksudnya adalah kemungkinan belajar melalui pengalaman-pengalaman nyata dan kemudian direfleksikan dengan mengkaji pengalaman tersebut.

Pengalaman yang telah direfleksikan kemudian diatur kembali sehingga membentuk pengertian-pengertian baru atau konsep-konsep abstrak. Pengertian dan konsep abstrak itu menjadi petunjuk bagi terciptanya pengalaman atau prilaku-prilaku baru. Proses pengalaman dan refleksi dikatagorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikatagorikan dalam proses penerapan (taking action).

David Kolb terkenal karena teori pembelajaran eksperiensial atau ELT. Kolb mempublikasikan model pembelajaran ini pada tahun 1984. tokoh-tokoh pendidik yamg mempengaruhi pemikiran David A Kold antara lain John Dewey, Kurt Lewin, dan Jean Piaget. Teori pembelajaran berdasarkan pengalaman A. Kolb memiliki empat tahapan, yaitu 1. pembelajaran konkret (concrete learning), 2. observasi reflektif (reflective observation), 3. konseptualisasi abstrak (abstract conceptualization), dan 4. eksperimen aktif (active experimentation).

Dua tahap pertama dari siklus ELT. Kolb melibatkan pemahaman terhadap pengalaman, dua tahap kedua berfokus pada transformasi pengalaman. Kolb berpendapat bahwa pembelajaran yang efektif dilihat saat pelajar menjalani siklus sehingga mereka dapat masuk ke dalam siklus tersebut kapan saja.

Experiential Learning menurut para ahli

Experiential learning merupakan pendekatan yang dipusatkan pada siswa yang dimulai dengan landasan pemikiran bahwa orang-orang belajar terbaik itu dari pengalaman. Dan untuk pengalaman belajar yang akan benar-benar efektif, harus menggunakan seluruh roda belajar, dari pengaturan tujuan, melakukan observasi dan eksperimen, memeriksa ulang, dan perencanaan tindakan. Apabila proses ini telah dilalui memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan baru, sikap baru atau bahkan cara berpikir baru.

Kolb & Kolb (2005) membangun enam proposisi dalam experiential learning, yaitu: (1) pembelajaran yang terbaik dimaknai sebagai proses, bukan dalam istilah hasil; (2) semua pembelajaran adalah pembelajaran yang berulang; (3) pembelajaran menyediakan resolusi konflik mode yang berlawanan secara dialektis dari adaptasi pada dunia; (4) pembelajaran adalah proses holistik dari adaptasi pada dunia dan tidak hanya hasil dari kognisi; (5) pembelajaran menghasilkan transaksi yang sinergis antara individu dan lingkungan; dan (6) pembelajaran adalah proses mengkreasi pengetahuan.

Kolb (dalam Muhammad, 2015:128) mengemukakan bahwa model pembelajaran experiential adalah belajar sebagai proses mengkontruksi pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara berbuat dan berpikir. Jika seseorang berbuat aktif maka orang itu akan belajar jauh lebih baik. Hal ini disebabkan dalam proses belajar tersebut pembelajar secara aktif berpikir tentang apa yang dipelajari dan kemudian bagaimana menerapkan apa yang telah dipelajari dalam situasi nyata.

Menurut Association for Experiential Education (AEE), experiential learning merupakan falsafah dan metodologi dimana pendidik terlibat langsung dalam memotivasi peserta didik dan refleksi difokuskan untuk meningkatkan pengetahuan, mengembangkan keterampilan.

Yamazaki & Kayez (2004) menyatakan bahwa experiential learning menekankan totalitas proses pembelajaran manusia, dimana pengalaman membentuk fondasi untuk empat mode pembelajaran yaitu merasakan, merefleksikan, memikirkan, dan melakukan. Experiential learning atau pembelajaran berbasis pengalaman menekankan bahwa pengalaman memainkan peran sentral dalam proses pembelajaran.

Beard & Wilson (2006) mendefinisikan experiential learning sebagai proses pembuatan rasa dari keterlibatan aktivitas antara dunia dalam diri pembelajar dan dunia di luar lingkungan pembelajar. Jadi, antara pembelajar dan lingkungan terjadi interaksi yang dapat menimbulkan pembelajaran yang bermakna. Dalam hal ini, fasilitator membantu untuk membuat lingkungan pembelajaran yang dapat meningkatkan pengalaman pembelajaran.

Clark et al. (2010) berpendapat bahwa experiential learning merupakan metodologi pembelajaran yang tepat. Pembelajar mampu memperoleh nilai-nilai keterampilan. Nilai-nilai tersebut mempertemukan antara pengalaman ketika pelaksanaan pembelajaran dengan kesempatan yang signifikan bagi pembelajar untuk belajar di luar pelaksanaan pembelajaran tersebut. Experiential learning berdasarkan seperangkat asumsi tentang pembelajaran dari pengalaman.

Cohen Walker (1993) sebagai pengalaman yaitu fondasi dari stimulus untuk belajar. Pembelajar secara aktif mengkonstruk pengalaman mereka sendiri. Belajar adalah proses holistik, pembelajaran dikonstruk secara sosial dan kultural dan pembelajaran dipengaruhi oleh konteks sosial-emosional dimana pembelajaran terjadi. Pengalaman individu di dunia nyata akan dibawa ke dalam lingkungan pembelajaran, dan selalu memperhatikan antara diri individu dengan lingkungan fisik maupun sosial. 

(Wahyuni, 2008) Experiential learning adalah suatu tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil belajar itu sendiri .

Savicki (2008) mengemukakan bahwa model experiential learning memainkan peran penting dalam meningkatkan sensitivitas dan kompetensi interkultural. Pembelajar lebih kritis terhadap informasi yang diterima dan mampu untuk menyerap kompetensi yang berbeda dengan kompetensi yang sudah dimilikinya. Pada akhirnya, hal tersebut akan membawa pada proses pembelajaran yang positif dan sangat kuat.

Abdul (2015:93) mengemukakan bahwa model pembelajaran experiential adalah suatu model proses belajar belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajaran untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman secara langsung. Pengalaman tersebut sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran.

(Tarwiyah, 2009) mengemukakan bahwa belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara bebuat dan berpikir. Jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar, maka siswa itu akan belajar lebih baik. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar tersebut siswa secara aktif berpikir tentang apa yang dipelajari dan bagaimana menerapkan hasil dari proses belajar dalam situasi nyata. Menurut Atherton (2008), bahwa dalam konteks belajar pembelajaran berbasis pengalaman dideskripsikan sebagai proses yang mana pengalaman siswa direfleksikan secara mendalam dan dari sini muncul pemahaman baru atau proses belajar.

Konsep Dasar Experiential Learning

Experiential learning – Konsep Experiential Learning adalah pendekatan pembelajaran yang menempatkan pengalaman langsung sebagai pusat dari proses pembelajaran. Konsep ini berfokus pada pembelajaran melalui pengalaman nyata, di mana peserta didik memiliki kesempatan untuk terlibat dalam situasi yang mirip dengan situasi di dunia nyata dan belajar melalui refleksi atas pengalaman tersebut.

Experiential Learning didasarkan pada teori belajar yang menyatakan bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman langsung akan lebih tahan lama dan mudah diingat dibandingkan dengan hanya mendengarkan atau membaca informasi. Melalui pengalaman langsung, peserta didik dapat mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam tentang konsep atau keterampilan yang sedang dipelajari, serta meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan lainnya yang penting dalam kehidupan dan pekerjaan mereka.

Konsep Experiential Learning melibatkan empat tahapan, yaitu pengalaman langsung, refleksi, abstraksi, dan percobaan. Tahapan pengalaman langsung melibatkan kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan peserta didik mengalami situasi nyata dan mendapatkan pengalaman langsung. Setelah mengalami pengalaman tersebut, peserta didik akan merefleksikan pengalaman tersebut dan mempertimbangkan implikasi dan konsekuensi dari pengalaman tersebut. Kemudian, peserta didik akan mengabstraksi pengetahuan dan keterampilan yang mereka pelajari melalui pengalaman tersebut dan mencoba menerapkannya dalam situasi baru.

Konsep Experiential Learning dapat diterapkan dalam berbagai bidang pembelajaran, termasuk pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan, pendidikan formal, dan pembelajaran sepanjang hayat. Dalam pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan, Experiential Learning dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam pekerjaan mereka, serta meningkatkan keterampilan sosial dan kemampuan dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan kerja.

1. Tahap pengalaman nyata

Experiential learning – Pengalaman konkret adalah tahap pertama dalam proses Experiential Learning yang melibatkan pengalaman langsung dan nyata. Pada tahap ini, peserta didik terlibat dalam situasi yang memerlukan interaksi, tindakan, dan pengamatan langsung. Pengalaman konkret dapat berupa kegiatan lapangan, simulasi, atau pengalaman langsung dalam situasi nyata.

Tujuan dari pengalaman konkret adalah untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami pembelajaran langsung dan praktis. Dalam situasi pengalaman konkret, peserta didik dapat memperoleh pengalaman yang tidak dapat diperoleh melalui pembelajaran teori atau pengamatan dari luar. Mereka dapat merasakan pengalaman yang sebenarnya dan mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang situasi yang mereka hadapi.

Pengalaman konkret juga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh keterampilan dan pemahaman praktis yang diperlukan dalam kehidupan dan karir mereka. Dengan terlibat dalam situasi nyata, mereka dapat belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain, mengatasi masalah, dan membuat keputusan yang tepat. Selain itu, pengalaman konkret dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional seperti kerjasama, komunikasi, dan kepemimpinan.

Dalam konteks Experiential Learning, pengalaman konkret merupakan tahap awal yang penting dalam membantu peserta didik mengalami pembelajaran yang holistik dan mendalam. Setelah tahap ini, peserta didik dapat melanjutkan ke tahap refleksi, pengembangan konsep-konsep umum, dan aplikasi untuk memperdalam pemahaman mereka dan mengembangkan keterampilan yang lebih luas.

2. Tahap Refleksi

Experiential learning – Refleksi adalah tahap kedua dalam proses Experiential Learning, yang melibatkan peserta didik dalam merenungkan kembali pengalaman konkret yang telah mereka alami. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk mempertimbangkan kembali pengalaman yang telah mereka alami, mengevaluasi apa yang telah mereka pelajari, dan mengidentifikasi bagaimana pengalaman tersebut dapat membantu mereka dalam konteks yang lebih luas. Tujuan dari tahap refleksi adalah untuk membantu peserta didik memperdalam pemahaman mereka tentang pengalaman yang mereka alami. Dengan merenungkan kembali pengalaman konkret, peserta didik dapat mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang diri mereka sendiri, belajar dari kesalahan yang telah mereka buat, dan memperoleh keterampilan dan pemahaman yang lebih luas.

Dalam konteks Experiential Learning, refleksi juga merupakan tahap yang penting dalam membantu peserta didik menghubungkan pengalaman konkret yang mereka alami dengan konsep-konsep umum yang terkait. Dalam melakukan refleksi, peserta didik dapat mengidentifikasi konsep-konsep yang terkait dengan pengalaman mereka, mempertimbangkan cara menghubungkan pengalaman konkret tersebut dengan konsep-konsep tersebut, dan memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana konsep-konsep tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan dan karir mereka.

Dalam melakukan refleksi, peserta didik dapat menggunakan berbagai teknik, seperti jurnal refleksi, diskusi kelompok, atau sesi konseling individual. Dengan melakukan refleksi secara teratur dan sistematis, peserta didik dapat memperdalam pemahaman mereka tentang diri mereka sendiri, belajar dari pengalaman mereka, dan mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang lebih luas.

3. Tahap Konseptualisasi

Experiential learning – Konseptualisasi adalah tahap ketiga dalam proses Experiential Learning, yang melibatkan peserta didik dalam menggabungkan pengalaman konkret dan refleksi mereka menjadi konsep-konsep yang lebih luas. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk mengidentifikasi pola dan tema yang muncul dari pengalaman konkret dan refleksi mereka, dan kemudian menghubungkannya dengan konsep-konsep yang relevan dalam bidang studi atau pekerjaan mereka.

Tujuan dari tahap konseptualisasi adalah untuk membantu peserta didik mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang konsep-konsep yang terkait dengan pengalaman konkret mereka, dan untuk membantu mereka mengembangkan keterampilan untuk menghubungkan pengalaman konkret mereka dengan konsep-konsep tersebut. Dalam melakukan konseptualisasi, peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana konsep-konsep yang terkait dengan pengalaman konkret mereka dapat diterapkan dalam kehidupan dan karir mereka.

Dalam konteks Experiential Learning, konseptualisasi juga merupakan tahap yang penting dalam membantu peserta didik mengembangkan pemahaman yang lebih luas tentang bidang studi atau pekerjaan mereka. Dengan menghubungkan pengalaman konkret mereka dengan konsep-konsep yang relevan dalam bidang studi atau pekerjaan mereka, peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang cara kerja bidang tersebut, dan mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang lebih luas.

Dalam melakukan konseptualisasi, peserta didik dapat menggunakan berbagai teknik, seperti diskusi kelompok, presentasi, atau penulisan esai. Dengan melakukan konseptualisasi secara teratur dan sistematis, peserta didik dapat memperdalam pemahaman mereka tentang konsep-konsep yang terkait dengan pengalaman konkret mereka, dan mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang lebih luas tentang bidang studi atau pekerjaan mereka.

4. Tahap Implementasi

Experiential learning – Implementasi adalah tahap terakhir dalam proses Experiential Learning, di mana peserta didik menerapkan pemahaman dan konsep-konsep yang mereka pelajari dari pengalaman konkret dan refleksi mereka ke dalam kehidupan dan karir mereka. Pada tahap ini, peserta didik memiliki kesempatan untuk mencoba berbagai strategi dan tindakan baru yang didasarkan pada pemahaman dan konsep-konsep yang mereka pelajari dari pengalaman konkret mereka.

Tujuan dari tahap implementasi adalah untuk membantu peserta didik mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri yang lebih besar dalam menghadapi tantangan dan masalah yang dihadapi dalam kehidupan dan karir mereka. Dengan menerapkan pemahaman dan konsep-konsep yang mereka pelajari dari pengalaman konkret mereka, peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang cara kerja bidang studi atau pekerjaan mereka, dan mengembangkan keterampilan yang lebih efektif dalam menangani situasi yang berbeda.

Dalam konteks Experiential Learning, implementasi juga merupakan tahap yang penting dalam membantu peserta didik mengembangkan kemampuan untuk menerapkan konsep-konsep dan strategi baru dalam kehidupan dan karir mereka. Dengan melakukan tindakan yang didasarkan pada pemahaman dan konsep-konsep yang mereka pelajari dari pengalaman konkret dan refleksi mereka, peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana konsep-konsep tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan dan karir mereka, dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang lebih luas.

Dalam melakukan implementasi, peserta didik dapat mengikuti berbagai langkah dan strategi yang didasarkan pada pemahaman dan konsep-konsep yang mereka pelajari dari pengalaman konkret dan refleksi mereka. Dengan melakukan implementasi secara teratur dan sistematis, peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana konsep-konsep tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan dan karir mereka, dan mengembangkan keterampilan dan kemampuan yang lebih luas dalam menghadapi tantangan dan masalah yang dihadapi dalam kehidupan dan karir mereka.

Pentingnya Experiential Learning

Experiential learning – Experiential Learning atau pembelajaran pengalaman merupakan salah satu metode pembelajaran yang kini semakin populer dalam dunia pendidikan, terutama pada pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan. Metode ini menawarkan pengalaman langsung dalam belajar melalui berbagai jenis kegiatan, seperti simulasi, role playing, game, dan project-based learning. Sebagai seorang ahli dalam bidang pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan dengan metode experiential learning, artikel ini akan membahas mengenai pentingnya experiential learning dalam pembelajaran.

Pertama-tama, experiential learning dianggap penting karena efektivitasnya dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan peserta didik. Dalam pembelajaran konvensional, peserta didik sering kali hanya diberikan penjelasan teori atau konsep tanpa dihadapkan pada situasi yang sesungguhnya. Hal ini membuat mereka sulit memahami bagaimana konsep atau teori tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Dengan experiential learning, peserta didik dapat langsung terlibat dalam situasi yang menantang dan mengharuskan mereka untuk menerapkan konsep atau teori yang telah dipelajari. Hal ini membuat peserta didik lebih mudah memahami bagaimana konsep atau teori tersebut dapat diterapkan dalam situasi yang sebenarnya.

Selain efektivitasnya dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan, experiential learning juga dapat membantu peserta didik dalam membangun kemampuan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Dalam kegiatan experiential learning, peserta didik sering kali dihadapkan pada situasi yang membutuhkan mereka untuk mengambil keputusan atau memecahkan masalah dengan cepat dan tepat. Hal ini membantu peserta didik dalam mengasah kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta meningkatkan kemampuan mereka dalam mengambil keputusan yang tepat dalam situasi yang kompleks.

Selain itu, experiential learning juga dapat membantu peserta didik dalam membangun keterampilan sosial dan interpersonal. Dalam kegiatan experiential learning, peserta didik sering kali dihadapkan pada situasi yang membutuhkan mereka untuk bekerja sama dengan orang lain dalam sebuah tim atau dalam berbagai peran yang berbeda. Hal ini membantu peserta didik dalam memahami bagaimana bekerja sama dengan orang lain dengan cara yang efektif dan membangun keterampilan sosial dan interpersonal yang kuat.

Di samping itu, experiential learning juga dapat membantu peserta didik dalam membangun rasa percaya diri dan kepemimpinan. Dalam kegiatan experiential learning, peserta didik sering kali dihadapkan pada situasi yang membutuhkan mereka untuk memimpin sebuah tim atau menjadi pusat perhatian dalam sebuah peran. Hal ini membantu peserta didik dalam membangun rasa percaya diri dan kemampuan kepemimpinan yang kuat.

Dalam pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan, experiential learning juga dapat membantu peserta didik dalam mempersiapkan diri untuk tantangan yang akan dihadapi dalam pekerjaan. Dengan pengalaman langsung dalam situasi yang menantang, peserta didik dapat memahami situasi yang sebenarnya dan siap menghadapi tantangan yang serupa dalam pekerjaan. Hal ini juga dapat membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan adaptasi dan fleksibilitas, yang sangat penting dalam lingkungan kerja yang selalu berubah.

Keuntungan Experiential Learning

Experiential learning – Salah satu keuntungan utama dari Experiential Learning adalah efektivitas pembelajarannya. Metode ini telah terbukti lebih efektif dalam memperdalam pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari.

Dalam Experiential Learning, peserta didik tidak hanya mendengarkan kuliah atau membaca teks buku, tetapi juga melakukan aktivitas dan mengalami langsung materi yang dipelajari. Hal ini membantu peserta didik untuk lebih memahami konsep dan teori dengan cara yang lebih menyeluruh, karena mereka dapat melihat hubungan antara teori dan aplikasinya dalam kehidupan nyata.

Selain itu, Experiential Learning juga membantu peserta didik untuk lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran, karena mereka diharuskan untuk melakukan tugas dan aktivitas yang menantang. Dalam situasi seperti ini, peserta didik dapat memperoleh pengalaman belajar yang lebih memuaskan dan menarik, yang pada akhirnya akan membantu mereka mempertahankan informasi yang dipelajari dengan lebih baik.

Efektivitas Experiential Learning juga dapat dilihat dari hasil yang dicapai oleh peserta didik. Banyak studi yang menunjukkan bahwa peserta didik yang belajar dengan metode Experiential Learning cenderung mencapai hasil yang lebih baik dalam ujian dan penilaian lainnya. Dengan cara ini, Experiential Learning dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil akhir yang dicapai oleh peserta didik.

Keuntungan lain nya adalah kemampuan peserta didik dalam menerapkan konsep dan teori yang dipelajari dalam situasi nyata. Dalam metode ini, peserta didik diberikan kesempatan untuk mengalami dan mempraktikkan langsung materi yang dipelajari, sehingga mereka dapat memahami dengan lebih baik bagaimana teori dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam situasi nyata, peserta didik dapat mengalami tantangan yang sebenarnya dan belajar untuk menemukan solusi yang efektif untuk menghadapi masalah tersebut. Dengan cara ini, mereka dapat mengasah kemampuan problem-solving dan kreativitas, serta meningkatkan rasa percaya diri dalam menerapkan konsep dan teori yang telah dipelajari.

Hal ini tentunya sangat penting dalam mempersiapkan peserta didik untuk dunia kerja, di mana mereka harus mampu mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dalam situasi kerja yang sebenarnya. Dengan Experiential Learning, peserta didik dapat memperoleh pengalaman nyata yang dapat membantu mereka mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses di tempat kerja.

Implementasi Experiential Learning

Experiential learning – Implementasi experiential learning dalam pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan dapat memiliki beberapa tantangan yang perlu diatasi. Beberapa tantangan tersebut antara lain:

  • Keterbatasan waktu dan sumber daya untuk mengorganisir kegiatan experiential learning yang efektif.
  • Biaya yang cukup besar tergantung pada jenis kegiatan dan fasilitas yang dibutuhkan.
  • Keterampilan khusus dan pengalaman dalam bidang pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan diperlukan dalam pengorganisasian dan evaluasi kegiatan experiential learning.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan beberapa strategi, antara lain:

  • Perencanaan yang matang dan strategis dalam mengorganisir kegiatan experiential learning agar sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan mengoptimalkan penggunaan waktu dan sumber daya.
  • Pemilihan jenis kegiatan experiential learning yang sesuai dengan anggaran yang tersedia dan tetap dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi peserta didik.
  • Pelatihan dan pengembangan keterampilan dan pengalaman bagi para fasilitator dan instruktur dalam mengorganisir dan mengevaluasi kegiatan experiential learning.
  • Memanfaatkan teknologi dan inovasi dalam pelaksanaan kegiatan experiential learning, seperti simulasi atau game-based learning, untuk mengurangi biaya dan memaksimalkan waktu dan sumber daya yang tersedia.
  • Melakukan evaluasi yang teliti dan menyeluruh terhadap hasil dari kegiatan experiential learning untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai dan untuk meningkatkan kualitas kegiatan di masa depan.

Dengan menerapkan strategi-strategi tersebut, pelaksanaan experiential learning dalam pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien, sehingga manfaat yang didapat oleh peserta didik dapat maksimal.

Ragam Aktivitas Experiential Learning

Experiential Learning – Ragam kegiatan Experiential Learning mencakup berbagai macam aktivitas yang dilakukan untuk memberikan pengalaman langsung bagi peserta didik. Berikut adalah beberapa jenis kegiatan Experiential Learning yang umum dilakukan:

Outbound training

Experiential LearningOutbound training merupakan salah satu jenis kegiatan experiential learning yang dilakukan di luar ruangan dan memiliki tujuan untuk meningkatkan keterampilan interpersonal, kepemimpinan, serta kerjasama tim. Kegiatan outbound training biasanya dilakukan dengan menghadirkan tantangan fisik dan mental seperti trekking, rafting, tali tarik, hingga permainan-permainan yang menuntut kerja sama dan kreativitas dalam menyelesaikan misi.

Peserta outbound training akan dibagi menjadi beberapa tim yang kemudian diberikan tugas untuk menyelesaikan misi tertentu. Dalam menyelesaikan misi tersebut, peserta dituntut untuk bekerja sama dan memecahkan masalah secara kreatif sehingga terjadi peningkatan keterampilan interpersonal dan kepemimpinan. Selain itu, outbound training juga dapat meningkatkan rasa percaya diri, keberanian, serta kemampuan beradaptasi peserta dalam menghadapi situasi yang tidak terduga.

Beberapa kegiatan outbound training yang umum dilakukan adalah ice breaking, trust building, problem solving, communication, hingga leadership training. Dalam pelaksanaannya, outbound training biasanya dipandu oleh instruktur yang sudah berpengalaman dan memiliki pengetahuan yang cukup dalam kegiatan tersebut.

Simulasi

Experiential Learning – Simulasi adalah salah satu jenis kegiatan Experiential Learning yang sering digunakan dalam pendidikan dan pelatihan. Simulasi adalah pengalaman yang dibuat untuk meniru situasi nyata dan memungkinkan peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif dalam situasi tersebut. Simulasi dapat berupa permainan peran atau situasi yang ditujukan untuk memperagakan situasi atau proses tertentu, atau menggambarkan konsep atau teori tertentu.

Simulasi dapat dilakukan secara individu atau dalam kelompok, dan biasanya melibatkan interaksi antara peserta didik dengan instruktur atau sesama peserta. Simulasi dapat disesuaikan dengan berbagai topik atau subjek, seperti simulasi bisnis, simulasi situasi darurat, atau simulasi penelitian.

Keuntungan dari penggunaan simulasi dalam Experiential Learning adalah peserta didik dapat merasakan langsung bagaimana konsep atau teori yang dipelajari diterapkan dalam situasi nyata. Peserta didik juga dapat belajar dari kesalahan mereka sendiri dan pengalaman kolektif dalam situasi yang aman dan terkendali. Hal ini dapat membantu meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan kesiapan peserta didik dalam menghadapi situasi nyata di masa depan.

Role playing

Experiential Learning – Role playing atau bermain peran merupakan jenis kegiatan experiential learning yang memungkinkan peserta didik untuk berperan sebagai karakter tertentu dalam sebuah situasi yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat merefleksikan keadaan nyata.

Dalam kegiatan role playing, peserta didik dihadapkan pada situasi tertentu, seperti pertemuan dengan pelanggan atau klien yang tidak puas, negosiasi dengan pihak lain, atau situasi konflik lainnya. Peserta didik diminta untuk mengambil peran dari karakter tertentu, baik itu sebagai pelanggan, karyawan, manajer, atau pihak lain yang terlibat dalam situasi tersebut.

Tujuan dari kegiatan role playing adalah untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi, bernegosiasi, dan menyelesaikan masalah dengan cara yang efektif. Selain itu, kegiatan ini juga membantu peserta didik untuk memahami perspektif orang lain dan melatih empati.

Dalam pelaksanaannya, kegiatan role playing dapat dilakukan secara individu atau dalam kelompok. Peserta didik dapat diberikan waktu untuk mempersiapkan peran mereka sebelum melakukan simulasi, dan setelahnya dilakukan refleksi dan evaluasi bersama untuk mengevaluasi hasil dari kegiatan tersebut.

Game

Experiential Learning – Game dalam Experiential Learning adalah sebuah metode pembelajaran yang menggunakan permainan atau game sebagai alat untuk memberikan pengalaman belajar yang konkret dan mendalam. Dalam metode ini, peserta didik akan berpartisipasi dalam permainan atau game yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna terkait dengan topik atau konsep yang sedang dipelajari.

Penggunaan game dalam Experiential Learning dapat membantu peserta didik dalam memahami konsep-konsep yang abstrak dan sulit dipahami dengan cara konvensional. Selain itu, game juga dapat memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan memotivasi peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran.

Beberapa contoh game yang sering digunakan dalam Experiential Learning antara lain permainan peran (role-playing), simulasi, permainan tim (team-building games), dan permainan simulasi bisnis (business simulation games). Dalam memilih game yang tepat, penting untuk mempertimbangkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan karakteristik peserta didik yang akan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

Project-based learning

Experiential Learning – Project-based learning adalah jenis kegiatan Experiential Learning yang memungkinkan peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka peroleh ke dalam suatu proyek atau tugas yang realistis dan kontekstual. Dalam Project-based learning, peserta didik akan diberikan tantangan untuk menyelesaikan masalah atau mencapai tujuan tertentu dengan cara mengidentifikasi masalah, merencanakan solusi, dan mengimplementasikannya secara mandiri atau dalam kelompok.

Keuntungan dari Project-based learning adalah meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi masalah, bekerja dalam kelompok, mengambil keputusan, dan menyelesaikan masalah secara mandiri. Dalam Project-based learning, peserta didik juga akan belajar untuk memanfaatkan teknologi dan sumber daya yang tersedia untuk menyelesaikan proyek atau tugas yang diberikan. Selain itu, Project-based learning juga dapat meningkatkan keterampilan presentasi dan komunikasi peserta didik dalam menyajikan hasil proyek atau tugas yang telah mereka selesaikan.

Tokoh-Tokoh Experiential Learning

Terdapat beberapa tokoh penting dalam pengembangan konsep Experiential Learning, yang mengartikan pembelajaran melalui pengalaman langsung dan interaksi dengan lingkungan sekitar. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai beberapa tokoh tersebut:

  • David Kolb: David Kolb adalah seorang psikolog dan ahli pendidikan Amerika yang dikenal atas kontribusinya dalam mengembangkan model belajar berbasis pengalaman. Modelnya, yang dikenal sebagai “Kolb’s Experiential Learning Cycle”, menggambarkan empat tahap utama dalam proses belajar: pengalaman konkret, refleksi, konseptualisasi, dan eksperimen. Kolb juga mengidentifikasi empat gaya belajar yang berbeda: belajar melalui pemikiran abstrak, observasi, refleksi, dan penerapan.
  • Carl Rogers: Carl Rogers adalah seorang psikolog dan tokoh terkenal dalam bidang psikoterapi. Ia juga memiliki kontribusi penting dalam pengembangan pendekatan Experiential Learning. Rogers menekankan pentingnya keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran dan mengembangkan pendekatan pendidikan yang fokus pada kebebasan belajar dan pengalaman langsung. Pendekatan ini dikenal sebagai “pendidikan berpusat pada siswa” atau “pendidikan berpusat pada klien”.
  • Kurt Lewin: Kurt Lewin adalah seorang psikolog sosial dan ahli manajemen yang berasal dari Jerman. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri Experiential Learning dan memperkenalkan konsep “learning by doing” (belajar melalui tindakan). Lewin juga mengembangkan teori perubahan perilaku yang melibatkan tiga tahap: unfreezing (pembekuan), moving (perpindahan), dan refreezing (penyekuan kembali). Ia juga mengembangkan metode laboratorium tindakan, yang melibatkan partisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
  • Jean Piaget: Jean Piaget adalah seorang psikolog asal Swiss yang terkenal dengan kontribusinya dalam bidang perkembangan kognitif anak-anak. Ia juga memiliki pengaruh pada konsep Experiential Learning melalui pandangannya bahwa anak-anak belajar melalui pengalaman langsung dan interaksi dengan lingkungan sekitar. Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang melibatkan tahap-tahap perkembangan yang berbeda, di mana pengalaman langsung memiliki peran kunci dalam perkembangan pemahaman anak.
  • Lev Vygotsky: Lev Vygotsky adalah seorang psikolog dan filsuf Rusia yang memberikan kontribusi besar pada pemahaman tentang hubungan antara kognitif dan sosial dalam proses belajar. Ia mengembangkan konsep zona perkembangan proximal (ZPD), yang menyoroti peran bimbingan dari individu yang lebih berpengalaman dalam meningkatkan kemampuan kognitif individu. Vygotsky juga menekankan pentingnya bahasa dalam belajar dan berpikir.
  • Paulo Freire: Paulo Freire adalah seorang pendidik asal Brasil yang dikenal karena kontribusinya dalam pendidikan kritis dan pembebasan. Ia mengembangkan pendekatan pendidikan yang berpusat pada pengalaman dan partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran. Konsep Experiential Learning menjadi penting dalam pandangannya tentang pendidikan kritis, di mana siswa diberdayakan melalui pemahaman sosial dan politik serta tindakan transformasi.

Kesimpulan dan FAQ Experiential Learning

Experiential Learning merupakan metode pembelajaran yang mengintegrasikan peserta didik dalam pengalaman belajar konkret dan praktis. Pendekatan ini telah banyak diadopsi dalam pendidikan tinggi dan diakui sebagai salah satu metode yang paling efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.

Berbagai studi dari kalangan akademisi dan peneliti di institusi pendidikan tinggi mendukung efektivitas Experiential Learning dalam memperdalam pemahaman peserta didik terhadap konsep-konsep dan teori-teori yang dipelajari. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Pennsylvania mengungkapkan bahwa peserta didik yang menggunakan metode ini memiliki pemahaman yang lebih mendalam dan mampu mengaplikasikan konsep yang mereka pelajari dalam konteks kehidupan nyata secara lebih baik.

Selain itu, Experiential Learning juga terbukti dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Sebuah studi dari Universitas Columbia mencatat bahwa peserta didik yang terlibat dalam program Experiential Learning melaporkan tingkat motivasi dan keterlibatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional.

Namun, penerapan Experiential Learning bukan tanpa tantangan. Para pendidik harus secara cermat merancang aktivitas dan pengalaman yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Di samping itu, pengajar juga harus memastikan adanya proses refleksi dan konseptualisasi agar peserta didik dapat mengintegrasikan pengalaman yang diperoleh dengan pemahaman konsep dan teori yang lebih luas.


FAQ

Q : Apa yang dimaksud dengan experiential learning?

A : Experiential learning adalah metode pembelajaran yang melibatkan pengalaman langsung dalam pembelajaran, di mana peserta didik aktif terlibat dalam pengalaman belajar yang nyata.

Q : Bagaimana experiential learning berbeda dengan metode pembelajaran lainnya?

A : Experiential learning berbeda dari metode pembelajaran lainnya seperti pembelajaran melalui ceramah atau bacaan karena melibatkan pengalaman langsung yang memungkinkan peserta didik untuk menerapkan konsep dan teori langsung ke dalam kehidupan nyata.

Q : Apa keuntungan dari experiential learning?

A : Keuntungan dari experiential learning adalah bahwa ini adalah metode pembelajaran yang sangat efektif. Peserta didik dapat memahami konsep dan teori dengan lebih baik karena mereka menerapkannya langsung ke dalam pengalaman belajar.

Q : Apa jenis kegiatan yang termasuk dalam experiential learning?

A : Kegiatan yang termasuk dalam experiential learning meliputi outbound training, simulasi, role playing, game, dan project-based learning.

Q : Bagaimana cara mengevaluasi keberhasilan experiential learning?

A : Keberhasilan experiential learning dapat diukur dengan melihat kemampuan peserta didik untuk menerapkan konsep dan teori yang mereka pelajari ke dalam kehidupan nyata, serta peningkatan kinerja mereka dalam tugas-tugas yang terkait dengan topik pembelajaran.

Q : Siapa yang cocok untuk experiential learning?

A : Experiential learning cocok untuk siapa saja yang ingin meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka, terutama dalam konteks pelatihan sumber daya manusia dan pengembangan.

Q : Apa contoh kegiatan experiential learning dalam pelatihan sumber daya manusia?

A : Contoh kegiatan experiential learning dalam pelatihan sumber daya manusia termasuk simulasi wawancara kerja, role playing untuk menyelesaikan masalah, game untuk meningkatkan kerjasama tim, dan outbound training untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan.

Q: Kemana kami merencanakan program Outbound Training?

A: Hubungi Hotline kami di +62 811-140-996 untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai program Outbound Training di Highland Camp, yang dirancang khusus untuk meningkatkan keterampilan tim dan pengembangan diri melalui pendekatan Experiential Learning.


Beranda » Experiential learning

The post Experiential learning Menurut Para Ahli appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Experiential Learning; Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Berbasis Pengalaman https://highlandexperience.co.id/experiential-learning-1 Sun, 20 Oct 2024 03:37:23 +0000 https://highlandexperience.co.id/?p=95 Experiential Learning adalah pendekatan pembelajaran holistik yang memungkinkan individu untuk belajar, tumbuh, dan berkembang melalui pengalaman. Penekanan pada istilah “Experiential Learning” bertujuan untuk menyoroti peran penting pengalaman dalam proses pembelajaran, sekaligus membedakannya dari teori pembelajaran lainnya, seperti teori pembelajaran kognitif dan behaviorisme. [IKLAN DULU] Hubungi hotline kami di nomor +62 811-1200-996 untuk merencanakan Pelatihan dan [...]

The post Experiential Learning; Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Berbasis Pengalaman appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Experiential Learning adalah pendekatan pembelajaran holistik yang memungkinkan individu untuk belajar, tumbuh, dan berkembang melalui pengalaman. Penekanan pada istilah “Experiential Learning” bertujuan untuk menyoroti peran penting pengalaman dalam proses pembelajaran, sekaligus membedakannya dari teori pembelajaran lainnya, seperti teori pembelajaran kognitif dan behaviorisme.

[IKLAN DULU] Hubungi hotline kami di nomor +62 811-1200-996 untuk merencanakan Pelatihan dan Pengembangan SDM berbasis outbound di Highland Camp.


H O T L I N E +62 811-1200-996

RESERVASI


Sejarah dan perkembangan Experiential Learning

Experiential Learning merupakan theory pendidikan yang kemudian menjadi dasar pembelajaran holistik dengan menggunakan pengalaman sebagai proses pendidikan. Salah satu tokohnya adalah David A. Kolb. Dia  mendefinisikan bahwa belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Dalam hal ini. pengetahuan dianggap sebagai perpaduan antara memahami dan mentransformasi pengalaman.

David A. Kolb membagi belajar menjadi 4 tahapan, yaitu : 1. Tahap pengamalan konkrit (Concrete Experience), 2. Tahap Pengalaman Aktif dan Reflektif (Reflection Observation), 3. Tahap Konseptualisasi (Abstract Conseptualization) dan, 4. Tahap Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation).

Sejarah Experiential Learning dimulai pada tahun 1930-an dengan John Dewey, seorang filsuf dan pendidik Amerika Serikat. Dia memperkenalkan konsep pembelajaran berbasis pengalaman dan menekankan pentingnya interaksi antara individu dan lingkungannya. Namun, konsep ini baru mendapatkan perhatian yang lebih luas pada tahun 1970-an ketika Carl Rogers, seorang psikolog Amerika Serikat, mulai menggunakan metode ini dalam konseling. Dia mengembangkan teori pembelajaran yang berpusat pada siswa dan menekankan pentingnya belajar dari pengalaman.

Pada tahun 1980-an, David Kolb, seorang psikolog Amerika Serikat, mengembangkan teori pembelajaran berbasis pengalaman yang paling terkenal hingga saat ini. Teori ini dikenal sebagai “Kolb’s Experiential Learning Cycle”. Kolb menggambarkan empat tahap dalam siklus pembelajaran: pengalaman konkret, refleksi, konseptualisasi dan eksperimen. Menurutnya, pembelajaran hanya akan terjadi jika seseorang melakukan empat tahap tersebut secara terus menerus.

Metode Experiential Learning juga dipopulerkan melalui kegiatan Outbound Training yang mulai dikenal pada tahun 1990-an di Indonesia. Metode ini biasanya digunakan dalam pelatihan karyawan, leadership dan team building. Outbound Training mengajarkan peserta untuk belajar dari pengalaman langsung melalui kegiatan di luar ruangan, seperti hiking, flying fox, atau permainan kelompok.

Pada saat ini, Experiential Learning menjadi salah satu metode pembelajaran yang paling efektif dan populer di seluruh dunia. Banyak universitas, sekolah, dan organisasi menggunakan metode ini dalam program pembelajaran mereka. Experiential Learning juga dipercayai dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep dan teori dalam kehidupan sehari-hari.

Asal-usul konsep Experiential Learning

Experiential Learning – Konsep Experiential Learning berasal dari teori belajar John Dewey pada awal abad ke-20. John Dewey adalah seorang filsuf, psikolog, dan pendidik Amerika yang dianggap sebagai pendiri aliran pendidikan progresif. Ia mengembangkan teori belajar yang berfokus pada pengalaman langsung dan refleksi dalam proses pembelajaran. Dewey percaya bahwa siswa belajar lebih baik melalui pengalaman praktis yang melibatkan tindakan fisik, pengalaman emosional, dan refleksi daripada hanya memperoleh pengetahuan dari buku-buku atau guru.

Namun, konsep Experiential Learning dalam bentuk yang lebih sistematis dikembangkan oleh David A. Kolb pada tahun 1970-an. Kolb menemukan bahwa proses pembelajaran melibatkan empat tahap utama: pengalaman konkrit, observasi reflektif, konseptualisasi abstrak, dan pengujian dalam tindakan. Berdasarkan teori ini, ia mengembangkan Model Pembelajaran Experiential Learning, yang menekankan pentingnya pengalaman langsung dalam proses pembelajaran.

Sejak itu, konsep Experiential Learning telah menjadi semakin populer di dunia pendidikan dan pelatihan, dan telah digunakan dalam berbagai konteks, termasuk pelatihan karyawan, pembelajaran di tempat kerja, dan program pengembangan diri.

Perkembangan Experiential Learning di berbagai disiplin ilmu

Experiential Learning – Perkembangan konsep Experiential Learning tidak hanya terjadi dalam bidang pendidikan saja, namun juga terjadi di berbagai disiplin ilmu. Konsep Experiential Learning ini pertama kali dikembangkan oleh John Dewey, seorang filsuf dan psikolog Amerika Serikat pada awal abad ke-20. Dewey percaya bahwa pendidikan harus lebih terlibat dengan pengalaman langsung, dimana siswa belajar dengan melakukan dan mengalami sendiri.

Selain di bidang pendidikan, konsep Experiential Learning juga diterapkan dalam ilmu psikologi, terapi, dan pengembangan diri. Carl Rogers, seorang psikolog terkenal, mengembangkan teori tentang pendekatan konseling yang didasarkan pada konsep Experiential Learning. Rogers berpendapat bahwa pengalaman adalah kunci untuk memperdalam pemahaman diri dan mengatasi masalah psikologis.

Di bidang bisnis dan manajemen, konsep Experiential Learning juga banyak diterapkan dalam pelatihan dan pengembangan karyawan. Metode outbound training dan simulasi sering digunakan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi, kepemimpinan, dan kerjasama tim dalam lingkungan yang aman dan terkontrol.

Secara keseluruhan, perkembangan konsep Experiential Learning di berbagai disiplin ilmu menunjukkan betapa pentingnya pengalaman langsung dan praktik dalam proses pembelajaran dan pengembangan diri. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya metode pembelajaran yang lebih aktif dan praktis dalam mendukung pemahaman dan penguasaan konsep secara lebih efektif.

Kontribusi tokoh-tokoh dalam Experiential Learning

Experiential Learning – Kontribusi tokoh-tokoh penting dalam sejarah Experiential Learning dapat dilihat dari berbagai disiplin ilmu. Dalam psikologi, Carl Rogers, Kurt Lewin, Jean Piaget, dan Lev Vygotsky telah memberikan kontribusi penting dalam pengembangan konsep ini. Rogers mengembangkan pendekatan konseling humanistik dengan fokus pada pengalaman langsung dan peran pengalaman dalam pembelajaran. Lewin mengusulkan metode tindakan yang melibatkan partisipasi aktif dan refleksi dalam pengalaman belajar.

Dalam bidang pendidikan, Paulo Freire dikenal sebagai salah satu kontributor utama dalam Experiential Learning. Konsepnya tentang pendidikan yang memperhatikan konteks sosial dan politik serta mengedepankan partisipasi aktif siswa dalam proses belajar sangat berpengaruh dalam pengembangan pendekatan Experiential Learning.

Selain itu, David Kolb juga memberikan kontribusi besar dengan teori belajarnya yang menekankan pada pengalaman langsung sebagai sumber utama pembelajaran. Kolb mengembangkan siklus belajar yang terdiri dari pengalaman konkret, refleksi, konsep abstrak, dan eksperimen aktif sebagai cara untuk meningkatkan pemahaman dan pengembangan diri.

Di luar bidang psikologi dan pendidikan, konsep Experiential Learning juga telah diterapkan dalam bidang-bidang lain seperti bisnis dan kepemimpinan. Stephen Covey, seorang penulis dan konsultan manajemen terkenal, mengembangkan prinsip-prinsip yang didasarkan pada Experiential Learning dalam bukunya “The 7 Habits of Highly Effective People”.

David A. Kolb (1939- )

Menurut Kolb, 1984 Experiential learning merupakan sebuah model holistik dari proses pembelajaran di mana manusia belajar, tumbuh dan berkembang. Penyebutan istilah experiential learning dilakukan untuk menekankan bahwa experience (pengalaman) berperan penting dalam proses pembelajaran dan membedakannya dari teori pembelajaran lainnya seperti teori pembelajaran kognitif ataupun behaviorisme.

David A. Kolb merupakan salah satu penggagas metode pembelajaran Experiential learning, lahir pada tahun 1939 di kota New York, Amerika serikat. Kolb memperoleh gelar BA dari Knox College pada tahun 1961, memperoleh gelar MA pada tahun 1964 dan gelar Ph.D. pada tahun 1967 dari Harvard University dalam bidang Psikologi Sosial.

David A. Kolb adalah seorang teoritikus pendidikan yang meneliti di bidang kepentingan dan publikasi yang fokus pada pengalaman belajar dan perubahan sosial individu, pengembangan karir dan eksekutif serta pendidikan profesional. Beliau adalah pendiri dan ketua Pengalaman Pembelajaran Berbasis Systems, Inc (EBLS). Beliau juga seorang Profesor Perilaku Organisasi dalam Weatherhead School of Management di Case Western Reserve University, Cleveland, Ohio.

Kolb terkenal di kalangan pendidikan dalam bidang Gaya Belajar Inventory (LSI). Model yang dibangunnya di atas gagasan bahwa preferensi belajar dapat digambarkan dengan menggunakan dua continuums yaitu observasi eksperimentasi-reflektif aktif dan pengalaman konsep abstrak-konkret.

Beliau merupakan seorang filosof yang beraliran humanistik yaitu aliran yang lebih melihat pada sisi perkembangan manusia. Pendekatan ini melihat dari suatu kejadian, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemudian kemampuan yang bersifat positif inilah yang disebut sebagai potensi manusia. Para pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan pengajaran pada pembangunan kemampuan positif ini yang sangat erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat pada domain afektif.

Teori humanistik merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Teori humanistik ini sangat tepat untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Sehingga pada awal tahun 1980-an, Kolb dan berhasil mengembangkan Experiential Learning Model (ELM).

Kolb telah menulis beberapa artikel dan buku yang telah diterbitkan beliau diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. The Critique of Pure Modernity: Hegel, Heidegger, and After (1987)
  2. Postmodern Sophistications: Philosophy, Architecture, and Tradition (1990)
  3. New Perspectives on Hegel’s Philosophy of Religion (1992)
  4. Socrates in the Labyrinth: Hypertext, Argument, Philosophy (1994)
  5. Sprawling Places (2008)
  6. “On the Objective and Subjective Grounding of Knowledge”, translation, with introduction and notes, of an essay by the Neo-Kantian Paul Natorp, in the Journal of the British Society for Phenomenology (1981)
  7. “Language and Metalanguage in Aquinas”, in the Journal of Religion (1981)
  8. “Socrates and Stories”, in Spring (1981)
  9. “Sellars on the Measure of All Things”, in Philosophical Studies (1979)
  10. “Ontological Priorities: A Critique of the Announced Goals of Descriptive Metaphysics”, in Metaphilosophy, 1975.
  11. “Time and the Timeless in Greek Thought”, in Philosophy East-West (1974)(Sasmita, 2014).

Artikel ini bersumber dari Anggreni; AT-THULAB: Volume 1 Nomor 2, Tahun 2017 ; p-ISSN: 2579-6259 e-ISSN: 2621-895X

Jhon Dewey (1859 – 1952)

Teori John Dewey tentang pendidikan tidak dapat lepas dari minatnya terhadap bidang filsafat. Baginya, filsafat adalah pemecah problem kehidupan, sedangkan pendidikan berisi melatih manusia untuk me- nyelesaikan problem kehidupan. Oleh karena itu filsafat dan pendidikan menurutnya tidak dapat dipisahkan (Muh Sad Iman, 2004: 62). Filsafat merupakan dasar dari teori pendidikan.

Salah satu kata kunci dalam filsafat John Dewey secara keseluruhan dan bukan hanya dalam filsafat pendidikannya adalah “pengalaman” (experience). Pengalaman adalah keseluruhan kegiatan dan hasil yang kompleks serta bersegi banyak dari interaksi aktif manusia, sebagai makhluk hidup yang sadar dan bertumbuh, dengan lingkungan di sekitarnya yang terus berubah dalam perjalanan sejarah (Sudarminta, 2004). Melawan berbagai bentuk dualisme, bagi Dewey, pengalaman selalu memuat kutub subyek (dengan segala keinginan, kepentingan, perasaan, sejarah, budaya, dan latar belakang pengetahuannya) maupun obyek (dengan segala kompleksitasnya), mental maupun fisik, rasional maupun empirik. Pengertian ini dikemukakan oleh Dewey sebagai reaksi terhadap dua bentuk pereduk- sian atau pemiskinan pengertian pengalaman yang pada waktu itu umum dilakukan. (artikel ini bersumber : Wasitohadi, Satya Widya, Vol. 30, No.1. Juni 2014: 49-61)

Jhon Dewey adalah seorang filsuf, psikolog, dan pembaharu pendidikan Amerika, yang pemikiran dan idenya sangat berpengaruh di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Lahir pada October 20, 1859 Burlington, Vermont, United States dan meninggal pada June 1, 1952 (aged 92) New York City, New York, United States. Salah satu buku buku pendek tentang pendidikan yang ditulis pada tahun 1938 adalah Experience and Education.  

Carl Rogers (1902 – 1987)

Carl Rogers, seorang tokoh psikologi terkenal, dikenal karena kontribusinya dalam pengembangan pendekatan psikoterapi. Namun, dia juga dikenal karena kontribusinya dalam pengembangan metode pembelajaran Experiential Learning. Rogers mengembangkan pendekatan ini pada tahun 1960-an, yang didasarkan pada pemikirannya tentang psikologi humanistik dan teori belajar konstruktivis.

Rogers percaya bahwa pembelajaran yang paling efektif terjadi ketika siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, yang melibatkan pengalaman langsung dan refleksi. Dalam konteks Experiential Learning, pengalaman langsung adalah fokus utama pembelajaran, sementara refleksi menjadi penting untuk memahami pengalaman tersebut dan mengaitkannya dengan konsep dan teori yang relevan.

Pendekatan Experiential Learning Rogers tidak hanya menekankan pada hasil akhir dari pembelajaran, tetapi juga pada proses dan pengalaman belajar yang diperoleh oleh siswa. Metode ini bertujuan untuk memperkuat kemampuan siswa untuk berpikir kritis, mandiri, dan kreatif dalam proses pembelajaran.

Dalam kehidupan pribadinya, Rogers juga menerapkan konsep-konsep Experiential Learning dalam prakteknya sebagai seorang psikoterapis. Ia percaya bahwa penting bagi pasien untuk merasakan pengalaman yang memadai dan terlibat dalam proses terapi secara aktif agar terapi dapat berhasil secara optimal.

Pemikiran Rogers tentang Experiential Learning sangat berpengaruh dalam pengembangan pendekatan pembelajaran modern. Konsepnya telah diterapkan dalam berbagai bidang pendidikan, termasuk pendidikan formal dan nonformal, pelatihan karyawan, dan pengembangan organisasi. Oleh karena itu, pemikiran dan kontribusinya di bidang Experiential Learning sangat penting bagi perkembangan pendidikan dan pelatihan di masa depan.

Carl Rogers, selain sebagai tokoh dalam Experiential Learning, juga merupakan seorang psikolog dan penulis yang produktif. Beberapa karya terkenal dari Carl Rogers di antaranya adalah:

  • “On Becoming a Person” (1961): Buku ini memaparkan teori Rogers mengenai humanistik dan psikoterapi.
  • “A Way of Being” (1980): Buku ini membahas tentang kepribadian dan pengembangan diri.
  • “Client-Centered Therapy” (1951): Buku ini menjadi salah satu karya penting dalam bidang psikoterapi, dan membahas tentang terapi berpusat pada klien.
  • “Freedom to Learn” (1969): Buku ini membahas tentang pendekatan pendidikan yang berfokus pada kebebasan belajar dan pengalaman.
  • “On Encounter Groups” (1970): Buku ini membahas tentang kelompok-kelompok bertemu yang sering digunakan dalam konteks terapi.
  • “Becoming Partners: Marriage and Its Alternatives” (1972): Buku ini membahas tentang hubungan dan pernikahan.

Karya-karya tersebut menunjukkan kontribusi Rogers dalam bidang psikologi, pendidikan, dan pengembangan diri, dan masih menjadi referensi penting bagi para praktisi dan akademisi hingga saat ini.

Kurt Lewin (1890 – 1947)

Kurt Lewin adalah seorang psikolog dan pakar manajemen kelahiran Jerman yang dikenal sebagai bapak psikologi sosial dan salah satu pendiri Experiential Learning. Lewin memperkenalkan konsep “learning by doing” yang mengatakan bahwa belajar melalui pengalaman nyata dapat memperkuat pemahaman dan pengalaman seseorang terhadap suatu konsep atau teori.

Kehidupan Lewin sendiri cukup menarik, ia lahir pada 9 September 1890 di Poznan, Polandia dan tumbuh besar di lingkungan Yahudi. Pada usia 16 tahun, ia pindah ke Jerman dan memulai studinya di bidang filsafat dan psikologi. Pada tahun 1933, ia pindah ke Amerika Serikat untuk menghindari penganiayaan Nazi dan menjadi profesor di MIT.

Salah satu karya terkenal Lewin adalah “Action Research and Minority Problems” (1946) yang membahas tentang bagaimana tindakan kolektif dapat menghasilkan perubahan sosial. Ia juga memimpin sebuah studi di awal 1940-an yang dikenal sebagai “Studi Iowa”, yang bertujuan untuk mempelajari pola konsumsi makanan dan aktivitas fisik orang-orang Iowa.

Lewin dikenal dengan konsepnya tentang tiga tahap dalam perubahan perilaku yaitu unfreezing, moving, dan refreezing. Tahap pertama (unfreezing) adalah tahap di mana individu atau kelompok belajar untuk mengenali adanya masalah atau ketidakcocokan dalam perilaku mereka. Tahap kedua (moving) adalah tahap di mana individu atau kelompok belajar untuk mengubah perilaku mereka menuju perilaku yang lebih sesuai dengan tujuan mereka. Tahap terakhir (refreezing) adalah tahap di mana individu atau kelompok memperkuat dan mempertahankan perilaku baru mereka.

Konsep Lewin tentang Experiential Learning juga cukup terkenal, di mana ia mengatakan bahwa belajar melalui pengalaman nyata sangat penting untuk memperkuat pemahaman dan pengalaman seseorang terhadap suatu konsep atau teori. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh tokoh-tokoh lain seperti David Kolb dan Peter Senge.

Dalam penelitiannya tentang Experiential Learning, Lewin mengembangkan metode pelatihan yang disebut “laboratorium tindakan” atau action learning, yang melibatkan partisipasi aktif peserta dalam proses belajar. Metode ini telah terbukti efektif dalam mengembangkan kemampuan individu dan kelompok dalam memecahkan masalah, beradaptasi dengan perubahan, dan meningkatkan kinerja.

Lewin banyak mempengaruhi teori pembelajaran eksperimental melalui tiga konsep utamanya: pertama, belajar melalui pengalaman; kedua, pengalaman dipelajari dengan cara memecahkan masalah; ketiga, pengalaman dipelajari melalui refleksi. Ketiga konsep inilah yang membentuk dasar dari teori experiential learning.

Beberapa karya penting Kurt Lewin dalam teori pembelajaran eksperimental antara lain adalah “A Dynamic Theory of Personality” (1935), “Principles of Topological Psychology” (1936), “Field Theory in Social Science” (1951), dan “The Change Process in Education” (1946). Karya-karyanya ini menekankan pentingnya memahami peran lingkungan dalam membentuk perilaku seseorang dan bagaimana perubahan lingkungan dapat mempengaruhi perubahan perilaku tersebut.

Selain itu, Lewin juga mengeksplorasi konsep-konsep seperti leadership, pengambilan keputusan, dan intervensi sosial. Ia mengembangkan teori tentang gaya kepemimpinan yang dikenal sebagai leadership styles atau tiga gaya kepemimpinan. Tiga gaya kepemimpinan tersebut adalah autocratic, democratic, dan laissez-faire.

Karya-karya Kurt Lewin tentang teori pembelajaran eksperimental dan konsep-konsep terkaitnya masih menjadi acuan penting bagi para peneliti dan praktisi dalam bidang psikologi, pendidikan, dan manajemen hingga saat ini.

Paulo Freire (1921 – 1997)

Paulo Freire adalah seorang pendidik asal Brasil yang diakui secara luas sebagai tokoh penting dalam bidang pendidikan kritis dan pembebasan. Dia lahir pada tanggal 19 September 1921 di Recife, Brasil, dan meninggal pada tanggal 2 Mei 1997 di Sao Paulo, Brasil.

Freire adalah seorang pendidik yang sangat menghargai pengalaman dan kecerdasan orang yang dipandang sebagaimana pentingnya terhadap suatu proses pembelajaran. Konsep Experiential Learning menjadi penting dalam pemikirannya tentang pendidikan kritis dan pembebasan. Menurut Freire, pendidikan harus memperhatikan kenyataan sosial dan politik, dan harus menghasilkan perubahan sosial dan politik. Pendidikan harus menjadi alat untuk membebaskan orang dari penindasan dan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan demokratis.

Salah satu karya penting Freire adalah bukunya yang berjudul “Pedagogy of the Oppressed” (Pendidikan Kaum Terpinggirkan). Dalam buku tersebut, Freire menjelaskan bahwa pendidikan tradisional cenderung menghilangkan kreativitas dan kesadaran kritis individu. Sebaliknya, pendidikan harus berfokus pada pengalaman dan partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran. Freire menyatakan bahwa pendidikan harus menjadi dialog antara guru dan siswa, di mana keduanya saling belajar dan saling mengajar.

Freire juga mengembangkan konsep “pendidikan kesadaran kritis”, di mana siswa diajak untuk memahami kenyataan sosial dan politik, dan belajar untuk mempertanyakan dan mengubah keadaan tersebut. Pendidikan kesadaran kritis mencakup empat tahap, yaitu “tindakan reflektif”, “identifikasi masalah”, “pemecahan masalah”, dan “tindakan transformasi”. Dalam pendekatan ini, siswa diajak untuk memahami konteks sosial dan politik dalam kehidupan mereka dan menjadi agen perubahan dalam masyarakat.

Freire juga sangat menekankan pada peran penting pengalaman dalam proses pembelajaran. Menurutnya, siswa harus diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman langsung dan membuat kesimpulan mereka sendiri dari pengalaman tersebut. Dia juga mengembangkan konsep “pendidikan dialogis”, di mana siswa diajak untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, dan guru bertindak sebagai fasilitator dan bukan sebagai sumber pengetahuan tunggal.Karya Freire sangat mempengaruhi pendidikan kritis dan gerakan pembebasan di seluruh dunia. Konsep-konsepnya tentang pendidikan kritis, pengalaman, partisipasi, dan transformasi terus diaplikasikan dalam pendidikan dan aktivisme sosial hingga saat ini.

Jean Piaget (1896 – 1980)

Jean Piaget merupakan seorang psikolog asal Swiss yang dikenal dengan kontribusinya dalam bidang perkembangan kognitif anak. Selain itu, Piaget juga dikenal sebagai tokoh yang berpengaruh dalam pengembangan teori Experiential Learning. Teori ini menjelaskan bahwa individu dapat belajar melalui pengalaman langsung dan interaksi dengan lingkungan sekitar.

Piaget memulai karirnya sebagai seorang biolog, namun kemudian beralih ke bidang psikologi. Ia melakukan penelitian tentang perkembangan kognitif anak-anak dan menyimpulkan bahwa anak-anak memiliki kemampuan untuk berpikir abstrak dan mengembangkan konsep-konsep kompleks pada usia yang lebih muda dari yang diperkirakan sebelumnya.

Teori Experiential Learning yang dikembangkan oleh Piaget memperlihatkan pentingnya pengalaman langsung dan interaksi dengan lingkungan dalam proses belajar. Menurut teori ini, individu belajar melalui empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap konkret operasional, dan tahap formal operasional. Setiap tahap ini menunjukkan perkembangan kognitif yang berbeda dan dapat dipengaruhi oleh pengalaman langsung dan interaksi dengan lingkungan sekitar.

Kontribusi Piaget dalam teori Experiential Learning juga meliputi pengembangan konsep konstruktivisme, yang menekankan bahwa individu membangun pemahaman mereka sendiri melalui pengalaman langsung dan refleksi. Pemahaman ini kemudian digunakan untuk membangun konsep yang lebih kompleks dan abstrak.

Beberapa karya terkenal Jean Piaget tentang Experiential Learning adalah “The Language and Thought of the Child” (1923), “The Construction of Reality in the Child” (1937), dan “The Psychology of Intelligence” (1947). Karya-karya ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang perkembangan kognitif anak dan pengaruh lingkungan dalam proses belajar.

Dalam rangka pengembangan Experiential Learning, kontribusi Piaget sangatlah penting karena teorinya memberikan dasar yang kuat bagi pengembangan pendekatan pembelajaran yang berbasis pengalaman langsung dan interaksi dengan lingkungan sekitar.

Lev Vygotsky (1896 – 1934)

Lev Vygotsky adalah seorang psikolog dan filsuf berkebangsaan Rusia yang hidup pada tahun 1896 hingga 1934. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh dalam psikologi pembelajaran yang mempengaruhi pemikiran experiential learning.

Vygotsky memandang bahwa pembelajaran harus dilakukan melalui pengalaman langsung dan interaksi dengan lingkungan sekitar. Ia mengemukakan bahwa kognitif dan sosial berada dalam hubungan yang erat dan saling mempengaruhi, sehingga pengalaman interaksi sosial dapat meningkatkan kemampuan kognitif individu.

Salah satu konsep penting dalam pemikiran Vygotsky adalah zona perkembangan proximal (ZPD), yaitu rentang kemampuan yang dimiliki individu ketika bekerja sama dengan orang lain yang lebih berpengalaman. Dalam konsep ini, individu dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya dengan bantuan orang lain yang lebih berpengalaman dalam suatu bidang tertentu.

Selain itu, Vygotsky juga menekankan pentingnya bahasa dalam proses belajar dan berpikir individu. Ia berpendapat bahwa bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai alat pemikiran dan refleksi yang mempengaruhi perkembangan kognitif individu.

Beberapa karya penting Vygotsky dalam pemikiran experiential learning antara lain “Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes” dan “Thought and Language”. Kedua karya tersebut membahas tentang interaksi sosial dan bahasa dalam proses belajar dan perkembangan kognitif individu.

Teori Experiential Learning

Experiential Learning – Teori Experiential Learning adalah konsep belajar yang mengedepankan pengalaman sebagai pusat dari proses pembelajaran. Teori ini berpendapat bahwa manusia belajar dengan lebih efektif melalui pengalaman langsung atau aktivitas, dibandingkan hanya dengan sekedar mendengar atau membaca.

Menurut teori ini, ada empat tahap dalam proses belajar yaitu pengalaman konkret, refleksi, konseptualisasi, dan aplikasi. Tahap pertama adalah pengalaman konkret, di mana individu mengalami langsung suatu situasi atau peristiwa. Tahap kedua adalah refleksi, di mana individu merefleksikan pengalaman yang dialaminya dan mengevaluasi hasilnya. Tahap ketiga adalah konseptualisasi, di mana individu mengambil inti dari pengalaman yang dialaminya dan mencoba menghubungkannya dengan teori atau konsep yang sudah diketahuinya. Tahap terakhir adalah aplikasi, di mana individu mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajarinya dalam situasi yang berbeda.

Teori Experiential Learning dikembangkan oleh David A. Kolb pada tahun 1984 berdasarkan pemikiran dari John Dewey, Kurt Lewin, Carl Rogers, dan Jean Piaget. Teori ini banyak diterapkan dalam berbagai bidang seperti pendidikan, pelatihan karyawan, dan pengembangan diri. Beberapa keuntungan dari penerapan teori ini adalah meningkatkan pemahaman, mengembangkan keterampilan, dan memotivasi individu untuk belajar.

Model pembelajaran Experiential Learning

Experiential Learning – Pembelajaran Experiential Learning memiliki beberapa model yang dapat digunakan untuk memfasilitasi pengalaman belajar yang lebih berpusat pada peserta didik. Berikut adalah beberapa model pembelajaran Experiential Learning yang populer:

  • Kolb’s Experiential Learning Cycle Model Model ini dirancang oleh David Kolb dan terdiri dari empat tahap yaitu Concrete Experience, Reflective Observation, Abstract Conceptualization, dan Active Experimentation. Model ini menekankan pentingnya refleksi dan eksperimen dalam pembelajaran.
  • Outward Bound Model Model ini merupakan salah satu model yang paling terkenal dalam pembelajaran Experiential Learning. Model ini mengkombinasikan kegiatan fisik dan mental seperti hiking, panjat tebing, dan rafting untuk membangun kepercayaan diri, kerjasama tim, dan keterampilan komunikasi.
  • Project-Based Learning Model Model ini menempatkan peserta didik dalam situasi yang mengharuskan mereka untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan proyek. Peserta didik belajar melalui pengalaman langsung dalam menyelesaikan proyek dan mencari solusi masalah yang ada.
  • Service Learning Model Model ini mengharuskan peserta didik untuk terlibat dalam kegiatan layanan masyarakat yang dapat meningkatkan keterampilan sosial dan empati. Peserta didik belajar melalui pengalaman langsung dalam melayani masyarakat dan memahami masalah sosial yang terjadi di sekitarnya.
  • Role-Playing Model Model ini melibatkan peserta didik dalam situasi yang mengharuskan mereka untuk berperan sebagai karakter tertentu. Model ini mengembangkan keterampilan interpersonal dan komunikasi.

Model-model pembelajaran Experiential Learning ini dapat dipilih dan disesuaikan dengan konteks dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Kolb’s Experiential Learning Cycle Model

Experiential Learning – Model Siklus Pembelajaran Experiential Kolb, juga dikenal sebagai Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman, adalah kerangka yang digunakan untuk memahami bagaimana seseorang belajar melalui pengalaman langsung. Model ini dikembangkan oleh David A. Kolb pada tahun 1984 dan telah menjadi salah satu teori pembelajaran berbasis pengalaman yang paling terkenal dan dipelajari.

Model ini terdiri dari empat tahap: pengalaman konkret, refleksi, konseptualisasi, dan uji coba. Tahap pertama melibatkan pengalaman langsung dengan suatu objek atau situasi. Kemudian, pada tahap refleksi, seseorang merefleksikan pengalaman tersebut dan mengevaluasi bagaimana pengalaman itu mempengaruhi pemahaman dan pandangan mereka. Pada tahap konseptualisasi, seseorang mencoba untuk mengembangkan teori atau konsep tentang pengalaman tersebut. Akhirnya, pada tahap uji coba, seseorang menerapkan konsep atau teori yang telah mereka kembangkan ke dalam situasi baru untuk melihat apakah mereka dapat memecahkan masalah atau mencapai tujuan.

Model ini menekankan bahwa pembelajaran sebenarnya terjadi ketika seseorang mengalami siklus penuh dari keempat tahap tersebut. Oleh karena itu, penting bagi seseorang untuk tidak hanya mengalami pengalaman langsung, tetapi juga merefleksikan pengalaman tersebut, mengembangkan konsep, dan menguji konsep tersebut dalam situasi baru.

Model ini juga menunjukkan bahwa setiap individu memiliki gaya pembelajaran yang berbeda dan cenderung lebih suka satu atau beberapa tahap dalam siklus pembelajaran daripada yang lain. Ada empat gaya pembelajaran dalam model Kolb: pembelajar konvergen, divergen, akomodator, dan asimilator.

Dalam pembelajaran berbasis pengalaman, penting untuk memahami bagaimana individu belajar dan menyesuaikan metode pembelajaran dengan gaya pembelajaran mereka. Model Kolb’s Experiential Learning Cycle memberikan kerangka kerja yang bermanfaat untuk memahami bagaimana pengalaman langsung dapat diubah menjadi pembelajaran yang bermanfaat.

Outward Bound Model

Experiential Learning – Outward Bound Model adalah salah satu model pembelajaran Experiential Learning yang memfokuskan pada pengalaman petualangan dan aktivitas luar ruangan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh seorang guru bernama Kurt Hahn pada tahun 1941 di Inggris sebagai sarana untuk melatih mahasiswa yang ingin menjadi anggota pasukan militer. Kemudian, model ini berkembang dan mulai digunakan dalam bidang pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia.

Model ini menggunakan pendekatan pembelajaran melalui petualangan (adventure-based learning) di mana peserta akan ditempatkan dalam situasi yang menuntut keterampilan, keberanian, dan kemampuan bertahan hidup. Peserta akan melakukan berbagai aktivitas yang menantang seperti pendakian gunung, rafting, hiking, dan lain sebagainya.

Outward Bound Model memiliki empat tahapan pembelajaran yaitu:

  • Tahap pra-petualangan (pre-adventure): pada tahap ini, peserta akan diberikan informasi mengenai petualangan yang akan dilakukan dan persiapan yang harus dilakukan sebelum berangkat.
  • Tahap pembukaan (opening): pada tahap ini, peserta akan dikenalkan dengan instruktur dan sesama peserta. Mereka akan membangun kepercayaan dan saling mendukung satu sama lain.
  • Tahap petualangan (adventure): pada tahap ini, peserta akan mengalami berbagai macam aktivitas petualangan yang menantang. Mereka akan belajar bagaimana bekerja sama dalam menghadapi rintangan dan mengembangkan kemampuan diri.
  • Tahap penutup (closing): pada tahap ini, peserta akan mengevaluasi pengalaman yang telah mereka alami. Mereka akan memetik pelajaran dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.

Dalam Outward Bound Model, pengalaman petualangan dianggap sebagai media yang efektif untuk meningkatkan kepercayaan diri, rasa percaya, kemampuan bertahan hidup, keterampilan sosial, serta mengembangkan kemampuan diri. Selain itu, model ini juga mendorong peserta untuk mengembangkan sikap yang positif terhadap lingkungan dan meningkatkan keterampilan kepemimpinan.

Project-Based Learning Model

Experiential Learning – Model pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) adalah model pembelajaran yang menekankan pada penerapan teori yang dipelajari dalam sebuah proyek nyata. Dalam model ini, siswa diajak untuk belajar dengan cara melakukan dan memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari.

Model pembelajaran ini telah digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, mulai dari pendidikan, teknologi, hingga bisnis. Tujuan dari model ini adalah untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan seperti keterampilan berpikir kritis, kolaborasi, dan pemecahan masalah.

Proses pembelajaran dalam model ini dimulai dengan siswa memilih topik atau masalah yang ingin dipecahkan. Selanjutnya, mereka melakukan penelitian dan merencanakan strategi untuk menyelesaikan proyek tersebut. Setelah itu, mereka melaksanakan proyek dengan bimbingan guru atau mentor, dan kemudian mempresentasikan hasil proyek mereka.

Model pembelajaran berbasis proyek memiliki beberapa keuntungan, seperti membantu siswa untuk lebih memahami konsep-konsep yang dipelajari, meningkatkan motivasi belajar siswa, dan membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja. Namun, model ini juga memiliki beberapa tantangan, seperti membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan proyek dan memerlukan sumber daya yang cukup banyak.

Dalam konteks Experiential Learning, model pembelajaran berbasis proyek dapat membantu siswa untuk belajar dengan cara yang lebih praktis dan terlibat dalam pengalaman langsung. Melalui proyek yang mereka kerjakan, siswa dapat mempraktikkan konsep-konsep yang telah dipelajari dan meningkatkan pemahaman mereka tentang materi tersebut.

Service Learning Model

Experiential Learning – Service Learning Model adalah salah satu model pembelajaran Experiential Learning yang berfokus pada pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dalam model ini, peserta didik diberikan kesempatan untuk terlibat dalam suatu proyek atau aktivitas yang melibatkan pelayanan sosial kepada masyarakat.

Tujuan dari Service Learning Model adalah memberikan pengalaman langsung dan menggugah empati serta kesadaran sosial bagi peserta didik. Selain itu, model ini juga dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan keterampilan interpersonal, kepemimpinan, dan pemecahan masalah.

Proses pembelajaran pada Service Learning Model melibatkan tiga tahap, yaitu persiapan, pelayanan, dan refleksi. Pada tahap persiapan, peserta didik akan mempelajari tentang masalah sosial yang ada di masyarakat dan cara untuk memberikan pelayanan yang efektif. Pada tahap pelayanan, peserta didik akan terlibat langsung dalam memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat. Pada tahap refleksi, peserta didik akan merenungkan pengalaman yang telah dilalui dan belajar dari pengalaman tersebut.

Model ini dapat dilakukan oleh berbagai macam institusi pendidikan, seperti sekolah, universitas, atau organisasi masyarakat. Dalam praktiknya, model ini dapat dilakukan dengan mengadakan kegiatan seperti program magang, pengabdian masyarakat, atau kegiatan sosial lainnya.

Dengan mengadopsi Service Learning Model, peserta didik dapat belajar dengan cara yang lebih interaktif dan membantu mereka untuk mengembangkan kepedulian sosial dan keterampilan yang berguna dalam kehidupan mereka.

Role-Playing Model

Experiential Learning – Model pembelajaran Role-Playing adalah salah satu jenis pembelajaran Experiential Learning yang memperkenalkan konsep pembelajaran melalui simulasi. Dalam model ini, siswa berperan sebagai karakter atau tokoh dalam sebuah situasi yang dihadapi dalam kehidupan nyata. Siswa diharapkan untuk memainkan peran dan bertindak seperti karakter atau tokoh yang mereka perankan.

Tujuan dari model pembelajaran ini adalah untuk memperkenalkan siswa dengan situasi dunia nyata dan mengajarkan mereka bagaimana cara bertindak dan bereaksi dalam situasi tersebut. Dalam model ini, siswa akan belajar melalui pengalaman langsung dan akan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang situasi tersebut.

Model pembelajaran Role-Playing sangat cocok untuk memperkenalkan siswa pada situasi-situasi sosial dan emosional yang sulit dijelaskan secara verbal atau melalui gambar. Dalam situasi tersebut, siswa dapat memainkan peran dan mengeksplorasi perasaan, motivasi, dan konflik yang terjadi. Model pembelajaran ini juga dapat membantu meningkatkan kemampuan interpersonal dan sosial siswa, karena mereka akan belajar bekerja sama dan berkomunikasi dengan rekan mereka dalam situasi yang tidak biasa.

Dalam model Role-Playing, guru perlu memastikan bahwa siswa telah dipersiapkan dengan baik sebelum memainkan peran mereka. Guru harus memberikan informasi yang cukup tentang situasi dan karakter yang akan dimainkan, serta memberikan arahan yang jelas tentang tujuan dan tugas yang harus dilakukan. Setelah siswa memainkan perannya, guru harus memberikan umpan balik yang konstruktif dan membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang situasi tersebut.

Dalam keseluruhan, model pembelajaran Role-Playing merupakan salah satu metode yang efektif dalam pembelajaran Experiential Learning karena memungkinkan siswa untuk belajar melalui pengalaman langsung dalam situasi dunia nyata dan membantu meningkatkan kemampuan interpersonal dan sosial mereka.

Pengaruh teori pada Experiential Learning

Experiential Learning – Experiential Learning adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengalaman langsung dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Pendekatan ini juga sangat dipengaruhi oleh beberapa teori belajar, yang memberikan pemahaman lebih lanjut tentang cara manusia memperoleh, memproses, dan mengingat informasi.

Salah satu teori belajar yang berpengaruh besar pada Experiential Learning adalah teori konstruktivisme, yang diungkapkan oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Teori ini mengemukakan bahwa manusia membangun pemahaman dan pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman dan interaksi sosial. Dalam konteks Experiential Learning, teori konstruktivisme menekankan pada pentingnya memungkinkan siswa untuk membangun pemahaman mereka sendiri melalui pengalaman langsung dan refleksi.

Teori belajar lainnya yang juga berpengaruh pada Experiential Learning adalah teori pembelajaran sosial, yang diperkenalkan oleh Albert Bandura. Teori ini menekankan pada pentingnya model peran dan pengaruh lingkungan sosial pada pembelajaran dan perilaku manusia. Dalam konteks Experiential Learning, teori ini menunjukkan bahwa pengalaman langsung dan refleksi tidak hanya melibatkan individu, tetapi juga melibatkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sosial yang ada.

Selain itu, teori belajar yang juga penting dalam Experiential Learning adalah teori pembelajaran melalui pengalaman, yang diperkenalkan oleh David Kolb. Teori ini mengemukakan bahwa pembelajaran terjadi melalui siklus pengalaman, refleksi, konseptualisasi, dan aksi. Dalam konteks Experiential Learning, teori ini menunjukkan bahwa siswa harus mengalami langsung konsep-konsep dan keterampilan yang ingin dipelajari, kemudian merenung dan mengolah pengalaman itu melalui refleksi, dan akhirnya mengaplikasikan pemahaman dan keterampilan yang telah diperoleh dalam situasi dunia nyata.

Secara keseluruhan, pengaruh teori belajar pada Experiential Learning menunjukkan betapa pentingnya pemahaman tentang bagaimana manusia memperoleh, memproses, dan mengingat informasi. Dengan memahami dan mengintegrasikan teori-teori belajar ini ke dalam praktik pembelajaran, Experiential Learning dapat menjadi pendekatan pembelajaran yang lebih efektif dan bermakna bagi siswa.

Implementasi Experiential Learning

Experiential Learning – Implementasi Experiential Learning adalah cara untuk menerapkan konsep pembelajaran berbasis pengalaman dalam situasi dunia nyata. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai metode seperti outbound training, role-playing, project-based learning, dan lain-lain.

Dalam implementasi Experiential Learning, terdapat beberapa langkah penting yang harus dilakukan, antara lain:

  • Menentukan tujuan pembelajaran yang jelas dan terukur.
  • Mendesain kegiatan pembelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajaran.
  • Mengembangkan situasi pembelajaran yang mendukung pengalaman belajar peserta.
  • Memfasilitasi peserta untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
  • Mendorong refleksi dan evaluasi terhadap pengalaman belajar yang telah dijalani.

Implementasi Experiential Learning dapat dilakukan dalam berbagai konteks pembelajaran, seperti di lembaga pendidikan formal, perusahaan, organisasi masyarakat, dan lain-lain. Selain itu, Experiential Learning juga dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang, seperti pengembangan keterampilan, peningkatan produktivitas, pengembangan kepemimpinan, dan sebagainya.

Dalam konteks lembaga pendidikan formal, Experiential Learning dapat diimplementasikan melalui kegiatan praktikum, magang, studi lapangan, dan lain-lain. Sementara itu, di perusahaan, Experiential Learning dapat dilakukan melalui program pelatihan, workshop, atau kegiatan outbound training.

Dalam semua konteks pembelajaran, implementasi Experiential Learning bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna bagi peserta, sehingga peserta dapat lebih mudah memahami dan mengingat materi yang dipelajari, serta mampu mengaplikasikan keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh dalam situasi dunia nyata.

Penggunaan Experiential Learning di berbagai bidang

Experiential Learning – Experiential Learning (pembelajaran berbasis pengalaman) memiliki penerapan yang luas di berbagai bidang, terutama dalam bidang pendidikan dan pelatihan kerja.

Dalam pendidikan, Experiential Learning digunakan untuk memperkaya pengalaman belajar siswa dengan mempertemukan mereka dengan lingkungan dunia nyata. Melalui pengalaman langsung, siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, dan memecahkan masalah secara lebih efektif. Experiential Learning juga membantu siswa memahami konsep dan teori yang diajarkan secara lebih menyeluruh dan terintegrasi.

Di bidang pelatihan kerja, Experiential Learning digunakan untuk melatih keterampilan dan pengetahuan praktis. Pelatihan berbasis pengalaman memungkinkan karyawan untuk mengalami situasi dunia nyata dan mengasah keterampilan yang mereka butuhkan dalam pekerjaan mereka. Pelatihan ini juga dapat membantu dalam pengembangan kepemimpinan, kerja tim, dan keterampilan komunikasi.

Selain itu, Experiential Learning juga digunakan di bidang kesehatan dan rehabilitasi, misalnya dalam terapi kelompok dan terapi permainan. Metode ini juga digunakan dalam pengembangan produk dan teknologi baru, serta dalam pengembangan organisasi dan manajemen.

Dengan penggunaan Experiential Learning di berbagai bidang, metode ini terus berkembang dan diterapkan secara luas untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman peserta dalam dunia nyata.

Contoh kegiatan Experiential Learning

Experiential Learning – Experiential Learning adalah model pembelajaran yang menekankan pada pengalaman langsung dan refleksi untuk mencapai pembelajaran yang efektif dan bermakna. Ada banyak kegiatan yang dapat diimplementasikan dengan menggunakan pendekatan Experiential Learning ini. Berikut adalah beberapa contoh kegiatan Experiential Learning yang bisa dilakukan:

  • Role-playing: Kegiatan ini melibatkan peserta untuk memerankan suatu karakter atau situasi tertentu, baik secara individu atau kelompok. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempraktekkan keterampilan dalam berkomunikasi, bekerja sama, dan menyelesaikan masalah.
  • Outdoor activities: Kegiatan di luar ruangan seperti hiking, camping, atau orienteering, dapat menjadi contoh kegiatan Experiential Learning. Dalam kegiatan ini, peserta akan memperoleh pengalaman langsung dan belajar untuk mengatasi tantangan dan hambatan yang muncul di lapangan.
  • Case studies: Dalam kegiatan ini, peserta akan mempelajari kasus nyata dari industri atau organisasi tertentu dan memecahkan masalah yang ada. Peserta akan melakukan analisis dan refleksi untuk menemukan solusi terbaik.
  • Simulasi bisnis: Kegiatan ini mensimulasikan situasi bisnis di mana peserta harus mengambil keputusan yang berkaitan dengan manajemen sumber daya, keuangan, pemasaran, dan lainnya. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam bentuk game atau role-playing.
  • Proyek karya: Kegiatan ini melibatkan peserta untuk merancang dan mengembangkan produk atau karya dari ide awal hingga produk akhir. Kegiatan ini dapat dilakukan secara individu atau dalam kelompok, dengan tujuan untuk mempraktekkan keterampilan dalam berkolaborasi, bekerja keras, dan menyelesaikan proyek dalam waktu yang ditentukan.

Contoh kegiatan Experiential Learning di atas menunjukkan bagaimana pendekatan ini dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks pembelajaran. Kegiatan-kegiatan tersebut menekankan pada pengalaman langsung, refleksi, dan pemecahan masalah yang berguna untuk mencapai pembelajaran yang efektif dan bermakna.

Keuntungan Experiential Learning

Experiential Learning – Experiential Learning memiliki beberapa keuntungan yang dapat memberikan dampak positif bagi para peserta maupun institusi yang melaksanakannya. Beberapa keuntungan tersebut antara lain:

  • Meningkatkan pemahaman dan pengalaman praktis Metode ini memungkinkan peserta untuk belajar dengan langsung mengalami situasi, sehingga mereka dapat memahami dan merasakan langsung apa yang sedang dipelajari. Peserta dapat mempraktikkan teori-teori yang telah dipelajari di kelas dan melihat langsung bagaimana penerapannya di lapangan. Hal ini akan membantu peserta untuk memperoleh pengalaman dan pemahaman yang lebih baik.
  • Meningkatkan motivasi belajar Peserta cenderung lebih termotivasi untuk belajar ketika mereka terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar. Dengan memberikan pengalaman langsung dan melibatkan peserta secara aktif, metode ini dapat meningkatkan motivasi peserta untuk belajar.
  • Meningkatkan keterampilan sosial dan kerjasama tim Kegiatan Experiential Learning biasanya melibatkan kolaborasi dan interaksi antar peserta. Hal ini akan membantu peserta untuk meningkatkan keterampilan sosial, seperti kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama dalam tim.
  • Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas Dalam kegiatan Experiential Learning, peserta dihadapkan dengan situasi yang memerlukan pemecahan masalah dan kreativitas. Peserta ditantang untuk berpikir kritis dan mencari solusi yang efektif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
  • Lebih mudah diingat Metode ini juga lebih mudah diingat karena peserta terlibat secara aktif dalam kegiatan belajar. Mereka dapat mengingat pengalaman yang telah mereka alami dan belajar dari situasi yang telah mereka hadapi.

Dengan demikian, Experiential Learning adalah metode yang efektif untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan peserta, serta dapat memberikan banyak manfaat bagi institusi yang melaksanakannya.

Manfaat belajar dengan Metode Experiential Learning

Experiential Learning – Belajar dengan pendekatan Experiential Learning memiliki banyak manfaat bagi peserta didik dan peserta pelatihan. Beberapa manfaat tersebut antara lain:

  • Pengalaman langsung: Dalam Experiential Learning, peserta didik atau peserta pelatihan dapat mengalami sendiri situasi yang sedang dipelajari. Hal ini memungkinkan peserta untuk memahami secara lebih baik dan mendalam tentang materi yang sedang dipelajari.
  • Pembelajaran interaktif: Metode Experiential Learning memungkinkan peserta didik atau peserta pelatihan untuk terlibat aktif dalam proses belajar. Peserta dapat berdiskusi dan berkolaborasi satu sama lain untuk memecahkan masalah atau menyelesaikan tugas. Hal ini dapat meningkatkan keterlibatan peserta dan memperkuat kerjasama antar peserta.
  • Meningkatkan keterampilan praktis: Dalam Experiential Learning, peserta didik atau peserta pelatihan dapat mempraktikkan langsung keterampilan yang sedang dipelajari. Hal ini dapat membantu peserta untuk lebih memahami dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan di dunia nyata.
  • Memperkuat pemahaman: Dalam Experiential Learning, peserta didik atau peserta pelatihan dapat membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang materi yang sedang dipelajari. Hal ini karena peserta dapat mengalami dan mempraktikkan sendiri konsep atau teori yang sedang dipelajari.
  • Meningkatkan motivasi: Peserta yang terlibat dalam Experiential Learning biasanya lebih termotivasi dalam belajar. Hal ini karena mereka merasa terlibat aktif dalam proses belajar dan merasa memiliki kendali atas pembelajaran mereka.
  • Pengembangan kreativitas: Dalam Experiential Learning, peserta didik atau peserta pelatihan dapat mengembangkan kreativitas mereka dalam menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah. Hal ini karena peserta didik atau peserta pelatihan dapat berpikir di luar kotak dan mengeksplorasi berbagai solusi yang mungkin.

Perbandingan metode pembelajaran

Experiential Learning – Metode pembelajaran tradisional umumnya bersifat pasif dan berpusat pada guru, sedangkan Experiential Learning lebih berfokus pada pengalaman langsung dan partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran tradisional, siswa sering kali duduk diam dan mendengarkan penjelasan dari guru, sedangkan dalam Experiential Learning, siswa aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang melibatkan interaksi dengan lingkungan dan situasi nyata.

Perbandingan antara Experiential Learning dan metode pembelajaran tradisional dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, dalam Experiential Learning, siswa memiliki kontrol yang lebih besar atas proses pembelajaran dan mengambil peran yang lebih aktif dalam mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka. Kedua, metode Experiential Learning dapat meningkatkan motivasi dan minat siswa dalam pembelajaran, karena pengalaman langsung yang menyenangkan dan menantang. Ketiga, pembelajaran dengan Experiential Learning lebih kontekstual, karena siswa terlibat dalam situasi nyata yang dapat memperkaya pengalaman mereka.

Dalam metode pembelajaran tradisional, kelemahan yang sering dijumpai adalah siswa hanya mengandalkan penjelasan dari guru tanpa menemukan aplikasi nyata dalam kehidupan mereka. Sementara dalam Experiential Learning, siswa belajar melalui pengalaman langsung yang dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dan mendalam tentang topik tertentu. Oleh karena itu, Experiential Learning dapat memperbaiki kualitas dan efektivitas proses pembelajaran.

Simpulan dan FAQ Sejarah Perkembangan Experiential Learning

Experiential Learning atau pembelajaran pengalaman merupakan metode pembelajaran yang sangat populer saat ini. Metode ini memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik melalui kegiatan-kegiatan yang melibatkan interaksi, refleksi, dan pembelajaran aktif. Sejarah Experiential Learning dimulai pada awal abad ke-20, ketika tokoh-tokoh seperti John Dewey, Kurt Lewin, Carl Rogers, dan David Kolb memperkenalkan konsep pembelajaran pengalaman yang lebih fokus pada pengalaman langsung dan refleksi.

Pengembangan Experiential Learning berkembang di berbagai disiplin ilmu, termasuk pendidikan, psikologi, manajemen, dan pelatihan kerja. Tokoh-tokoh seperti Lev Vygotsky, Howard Gardner, dan Paulo Freire memberikan kontribusi penting dalam pengembangan metode ini.

Dalam pengimplementasiannya, Experiential Learning dapat dilakukan melalui berbagai model, seperti Outward Bound Model, Project-Based Learning Model, Service Learning Model, dan Role-Playing Model. Keuntungan Experiential Learning termasuk peningkatan motivasi belajar, pengembangan keterampilan sosial dan keterampilan hidup, serta pengembangan kemampuan kognitif peserta didik.

Dalam pandangan ke depan, Experiential Learning diharapkan akan terus berkembang dan digunakan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan formal, pelatihan kerja, dan pengembangan pribadi. Penting bagi para praktisi dan peneliti untuk terus memperhatikan perkembangan dan implementasi Experiential Learning, sehingga metode ini dapat terus dioptimalkan dan memberikan manfaat yang maksimal bagi peserta didik dan masyarakat secara luas.

Q : Apa itu Experiential Learning?

A : Experiential Learning adalah teori pendidikan yang kemudian menjadi dasar pembelajaran holistik dengan menggunakan pengalaman sebagai proses pendidikan.

Q : Siapa tokoh utama dalam perkembangan Experiential Learning?

A : Salah satu tokoh utama dalam perkembangan Experiential Learning adalah David A. Kolb.

Q : Bagaimana David A. Kolb mendefinisikan belajar?

A : David A. Kolb mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman.

Q : Apa saja tahapan belajar menurut David A. Kolb?

A : David A. Kolb membagi belajar menjadi 4 tahapan, yaitu: Tahap pengamalan konkrit (Concrete Experience), Tahap Pengalaman Aktif dan Reflektif (Reflection Observation), Tahap Konseptualisasi (Abstract Conseptualization) dan Tahap Eksperimentasi Aktif (Active Experimentation).

Q : Apa itu Experiential Learning Theory (ELT)?

A : Experiential Learning Theory (ELT) adalah teori yang dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an yang kemudian menjadi dasar model pembelajaran experiential learning.

Q : Apa peran pengalaman dalam Experiential Learning?

A : Dalam Experiential Learning, pengalaman mempunyai peran sentral dalam proses belajar.

Q : Apa kelebihan metode Experiential Learning?

A : Metode Experiential Learning memungkinkan para peserta didik untuk belajar dengan memenuhi seluruh aspek penting dalam proses pembelajaran, yakni kognitif, afektif, dan emosi.

Q : Apa kekurangan metode Experiential Learning?

A : Saya tidak menemukan informasi spesifik tentang kekurangan metode Experiential Learning dari hasil pencarian saya.

Q : Bagaimana cara melakukan Experiential Learning?

A : Untuk melakukan Experiential Learning, terdapat beberapa langkah yang dapat diikuti, yaitu: Kegiatan Persiapan, Kegiatan Inti (Eksplorasi dan Elaborasi), dan Kegiatan Penutup.

A : Hubungi telepon kami di nomor +62 811-140-996 untuk merencanakan Pelatihan dan Pengembangan SDM berbasis outbound di Highland Camp.


Beranda » Experiential learning

The post Experiential Learning; Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Berbasis Pengalaman appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Learning by Experience https://highlandexperience.co.id/learning-by-experience Sun, 20 Aug 2023 09:51:29 +0000 https://highlandexperience.co.id/?p=7981 Pembelajaran melalui Pengalaman, yang sering kali dirujuk sebagai metode belajar pengalaman, merupakan pendekatan pedagogis yang menekankan pentingnya interaksi langsung antara individu dan konteks pembelajaran mereka. Pembelajaran tidak sekadar dipandang sebagai akuisisi pasif informasi, tetapi sebagai proses yang memerlukan partisipasi aktif, refleksi, dan integrasi pengalaman langsung. Metode ini secara khusus mengakui dan memanfaatkan potensi pembelajaran yang [...]

The post Learning by Experience appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Pembelajaran melalui Pengalaman, yang sering kali dirujuk sebagai metode belajar pengalaman, merupakan pendekatan pedagogis yang menekankan pentingnya interaksi langsung antara individu dan konteks pembelajaran mereka. Pembelajaran tidak sekadar dipandang sebagai akuisisi pasif informasi, tetapi sebagai proses yang memerlukan partisipasi aktif, refleksi, dan integrasi pengalaman langsung. Metode ini secara khusus mengakui dan memanfaatkan potensi pembelajaran yang terkandung dalam tindakan nyata, pengamatan, dan interaksi dengan dunia nyata.

[IKLAN DULU] Hubungi Hotline kami di nomor +62 811-1200-996 guna merencanakan program pelatihan sumberdaya manusia dengan berbasis Outdoor education di Highland Camp Learning Center.


H O T L I N E +62 811-1200-996

RESERVASI


Learning by Experience

Konsep pembelajaran melalui pengalaman telah mengakar dalam sejarah pendidikan dan pengembangan manusia. Filsuf seperti John Dewey telah mengemukakan pandangan tentang pentingnya belajar melalui pengalaman sebagai landasan bagi pertumbuhan pribadi dan intelektual. Dalam praktiknya, pendekatan ini mewadahi beragam bentuk pembelajaran yang mencakup magang, simulasi, proyek praktis, eksperimen, dan sejumlah aktivitas yang mendorong siswa untuk berinteraksi secara langsung dengan materi pelajaran.

Para pendukung metode pembelajaran ini menekankan bahwa pembelajaran melalui pengalaman memiliki potensi untuk meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam, pengembangan keterampilan praktis, serta kemampuan untuk mengaitkan konsep-konsep teoritis dengan konteks dunia nyata.

Proses refleksi yang merupakan bagian integral dari pendekatan ini memungkinkan individu untuk mengartikulasikan dan menganalisis pengalaman mereka, mengidentifikasi pola-pola, dan mengambil hikmah yang dapat diterapkan pada situasi masa depan.

Tokoh-Tokoh Bidang EL

Beberapa tokoh terkemuka dalam bidang Pembelajaran Berdasarkan Pengalaman (Experiential Learning) meliputi:

  • John Dewey: Filsuf dan pendidik Amerika yang dianggap sebagai salah satu pendiri gerakan pendidikan progresif. Dewey mendukung belajar melalui pengalaman langsung dan menggambarkan pendidikan sebagai proses berkelanjutan yang melibatkan interaksi antara individu dan lingkungan.
  • David A. Kolb: Psikolog dan pendidik yang mengembangkan Model Pembelajaran Berbasis Pengalaman. Model ini berpusat pada konsep siklus belajar yang terdiri dari empat tahapan: pengalaman konkret, refleksi, konseptualisasi abstrak, dan uji coba dalam tindakan. Kolb juga mengidentifikasi gaya belajar yang berhubungan dengan siklus ini.
  • Carl Rogers: Psikolog humanistik yang mengembangkan teori belajar yang dikenal sebagai “pembelajaran bebas” (freedom to learn). Ia mengemukakan pentingnya pengalaman langsung dan personalitas dalam proses belajar, dengan penekanan pada kemandirian dan pertumbuhan pribadi.
  • Jean Piaget: Psikolog perkembangan yang terkenal dengan kontribusinya dalam pemahaman bagaimana anak-anak belajar dan berkembang. Meskipun tidak secara eksklusif berfokus pada pembelajaran melalui pengalaman, pendekatan konstruktivistik Piaget mengakui pentingnya interaksi langsung anak dengan lingkungan dalam membangun pemahaman.
  • Paulo Freire: Pendidik dan filsuf asal Brasil yang dikenal dengan teorinya tentang pendidikan pembebasan. Freire menekankan pentingnya dialog, partisipasi aktif, dan refleksi dalam pembelajaran. Ia berupaya untuk menghilangkan ketidaksetaraan dan pengkotakan melalui pendidikan yang membangun kesadaran kritis.
  • Kurt Hahn: Pendidik dan pendiri Outward Bound, program pendidikan petualangan yang menekankan pembelajaran melalui pengalaman di alam terbuka. Hahn percaya bahwa pengalaman fisik dan mental yang menantang dapat membentuk karakter dan memperluas pemahaman.
  • Donald A. Schön: Seorang teoritikus belajar yang mengembangkan konsep “pemantauan reflektif” dan “refleksi dalam tindakan”. Ia menyoroti pentingnya refleksi dalam situasi nyata sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan profesional dan pemahaman.

Tokoh-tokoh ini memiliki peran penting dalam mengembangkan pemahaman kita tentang bagaimana pembelajaran melalui pengalaman dapat diterapkan dalam konteks pendidikan dan pengembangan manusia.

John Dewey

Dewey percaya bahwa pengalaman adalah dasar utama dalam proses belajar, dan bahwa individu secara aktif harus terlibat dalam pengalaman-pengalaman dunia nyata untuk membangun pemahaman yang mendalam.

Menurutnya, pembelajaran bukanlah sekadar menerima informasi dari luar, tetapi melibatkan pemikiran kritis, refleksi, dan tindakan. Ia menganggap pengalaman sebagai pintu gerbang utama untuk memahami konsep-konsep abstrak. Dalam pandangannya, individu belajar dengan berinteraksi secara langsung dengan lingkungan mereka, menghadapi tantangan, dan merenung tentang implikasi dari tindakan-tindakan mereka.

Dewey menekankan pentingnya “siklus belajar” yang melibatkan empat langkah: pengalaman konkret, refleksi, umpan balik, dan generalisasi. Proses ini dimulai dengan tindakan nyata yang melibatkan individu dalam situasi tertentu. Kemudian, individu merenung tentang pengalaman tersebut, mengidentifikasi pola-pola, dan mengaitkannya dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Umpan balik dari tindakan tersebut membantu memperdalam pemahaman mereka. Akhirnya, generalisasi terjadi ketika individu mampu mengambil prinsip-prinsip yang ditemukan dari pengalaman konkret dan mengaplikasikannya pada situasi yang berbeda.

Pendekatan Dewey berakar pada gagasan bahwa pendidikan harus relevan dengan kehidupan nyata dan harus memberikan siswa kesempatan untuk mengembangkan keterampilan praktis serta pemahaman konseptual. Dia memandang guru bukan hanya sebagai penyampai informasi, tetapi sebagai fasilitator yang membantu siswa menjalani pengalaman yang bermakna dan merangsang pemikiran kritis.

Dalam teori ini, pembelajaran melalui pengalaman bukan hanya tentang mendapatkan pengetahuan, tetapi juga tentang mengembangkan kemampuan untuk berpikir secara kritis, beradaptasi dengan perubahan, dan berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat. Teori Pembelajaran melalui Pengalaman oleh John Dewey tetap menjadi landasan penting dalam pendekatan pendidikan yang menekankan interaksi langsung dengan dunia nyata sebagai sumber belajar yang paling berarti.

David A. Kolb

Menurut Kolb, pembelajaran melalui pengalaman melibatkan empat tahapan utama yang membentuk “siklus belajar”: pengalaman konkret, observasi dan refleksi, konseptualisasi abstrak, serta uji coba dalam tindakan. Individu memulai dengan pengalaman nyata, yang kemudian diikuti oleh refleksi mendalam terhadap pengalaman tersebut. Melalui refleksi ini, individu mengidentifikasi pola, implikasi, dan asumsi yang mendasari pengalaman tersebut.

Langkah berikutnya adalah konseptualisasi abstrak, di mana individu mencoba menghubungkan pengalaman konkret dengan konsep-konsep teoritis yang relevan. Proses ini mengarah pada pembentukan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih umum. Akhirnya, uji coba dalam tindakan mengharuskan individu mengaplikasikan konsep-konsep baru yang telah dipelajari ke dalam situasi nyata, menciptakan lingkaran penuh dari belajar melalui pengalaman.

Teori Kolb juga mengidentifikasi empat gaya belajar yang berkaitan dengan siklus belajar ini: konvergen, divergen, asimilasi, dan akomodasi. Individu cenderung memiliki preferensi tertentu dalam pendekatan belajar mereka, yang dapat mencakup analisis, sintesis, penerapan praktis, atau refleksi kreatif.

Pendekatan Kolb menekankan pentingnya refleksi yang mendalam dan penerapan praktis dalam proses pembelajaran. Ia menganggap bahwa pembelajaran yang bermakna terjadi ketika individu benar-benar terlibat dalam proses belajar, baik melalui pengalaman nyata maupun melalui refleksi kritis terhadap pengalaman tersebut.

Carl Rogers

Rogers mengartikulasikan pandangannya tentang pembelajaran melalui konsep “pembelajaran bebas” (freedom to learn). Ia meyakini bahwa proses belajar yang efektif terjadi ketika individu memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi dan mengalami lingkungan mereka dengan cara yang penuh makna. Di bawah konsep ini, beberapa aspek penting tentang teori Rogers tentang pembelajaran melalui pengalaman muncul:

  • Pentingnya Pengalaman Pribadi: Rogers mengakui bahwa individu belajar paling baik melalui pengalaman yang langsung relevan dengan kehidupan mereka. Pengalaman-pengalaman ini menciptakan dorongan untuk eksplorasi lebih lanjut dan pemahaman yang lebih mendalam.
  • Kemandirian dalam Belajar: Rogers menekankan bahwa pembelajaran yang bermakna terjadi ketika individu memiliki kontrol atas proses belajar mereka sendiri. Ini memungkinkan mereka untuk mengejar minat mereka, menjalani eksperimen, dan merenung tentang hasil yang mereka alami.
  • Konteks Emosional yang Aman: Rogers menyoroti pentingnya lingkungan yang mendukung untuk belajar. Individu cenderung lebih menerima pengalaman dan merenung dengan baik ketika mereka merasa diterima dan aman dalam lingkungan tersebut.
  • Pemahaman Diri dan Pertumbuhan Pribadi: Menurut Rogers, belajar melalui pengalaman bukan hanya tentang memahami konsep eksternal, tetapi juga tentang mengembangkan pemahaman tentang diri sendiri. Pengalaman pribadi dapat mengarah pada peningkatan kesadaran diri dan pertumbuhan pribadi yang berkelanjutan.
  • Refleksi dan Perubahan: Rogers menekankan pentingnya refleksi atas pengalaman yang dihadapi. Melalui refleksi ini, individu mampu memahami perasaan dan pemikiran mereka, dan juga merumuskan langkah-langkah untuk perubahan atau tindakan selanjutnya.

Dalam esensi, teori Belajar melalui Pengalaman oleh Carl Rogers menunjukkan bahwa pembelajaran yang bermakna berasal dari pengalaman langsung yang relevan, didukung oleh lingkungan emosional yang positif, dan diperkaya oleh refleksi yang mendalam. Pemahaman ini memiliki implikasi luas dalam pendekatan pendidikan dan pengembangan pribadi yang berpusat pada individu.

Jean Piaget

Salah satu konsep kunci dalam teori Piaget adalah “konstruktivisme”. Ia percaya bahwa individu aktif dalam membangun pemahaman mereka tentang dunia melalui interaksi dengan lingkungan. Dalam konteks pembelajaran melalui pengalaman, beberapa elemen penting dari teori Piaget dapat dijelaskan:

Adaptasi: Piaget mengemukakan bahwa belajar adalah hasil dari adaptasi terhadap lingkungan. Proses ini melibatkan asimilasi, yaitu menghubungkan pengalaman baru dengan pengetahuan yang sudah ada, serta akomodasi, yaitu mengubah skema kognitif untuk mengakomodasi informasi baru.

Skema Kognitif: Skema adalah struktur mental yang digunakan individu untuk memahami dunia. Pengalaman langsung berkontribusi pada perkembangan skema ini karena individu mengamati, merenungkan, dan menggabungkan informasi baru dalam skema yang ada.

Equilibration: Piaget menggambarkan proses keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sebagai “equilibration”. Individu terus-menerus mencari keseimbangan antara informasi baru dan pengetahuan yang ada, yang mengarah pada pemahaman yang lebih matang.

Pembelajaran melalui Pengalaman: Dalam perkembangan kognitif anak-anak, Piaget menyoroti bagaimana pengalaman langsung, seperti bermain, berinteraksi dengan objek, dan memecahkan masalah, berperan dalam pembentukan konsep-konsep dan pemahaman tentang dunia.

Zona Proximal Pembangunan: Meskipun konsep ini lebih erat terkait dengan Vygotsky, Piaget juga menyentuh aspek ini dalam teorinya. Ia mengakui pentingnya interaksi dengan rekan sebaya atau orang dewasa yang lebih berpengalaman dalam memfasilitasi pembelajaran melalui diskusi dan berkolaborasi.

Dengan demikian, meskipun teori Piaget tidak secara eksklusif berfokus pada pembelajaran melalui pengalaman, pendekatannya menggambarkan bagaimana interaksi langsung dengan lingkungan dan pengalaman memainkan peran sentral dalam proses konstruktif pembelajaran dan perkembangan kognitif.

Paulo Freire

Paulo Freire, seorang pendidik, filsuf, dan pemikir sosial asal Brasil, telah memberikan kontribusi yang sangat berarti terhadap konsep pendidikan pembebasan yang mencakup elemen penting pembelajaran melalui pengalaman. Pendekatannya mengarah pada pemberdayaan individu melalui refleksi kritis, partisipasi aktif, dan dialog yang berpusat pada pengalaman mereka.

Pendekatan Dialogis dan Partisipatif: Teori Freire, yang dikenal sebagai “pendidikan pembebasan” atau “pendidikan kritis”, mengusung pendekatan dialogis yang menempatkan guru dan siswa dalam hubungan saling menghormati dan berbagi pengetahuan. Ini kontras dengan pendekatan tradisional yang melibatkan transfer sepihak dari informasi. Dalam konteks ini, pengalaman langsung dan pandangan siswa dianggap bernilai dan diakui.

Pembelajaran melalui Refleksi Kritis: Freire menekankan pentingnya refleksi kritis atas pengalaman. Siswa didorong untuk merenung tentang realitas mereka dan menganalisis dinamika sosial, politik, dan budaya yang mempengaruhi kehidupan mereka. Melalui refleksi ini, individu dapat membuka mata terhadap ketidaksetaraan dan ketidakadilan, serta merumuskan langkah-langkah untuk perubahan.

Penggunaan Kata-menggambar: Freire mempraktikkan pendekatan “kata-menggambar” (word-generating) dalam pendidikan. Ini melibatkan penggunaan kata-kata kunci yang berasal dari pengalaman siswa untuk memulai dialog dan refleksi. Konsep-konsep ini memberikan landasan untuk diskusi kritis tentang isu-isu sosial dan memberdayakan siswa untuk merumuskan konsep-konsep dan solusi mereka sendiri.

Pendidikan untuk Pembebasan dan Kesadaran: Teori Freire menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran sosial dan politik. Ia percaya bahwa pendidikan yang bermakna harus membantu siswa menyadari situasi mereka dan memberdayakan mereka untuk mengambil tindakan yang mengarah pada perubahan sosial positif.

Konteks Pengalaman Nyata: Pembelajaran melalui pengalaman dalam teori Freire terjadi dalam konteks kehidupan nyata siswa. Pengalaman-pengalaman pribadi mereka, tantangan, dan kekhawatiran menjadi titik awal refleksi dan dialog. Ini membantu siswa menghubungkan pelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari mereka.

Kurt Hahn

Kurt Hahn, seorang pendidik dan inovator pendidikan, terkenal karena pendekatannya yang revolusioner terhadap pembelajaran melalui pengalaman. Melalui konsep Outward Bound dan filosofi pendidikannya, Hahn telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami bagaimana pengalaman nyata dan tantangan fisik dapat berperan dalam pembentukan karakter dan pembelajaran individu.

  • Outward Bound: Pembelajaran melalui Petualangan: Hahn adalah pendiri Outward Bound, program pendidikan petualangan yang menekankan pembelajaran melalui pengalaman langsung di alam terbuka. Melalui kegiatan-kegiatan seperti hiking, pendakian gunung, dan aktivitas luar ruangan lainnya, peserta diajak untuk menghadapi tantangan fisik dan mental yang membangun rasa percaya diri, kerjasama, dan ketahanan.
  • Pembelajaran melalui Tantangan dan Kesulitan: Teori Hahn mendasarkan pendekatannya pada gagasan bahwa tantangan dan kesulitan yang dihadapi individu dapat membentuk karakter dan kemampuan mereka. Dia percaya bahwa melalui mengatasi rintangan fisik dan mental, individu dapat mengembangkan ketahanan, ketekunan, dan kemampuan untuk mengatasi hambatan dalam kehidupan.
  • Pengalaman Transformasional: Pendekatan Hahn menciptakan pengalaman transformasional di mana peserta dipicu untuk melebihi batas-batas mereka dan mengatasi ketidaknyamanan. Pengalaman ini merangsang pertumbuhan pribadi dan pembentukan nilai-nilai seperti keberanian, empati, dan tanggung jawab.
  • Pentingnya Kolaborasi dan Tim: Outward Bound menempatkan peserta dalam lingkungan kolaboratif yang memerlukan kerja tim dan komunikasi efektif. Ini menciptakan kesempatan untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain, mengatasi konflik, dan menghargai peran setiap anggota tim.
  • Penerapan dalam Pendidikan dan Pembangunan Karakter: Teori Hahn telah diadaptasi dalam berbagai konteks pendidikan dan pengembangan karakter. Pendekatannya berkontribusi pada pengembangan kepemimpinan, kepribadian, dan keterampilan interpersonal. Program Outward Bound dan filosofi pendidikan Hahn menginspirasi pendidikan experiential di seluruh dunia.

Donald A. Schön

Donald A. Schön, seorang sarjana interdisipliner yang dikenal karena kontribusinya dalam bidang teori pembelajaran, terutama dalam konteks profesional, mengembangkan pandangan yang menarik tentang bagaimana individu belajar melalui pengalaman praktis. Melalui konsep “pemantauan reflektif” dan “refleksi dalam tindakan”, Schön telah membuka jalan untuk pemahaman yang lebih dalam tentang pembelajaran yang terjadi dalam konteks pekerjaan dan profesional.

  • Pemantauan Reflektif: Schön menggarisbawahi pentingnya refleksi yang mendalam dalam praktik profesional. Pemantauan reflektif melibatkan kemampuan individu untuk mengamati tindakan mereka sendiri saat terlibat dalam situasi praktis. Dengan memantau tindakan dan refleksi ini, individu dapat mengidentifikasi pola, kemungkinan solusi, dan pertanyaan yang muncul dari pengalaman.
  • Refleksi dalam Tindakan: Konsep refleksi dalam tindakan menekankan bahwa proses belajar tidak hanya terjadi setelah tindakan selesai, tetapi juga dapat terjadi selama tindakan itu sendiri. Dalam situasi praktis, individu dapat secara reflektif mempertanyakan dan merenungkan tindakan mereka saat terlibat dalam situasi tersebut. Ini memungkinkan adaptasi dan penyesuaian sepanjang proses.
  • Teori Keprofesian dan Intuisi: Schön mengajukan gagasan tentang “teori kepemimpinan” (theory-in-use) dan “teori espoused” yang menggambarkan kontrast antara pengetahuan yang dimiliki individu (seperti prinsip-prinsip teoritis) dan bagaimana mereka menggunakannya dalam situasi praktis. Ia juga mengeksplorasi peran intuisi dalam pengambilan keputusan profesional, yang terbentuk oleh pengalaman dan refleksi yang terus-menerus.
  • Penyelesaian Masalah dalam Konteks Praktis: Schön menganggap penyelesaian masalah sebagai elemen utama dalam pembelajaran oleh pengalaman. Melalui pemantauan reflektif dan refleksi dalam tindakan, individu dapat mengatasi tantangan praktis dan mengembangkan kepekaan terhadap kompleksitas situasi yang mereka hadapi.
  • Keterampilan dalam Pembelajaran Berbasis Pengalaman: Konsep Schön berkontribusi pada pengembangan keterampilan yang relevan dalam konteks pembelajaran berbasis pengalaman. Kemampuan untuk secara reflektif memahami tindakan dan situasi serta kemampuan untuk beradaptasi dan berinovasi memainkan peran penting dalam perkembangan profesional.

Konklusi Learning by Experience

Pembelajaran melalui pengalaman adalah pendekatan yang memberikan peran sentral pada pengalaman langsung dalam proses belajar dan perkembangan individu. Melalui interaksi dengan dunia nyata, individu meresapi tantangan, refleksi, dan konseptualisasi yang menghasilkan pemahaman mendalam dan keterampilan praktis. Konsep ini telah dianut dan dikembangkan oleh berbagai tokoh dalam berbagai disiplin ilmu, seperti psikologi, pendidikan, dan filosofi.

Dari teori John Dewey yang mengeksplorasi pengalaman sebagai tonggak pembelajaran, hingga teori Carl Rogers yang menekankan peran pemahaman diri dalam konteks pembelajaran, setiap pendekatan memiliki perspektif uniknya. Teori David A. Kolb mengeksplorasi siklus pembelajaran berdasarkan pengalaman yang melibatkan refleksi dan aksi, sementara teori Jean Piaget fokus pada konstruktivisme dan perkembangan kognitif anak-anak melalui interaksi dengan lingkungan. Paulo Freire membawa dimensi pembebasan dan kritis dalam pembelajaran, sementara Kurt Hahn menggarisbawahi dampak transformasional pembelajaran melalui pengalaman petualangan.

Donald A. Schön membawa pendekatan profesional ke dalam konsep ini melalui pemantauan reflektif dan refleksi dalam tindakan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa pembelajaran melalui pengalaman memainkan peran penting dalam perkembangan individu, memungkinkan refleksi, penyesuaian, dan pertumbuhan pribadi yang berkelanjutan. Pendekatan ini tidak hanya memungkinkan pemahaman teoritis, tetapi juga menghubungkan pemahaman dengan praktik nyata, menciptakan landasan yang kuat untuk kesuksesan personal dan profesional. Dengan menghargai kompleksitas pengalaman dan memanfaatkannya sebagai sumber pengetahuan yang bermakna, individu dapat terus belajar dan tumbuh sepanjang perjalanan hidup mereka.


Beranda » Experiential learning

The post Learning by Experience appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
4 Komponen Siklus Experiential Learning https://highlandexperience.co.id/siklus-experiential-learning Tue, 15 Aug 2023 23:32:32 +0000 https://highlandexperience.co.id/?p=7908 Hubungi Hotline kami di nomor +62 811-1200-996 untuk mulai merencanakan program pelatihan sumberdaya manusia dengan metode Experiential Learning di Highland Camp Learning Center. Experiential learning Pembelajaran Experiential, yang dikemukakan oleh David A. Kolb, merupakan suatu pendekatan yang mendalam dan berwawasan luas dalam proses pendidikan yang menekankan pada keterlibatan aktif siswa dalam pengalaman nyata. Model ini [...]

The post 4 Komponen Siklus Experiential Learning appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Hubungi Hotline kami di nomor +62 811-1200-996 untuk mulai merencanakan program pelatihan sumberdaya manusia dengan metode Experiential Learning di Highland Camp Learning Center.


H O T L I N E +62 811-1200-996

RESERVASI


Experiential learning

Pembelajaran Experiential, yang dikemukakan oleh David A. Kolb, merupakan suatu pendekatan yang mendalam dan berwawasan luas dalam proses pendidikan yang menekankan pada keterlibatan aktif siswa dalam pengalaman nyata.

Model ini mendasari bahwa pembelajaran paling efektif terjadi ketika individu terlibat dalam serangkaian langkah berurutan, dimulai dari pengalaman konkret, refleksi tentang pengalaman tersebut, pengambilan kesimpulan atau generalisasi yang muncul, dan akhirnya menerapkan pemahaman baru tersebut dalam situasi praktis.

Menurut Kolb, empat tahap penting dalam siklus Experiential Learning adalah sebagai berikut:

  • Pengalaman Konkret (Concrete Experience): Tahap ini melibatkan terlibatnya siswa dalam pengalaman langsung dengan suatu situasi atau aktivitas. Pengalaman ini dapat merangsang respons emosional dan fisik yang kuat, memungkinkan siswa merasakan dan meresapi situasi secara mendalam.
  • Refleksi (Reflective Observation): Setelah mengalami situasi tersebut, siswa diundang untuk merenung dan merefleksikan pengalaman mereka. Refleksi ini melibatkan pemikiran kritis tentang apa yang telah terjadi, apa yang dirasakan, dan apa yang dipelajari dari pengalaman tersebut.
  • Konseptualisasi Abstrak (Abstract Conceptualization): Pada tahap ini, siswa menganalisis dan mengolah informasi yang diperoleh dari pengalaman dan refleksi mereka. Mereka mencoba untuk mencari pola atau prinsip umum yang dapat diterapkan pada berbagai situasi.
  • Pengujian dalam Tindakan (Active Experimentation): Langkah terakhir dari siklus ini melibatkan siswa dalam menguji konsep atau pemahaman baru yang mereka kembangkan melalui tindakan nyata. Mereka mengambil inisiatif untuk menerapkan pengetahuan baru dalam situasi konkret dan mengamati hasilnya.

Pendekatan Experiential Learning oleh David A. Kolb menggambarkan pentingnya pengalaman aktif, refleksi kritis, abstraksi konseptual, dan tindakan konkret dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, model ini merangsang pemahaman mendalam, pengembangan keterampilan praktis, dan penerapan pengetahuan dalam berbagai konteks kehidupan nyata.


Pengalaman Konkret

Pengalaman Konkret(Concrete Experience), yang merupakan komponen integral dari model pembelajaran Experiential yang dikembangkan oleh David A. Kolb, merujuk pada tahap fundamental di mana individu terlibat dalam interaksi langsung dengan pengalaman empiris yang menghadirkan rangsangan sensorik, emosional, dan kognitif yang kaya. Pada tahap ini, individu secara aktif terlibat dalam situasi atau aktivitas yang menghadirkan pengalaman langsung yang nyata, memungkinkan mereka untuk merasakan dan meresapi peristiwa atau situasi tersebut dengan segala aspeknya.

Pada saat terlibat dalam pengalaman konkret, individu berinteraksi dengan lingkungan atau konteks tertentu dengan menggunakan indra mereka. Mereka dapat merasakan, melihat, mendengar, mencium, dan merasakan secara fisik elemen-elemen yang ada dalam situasi tersebut. Selain itu, aspek emosional juga berperan penting dalam tahap ini, karena pengalaman konkret sering kali memicu respons emosional yang kuat. Ini bisa termasuk perasaan senang, kegembiraan, kecemasan, atau bahkan ketegangan, tergantung pada sifat pengalaman yang dialami.

Tahap Pengalaman Konkret ini membentuk dasar pengalaman yang mendalam dan autentik, yang pada gilirannya memfasilitasi pemahaman yang lebih mendalam tentang konten atau situasi yang dihadapi. Individu dapat mengamati dan merenungkan elemen-elemen yang terlibat dalam pengalaman tersebut, menciptakan kesadaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi respons dan persepsi mereka. Ini adalah momen refleksi awal yang membantu menggali makna dari pengalaman konkret.

Dalam konteks pendidikan dan pembelajaran, tahap Pengalaman Konkret memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam materi pelajaran atau topik yang dipelajari. Misalnya, seorang mahasiswa studi sastra Indonesia mungkin terlibat dalam membaca karya sastra klasik, menghadiri pertunjukan teater, atau berpartisipasi dalam diskusi kelompok tentang karya sastra tertentu. Melalui pengalaman ini, siswa dapat merasakan dunia sastra secara langsung, merenungkan reaksi pribadi mereka terhadap karya tersebut, dan mulai membangun pemahaman awal tentang elemen-elemen sastra seperti karakter, plot, dan tema.

Dalam rangkaian siklus pembelajaran Experiential, tahap Pengalaman Konkret berfungsi sebagai pijakan yang kuat untuk langkah-langkah berikutnya, yaitu Refleksi, Konseptualisasi Abstrak, dan Pengujian dalam Tindakan. Pengalaman konkret ini membentuk dasar yang memungkinkan individu untuk merenungkan, mengaitkan dengan konsep yang lebih abstrak, dan akhirnya menerapkan pemahaman yang diperoleh dalam situasi praktis. Dengan demikian, “Pengalaman Konkret” bukan hanya sekadar langkah awal dalam proses pembelajaran, tetapi juga merupakan fondasi penting yang membentuk pondasi bagi pengembangan pengetahuan dan keterampilan yang lebih mendalam.

Observasi Reflektif

Abstract Conceptualization” adalah tahap penting dalam model pembelajaran Experiential yang dirumuskan oleh David A. Kolb. Pada tahap ini, individu mulai menganalisis dan mengolah informasi yang diperoleh dari Pengalaman Konkret dan tahap Refleksi sebelumnya. Abstraksi konseptual melibatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang pola umum, prinsip, atau teori yang mendasari pengalaman konkret, serta kemampuan untuk menghubungkan pengalaman individual dengan konsep yang lebih luas.

Saat bergerak ke tahap Abstract Conceptualization, individu berusaha menggali makna yang lebih dalam dari pengalaman konkret yang telah mereka alami. Mereka mengidentifikasi pola-pola yang muncul dari pengalaman tersebut dan mencoba mengartikulasikan gagasan-gagasan abstrak yang mungkin terkait dengan situasi tersebut. Ini melibatkan proses mengenali konsep-konsep umum yang berlaku dalam berbagai konteks, serta mencari keterkaitan antara pengalaman individu dan pengetahuan yang lebih luas.

Selama tahap ini, individu mungkin terlibat dalam proses analisis kritis untuk memahami esensi dari pengalaman konkret. Mereka dapat mencoba mengaitkan pengalaman tersebut dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya atau mengembangkan konsep baru yang dapat menjelaskan atau merangkum aspek-aspek penting dari pengalaman tersebut. Abstraksi konseptual juga melibatkan kemampuan untuk melihat masalah atau situasi dari berbagai sudut pandang, mempertimbangkan implikasi yang lebih luas, dan mengidentifikasi pola yang tersembunyi.

Dalam konteks pendidikan, tahap Abstract Conceptualization memungkinkan siswa untuk menghubungkan pengalaman konkret mereka dengan teori atau konsep yang relevan dalam disiplin ilmu yang dipelajari. Misalnya, seorang mahasiswa studi sastra Indonesia yang telah merasakan pengalaman konkret melalui membaca karya sastra klasik mungkin akan mulai mengidentifikasi tema-tema umum atau struktur naratif yang terdapat dalam karya tersebut. Mereka dapat mencoba mengaitkan pengalaman mereka dengan teori sastra yang telah dipelajari, serta berusaha untuk mengembangkan pandangan yang lebih luas tentang dampak karya sastra terhadap budaya dan masyarakat.

Tahap Abstract Conceptualization memainkan peran kunci dalam merumuskan pemahaman yang lebih dalam dan kontekstual. Ini membantu individu memperluas wawasan mereka, mengembangkan konsep-konsep yang lebih abstrak, dan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang situasi atau materi yang dipelajari. Abstraksi konseptual mendorong individu untuk berpikir secara analitis dan kritis, serta menghubungkan pengalaman konkret dengan pengetahuan teoritis yang lebih luas.

Konseptualisasi Abstrak

Abstract Conceptualization adalah tahap penting dalam model pembelajaran Experiential yang diusulkan oleh David A. Kolb. Tahap ini melibatkan kemampuan individu untuk menganalisis, mengorganisir, dan menggeneralisasi informasi yang diperoleh dari Pengalaman Konkret dan Refleksi sebelumnya. Abstraksi konseptual merupakan proses mental yang kompleks di mana individu mencari pola umum, prinsip, atau kerangka kerja yang dapat diterapkan pada berbagai situasi.

Selama tahap Abstract Conceptualization, individu berusaha untuk mengangkat pengalaman konkret mereka ke tingkat konsep yang lebih tinggi. Mereka mengidentifikasi esensi dari pengalaman tersebut dan mencari hubungan antara berbagai elemen yang terlibat. Proses ini melibatkan analisis mendalam terhadap makna, tujuan, dan implikasi dari pengalaman tersebut. Individu juga berusaha mengaitkan pengalaman konkret dengan pengetahuan yang telah mereka pelajari sebelumnya, membangun jembatan antara pengalaman individual dan teori yang ada.

Dalam tahap ini, individu juga mengembangkan kemampuan untuk merumuskan konsep-konsep abstrak yang dapat menjelaskan berbagai aspek pengalaman mereka. Mereka mengeneralisasi informasi yang diperoleh dari situasi konkret menjadi konsep yang dapat diterapkan secara lebih luas. Proses ini melibatkan identifikasi pola umum, prinsip, atau teori yang mendasari pengalaman konkret, sehingga memungkinkan individu untuk melihat hubungan antara pengalaman individu dengan pengetahuan yang lebih luas.

Tahap Abstract Conceptualization juga melibatkan kemampuan untuk berpikir secara kritis dan analitis. Individu tidak hanya mencari keterkaitan antara pengalaman konkret dan konsep abstrak, tetapi juga mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan interpretasi yang mungkin. Mereka dapat melihat implikasi yang lebih dalam dari pengalaman tersebut, mempertimbangkan dampaknya dalam konteks yang lebih luas, dan mengidentifikasi pola atau tren yang mungkin muncul dalam situasi serupa.

Dalam konteks pendidikan, tahap Abstract Conceptualization memungkinkan siswa untuk mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam dan analitis tentang materi pelajaran. Misalnya, seorang mahasiswa yang belajar ilmu sosial dan telah mengalami pengalaman konkret dalam penelitian lapangan mungkin akan mencoba mengembangkan konsep-konsep abstrak yang mencerminkan temuan dan pola yang muncul dari data yang mereka kumpulkan. Mereka dapat mengaitkan temuan mereka dengan teori-teori yang relevan, mengidentifikasi tren umum, dan merumuskan konsep-konsep yang dapat berkontribusi pada pemahaman yang lebih luas tentang topik tersebut.

Eksperimen Aktif

Active Experimentation” adalah tahap penting dalam model pembelajaran Experiential yang dikembangkan oleh David A. Kolb. Pada tahap ini, individu mengambil langkah konkret untuk menerapkan konsep-konsep abstrak dan pemahaman yang telah mereka kembangkan dari tahap Abstract Conceptualization sebelumnya. Active Experimentation melibatkan tindakan nyata, eksplorasi aktif, dan uji coba untuk melihat bagaimana konsep-konsep tersebut berlaku dalam praktik.

Selama tahap Active Experimentation, individu berperan sebagai “pemimpin” dalam upaya mereka untuk menerapkan ide-ide baru yang telah mereka bentuk. Mereka merancang rencana tindakan, mengambil inisiatif, dan melibatkan diri dalam aktivitas atau situasi yang memungkinkan mereka menguji konsep-konsep tersebut dalam konteks nyata. Tindakan ini mungkin melibatkan risiko dan tantangan, karena individu mencoba menerapkan pemahaman mereka untuk melihat hasil yang dihasilkan.

Proses Active Experimentation melibatkan iterasi dan refleksi terus-menerus. Setelah melaksanakan tindakan, individu mengamati hasilnya dengan cermat. Mereka mengumpulkan data, mengamati dampak dari tindakan mereka, dan mengevaluasi apakah konsep-konsep yang diterapkan sesuai dengan kenyataan. Jika hasilnya sesuai dengan harapan, individu dapat merasa terpanggil untuk terus mengembangkan dan mengaplikasikan konsep-konsep tersebut. Namun, jika ada perbedaan antara harapan dan kenyataan, individu akan kembali ke tahap Abstract Conceptualization untuk memperbarui atau memodifikasi pemahaman mereka.

Dalam konteks pendidikan atau pembelajaran, tahap Active Experimentation memungkinkan siswa untuk menguji dan menerapkan pemahaman mereka dalam situasi praktis. Misalnya, seorang mahasiswa yang mempelajari metode pengajaran alternatif mungkin akan merancang dan mengajar sesi pembelajaran berdasarkan konsep-konsep baru yang telah mereka pelajari. Melalui tindakan ini, mereka dapat menguji efektivitas konsep-konsep tersebut dalam mendukung pembelajaran siswa, serta mengidentifikasi area yang mungkin perlu disesuaikan.

Tahap Active Experimentation juga berhubungan dengan siklus pembelajaran yang berkelanjutan. Hasil dari tindakan dan eksperimen individu mungkin akan kembali ke tahap Concrete Experience sebagai pengalaman baru yang akan membentuk dasar untuk siklus pembelajaran berikutnya. Dengan demikian, proses ini menjadi siklus yang terus berputar, dengan setiap tahap saling memberi pengaruh dan membantu individu memperdalam pemahaman mereka.

Jenis-Jenis Pembelajar

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kolb juga memandang bahwa individu-individu yang berbeda lebih banyak bergantung pada beberapa komponen dari siklus pembelajaran eksperiential dalam praktik sehari-hari, bukan semuanya. Seseorang mungkin secara alami lebih condong pada kombinasi pembelajaran abstrak dan aktif, melompati aspek reflektif dan konkret dari siklus tersebut. Berdasarkan preferensi-preferensi semacam itu, Kolb dan rekannya Roger Fry menggunakan empat komponen pembelajaran eksperiential untuk membedakan semua pembelajar menjadi salah satu dari empat kategori:

  • Konverger (Konseptualisasi Abstrak/Eksperimen Aktif)
  • Diverger (Pengalaman Konkret/Observasi Reflektif)
  • Assimilator (Konseptualisasi Abstrak/Observasi Reflektif)
  • Accommodator (Pengalaman Konkret/Eksperimen Aktif)

Karena tiap jenis pembelajar didasarkan pada kombinasi dari empat konsep pembelajaran eksperiential tersebut, teori Kolb dapat bermanfaat bagi para pemimpin untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai preferensi pembelajaran karyawan-karyawan mereka di dalam organisasi serta membantu memfasilitasi proses pembelajaran secara keseluruhan. Pada akhirnya, ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana para pemimpin mendekati program pelatihan dan pendidikan yang disesuaikan, bagaimana mereka memanfaatkan umpan balik dan evaluasi kinerja untuk memaksimalkan pembelajaran, serta bagaimana mereka mengatur tim dan mendelegrasikan tugas secara lebih efisien berdasarkan kekuatan perkembangan dan preferensi pembelajaran. Sebagai contoh, konverger dan accommodator mungkin unggul dalam proyek-proyek praktis yang memerlukan inisiatif yang kuat serta kemampuan untuk berpikir cepat dalam membuat keputusan mendesak dan mencapai tujuan jangka pendek. Di sisi lain, diverger dan assimilator mungkin lebih cocok untuk tugas-tugas yang membutuhkan keterampilan analitis dan pemikiran kritis yang kuat, perencanaan yang menyeluruh, dan fokus pada tujuan jangka panjang.

Untuk membentuk budaya organisasi yang kuat dalam pembelajaran, para pemimpin harus merenung secara kritis terhadap pengalaman-pengalaman dan gagasan-gagasan yang sudah ada, serta terus menguji gagasan-gagasan ini melalui eksperimen aktif. Selain itu, dengan fokus pada pengembangan pribadi, para pemimpin dapat meningkatkan kapasitas pembelajaran mereka sendiri dan mendorong peningkatan ini pada orang lain. Siklus pembelajaran eksperiential dapat membantu dalam hal ini karena memberikan dasar yang kuat untuk memahami pendekatan dan tanggapan yang berbeda terhadap pembelajaran, serta membantu para pemimpin organisasi dalam membangun strategi pembelajaran yang lebih efektif.

Simpulan Komponen Siklus Pembelajaran Eksperiential

Dalam eksplorasi tentang pembelajaran eksperiential, empat komponen utama siklus pembelajaran eksperiential oleh David A. Kolb membuka pintu bagi pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana individu-individu memproses pengetahuan dan mengembangkan keterampilan. Pengalaman konkret menjadi fondasi awal yang menyatukan pembelajaran dengan realitas sehari-hari, sementara observasi reflektif mengajak untuk merenung tentang pengalaman dan mengekstraksi pelajaran yang berharga. Dari sini, konseptualisasi abstrak mendorong penjelasan teoritis dan pemahaman yang lebih dalam, sementara eksperimen aktif membuka peluang untuk menguji dan menerapkan ide-ide dalam situasi nyata.

Pemahaman tentang jenis-jenis pembelajar seperti konverger, diverger, assimilator, dan accommodator memberikan dimensi tambahan pada pembelajaran eksperiential. Setiap individu cenderung memiliki preferensi yang berbeda dalam mengintegrasikan komponen-komponen ini dalam proses pembelajaran mereka. Pengetahuan tentang preferensi ini dapat menjadi alat berharga bagi para pemimpin dalam merancang pendekatan pembelajaran yang efektif, memotivasi perkembangan personal, dan mengelola tim dengan lebih baik.

Dengan menggunakan siklus pembelajaran eksperiential sebagai kerangka kerja, para pemimpin dapat merangsang pemikiran inovatif dan pembelajaran yang berkelanjutan. Pengembangan budaya organisasi yang kuat dalam pembelajaran mendorong pemimpin untuk secara aktif mencari solusi baru, mengambil risiko yang terukur, dan mendorong karyawan untuk berpartisipasi dalam eksperimen dan eksplorasi baru. Dengan memadukan pengetahuan tentang komponen-komponen ini, jenis-jenis pembelajar, dan keterampilan kepemimpinan yang efektif, pemimpin dapat membentuk organisasi yang adaptif, kreatif, dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Siklus Pembelajaran Eksperimental yang dikembangkan oleh David A. Kolb memiliki empat komponen utama yang mendalam dan saling terkait, menciptakan kerangka kerja yang kaya dan holistik untuk pembelajaran yang efektif. Keempat komponen ini adalah:

  • Pengalaman Konkret (Concrete Experience): Komponen pertama dari siklus ini melibatkan interaksi langsung dengan situasi atau tugas yang nyata dalam konteks pembelajaran. Ini adalah tahap di mana individu terlibat dalam pengalaman langsung yang mendalam dan beragam, yang bisa meliputi aktivitas praktis, tugas berbasis proyek, atau pengalaman di dunia nyata. Pengalaman ini menjadi titik awal refleksi dan pemahaman yang lebih mendalam tentang topik atau konsep yang dipelajari.
  • Observasi Reflektif (Reflective Observation): Setelah mengalami situasi konkret, langkah selanjutnya adalah melakukan refleksi mendalam terhadap pengalaman tersebut. Observasi reflektif melibatkan analisis kritis terhadap pengalaman, menyelidiki aspek-aspek yang berkontribusi pada hasil atau reaksi tertentu. Proses ini memungkinkan individu untuk menggali persepsi pribadi, emosi, dan pemahaman mereka terhadap pengalaman tersebut, serta melihatnya dari berbagai sudut pandang.
  • Konseptualisasi Abstrak (Abstract Conceptualization): Dalam tahap ini, refleksi mendalam tentang pengalaman konkret melahirkan pemahaman konseptual yang lebih luas. Individu mulai mengidentifikasi pola, prinsip, dan teori yang mendasari pengalaman mereka. Mereka mengaitkan pengalaman tersebut dengan konsep-konsep yang lebih umum, membangun kerangka pemahaman yang lebih mendalam dan terstruktur. Proses konseptualisasi abstrak mendorong individu untuk berpikir analitis dan mengaitkan pengalaman dengan konteks yang lebih luas.
  • Eksperimen Aktif (Active Experimentation): Tahap terakhir dari siklus ini melibatkan tindakan lanjutan berdasarkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh. Individu menerapkan gagasan-gagasan yang baru dipahami ke dalam tindakan nyata, mengambil risiko dalam mencoba pendekatan atau solusi baru. Eksperimen aktif memungkinkan individu untuk menguji hipotesis, memvalidasi pemahaman, dan mengembangkan keterampilan baru melalui interaksi langsung dengan dunia nyata. Dari sini, siklus kembali dimulai dengan pengalaman konkret baru, membentuk lingkaran pembelajaran yang berkelanjutan.

Beranda » Experiential learning

The post 4 Komponen Siklus Experiential Learning appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Halimun Lembur Experience (HALE) https://highlandexperience.co.id/halimun-lembur-experience Sun, 13 Aug 2023 01:05:09 +0000 https://highlandexperience.co.id/?p=7846 Halimun Lembur Experience merupakan suatu inisiatif edukatif yang beriringan dengan perolehan pengetahuan dan keterampilan yang timbul melalui keterlibatan serta interaksi langsung antara para pesera dengan warga lokal dalam berbagai kegiatan seperti bertani, membuat kerajinan, dan berpartisipasi dalam berkesenian. Semua kegiatan ini berlangsung di kawasan kampung adat yang tersebar dalam gugusan pegunungan Halimun. Halimun Lembur Experience [...]

The post Halimun Lembur Experience (HALE) appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Halimun Lembur Experience merupakan suatu inisiatif edukatif yang beriringan dengan perolehan pengetahuan dan keterampilan yang timbul melalui keterlibatan serta interaksi langsung antara para pesera dengan warga lokal dalam berbagai kegiatan seperti bertani, membuat kerajinan, dan berpartisipasi dalam berkesenian. Semua kegiatan ini berlangsung di kawasan kampung adat yang tersebar dalam gugusan pegunungan Halimun.


H O T L I N E +62 811-1200-996

RESERVASI


Halimun Lembur Experience

Halimun Lembur Experience merupakan serangkaian upaya pendidikan melalui kegiatan wisata, di mana para peserta secara langsung terlibat dalam kegiatan sehari-hari masyarakat Sunda yang tinggal dalam pegunungan Halimun. Kegiatan ini melibatkan berbagai aspek, termasuk seni, pertanian, dan kerajinan, yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat di wilayah tersebut. Tujuan dari rangkaian Eduwisata ini adalah untuk memperluas pemahaman akan lingkungan serta pengetahuan tentang kehidupan pedesaan, yang tercermin dalam tata adat, pola budaya, kearifan lokal, dan dinamika kehidupan komunitas pertanian di desa-desa, semuanya dirangkum dalam suasana yang menggugah dan penuh dengan kesan.


Metode HALE Program

Halimun Lembur Experience berpijak pada metode pendekatan Experiential Learning, yang dilakukan di dalam lingkungan kampung-kampung tradisional (adat) dalam pegunungan Halimun. dengan pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman ini mendorong peserta untuk memetik pelajaran dari pengalaman yang dilakukan dalam rangkaian kegiatan Halimun Lembur Experience. 

Aspek pembelajaran pun tercermin dari bagaimana peserta mengimplementasikan nilai-nilai yang terbentuk selama kegiatan tersebut dalam aktivitas-aktivitas berikutnya dalam Halimun Lembur Expeerience. Pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman ini mengarah pada peningkatan praktis.

Di awal kegiatan, peserta akan diarahkan untuk berbaur dengan orangtua asuh, yang merupakan anggota komunitas masyarakat setempat. Sesudah itu, peserta akan berkolaborasi dalam aktivitas sehari-hari bersama keluarga mereka dengan menjalankan tugas dan kegiatan sesuai petunjuk yang telah ditetapkan.

Pengalaman yang diperoleh dari keseluruhan kegiatan Halimun Lembur Experience ini diproses dengan cermat melalui diskusi dan berbagi dalam kelompok. Proses ini menghasilkan pembelajaran yang dapat diaplikasikan secara nyata oleh peserta dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan begitu, Halimun Lembur Experience bukan sekadar membawa wacana belajar, melainkan benar-benar membentuk perubahan yang signifikan dalam diri peserta maupun dalam konteks kelompok yang lebih luas.

Konsep HALE Program

Halimun Lembur Experience dirangkai dari beragam unsur yang saling melengkapi, meliputi:

  • Peserta: Individu yang aktif mengambil bagian dalam rangkaian kegiatanHalimun Lembur Experience, membawa peran penting dalam dinamika keseluruhan. Mereka berperan sebagai agen perubahan yang menyatu dengan masyarakat setempat.
  • Lingkungan yang Unik: Pengalaman ini terbenam dalam latar belakang lingkungan yang khas dan tak ternilai dari kawasan Halimun. Setiap aspek alamiah dan budaya menjadi elemen penting yang memperkaya pengalaman peserta.
  • Tantangan: Berbagai situasi dan kondisi yang mungkin berbeda dari pengalaman sehari-hari peserta, menciptakan tantangan yang merangsang perkembangan diri dan memupuk keterampilan adaptasi.
  • Disonansi: Perbedaan antara kehidupan peserta dan realitas masyarakat Halimun dapat menyebabkan disonansi yang merangsang refleksi mendalam tentang kehidupan dan nilai-nilai.
  • Insight (Wawasan): Melalui interaksi dan partisipasi aktif, peserta mendapatkan wawasan baru tentang dinamika sosial, budaya, dan lingkungan, yang membuka perspektif yang lebih luas.
  • Konsep Diri: Pengalaman ini dapat membantu peserta memperkuat pemahaman tentang identitas pribadi dan konsep diri mereka, seiring mereka menggali keterampilan dan minat yang baru ditemukan.

Seluruh elemen ini saling melengkapi dan memberikan dimensi yang kaya dan mendalam pada Halimun Lembur Experience, menciptakan pengalaman yang berharga dan transformatif bagi semua peserta yang terlibat.

Live IN

LiveIn” yang menjadi bagian dari Halimun Lembur Experience mewujudkan suatu deretan perjalanan edukatif, di mana peserta secara aktif terlibat dalam aktivitas rutin masyarakat Sunda yang menetap di lingkungan Halimun. Melalui berbagai bentuk interaksi, seperti berpartisipasi dalam seni, pertanian, dan kerajinan, tujuan dari wisata ini adalah untuk memperkaya pemahaman mengenai lingkungan dan pengetahuan tentang kehidupan pedesaan. Semua aspek ini tercermin dalam pola adat istiadat, corak budaya, kebijaksanaan lokal, dan dinamika kehidupan komunitas pertanian yang hidup di kawasan desa yang sejahtera, dalam suasana yang sarat kenikmatan.

Live In mewujudkan suatu konsep kegiatan dimana peserta tinggal bersama keluarga di dalam rumah-rumah di desa dengan pendekatan keluarga asuh, mengikuti jejak aktivitas yang dijalani oleh penduduk setempat, serta berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, alam, dan budaya yang melingkupinya.

Obyektif HALE Program

Objektif utama dari program Halimun Lembur Experience adalah menghadirkan pengalaman pembelajaran yang mendalam dan transformatif bagi peserta melalui interaksi langsung dengan lingkungan, budaya, dan masyarakat lokal di kawasan pegunungan Halimun. Berikut adalah beberapa tujuan utama dari program ini:

  • Peningkatan Pengetahuan Lingkungan dan Budaya: Memperluas pemahaman peserta tentang lingkungan alam, budaya, dan adat istiadat yang khas di wilayah Halimun.
  • Pengembangan Keterampilan: Memberikan kesempatan bagi peserta untuk mengembangkan keterampilan praktis, seperti kerajinan tangan dan kegiatan sehari-hari yang dijalani oleh penduduk setempat.
  • Peningkatan Kesadaran Kearifan Lokal: Mengedepankan pemahaman tentang kebijaksanaan lokal, kearifan tradisional, dan sistem kehidupan masyarakat desa dalam konteks agraris.
  • Pembentukan Konsep Diri dan Identitas: Memungkinkan peserta untuk mengenal diri mereka sendiri secara lebih mendalam melalui interaksi dengan lingkungan dan komunitas yang berbeda dari pengalaman sehari-hari.
  • Pengenalan Keanekaragaman Ekosistem: Mengenalkan peserta pada keanekaragaman hayati dan ekosistem hutan pegunungan Halimun, serta peran pentingnya dalam menjaga keseimbangan alam.
  • Stimulasi Kerjasama dan Keterlibatan Sosial: Mendorong kerja tim dan interaksi sosial antar peserta dalam mengatasi tantangan bersama dan berkontribusi pada kehidupan komunitas.
  • Menghargai Nilai Budaya dan Tradisi: Menghormati nilai-nilai budaya dan tradisi yang dilestarikan oleh masyarakat lokal, serta meresapi kedalaman makna dalam kehidupan sehari-hari.
  • Pengalaman Transendental: Memberikan kesempatan untuk merenung dan mengambil hikmah dari hubungan manusia dengan alam dan kehidupan pedesaan.
  • Peluang Refleksi dan Pertumbuhan Pribadi: Menyediakan ruang bagi peserta untuk merenungkan pengalaman mereka, merencanakan tindakan selanjutnya, dan tumbuh secara pribadi.

Alur Kegiatan HALE

Peserta akan diorganisasikan menjadi tiga kelompok utama, setiap kelompok akan ditemani oleh dua orang fasilitator yang memiliki pengetahuan mendalam tentang Halimun Lembur Experience. Pembagian kelompok akan dilaksanakan di kampung Keramat Banteng. Saat dimulainya kegiatan, akan ada persembahan seni pertunjukan unggulan, selain acara pembukaan resmi. Pada tahap ini, alih otoritas dan pembagian kelompok juga akan diumumkan. Setelahnya, setiap kelompok akan memasuki fase perjalanan menuju kampung-kampung yang telah ditentukan.

Hal yang menarik, meskipun para fasilitator kegiatan Halimun Lembur Experience hadir, setiap kelompok akan diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi kampung tujuan tanpa bimbingan langsung dari para fasilitator. Masing-masing kelompok diharapkan dapat menentukan arah menuju kampung serta tempat tinggal penduduk dengan petunjuk-petunjuk (clue) yang telah diberikan, dan mereka juga akan mengandalkan teknik kompas yang diajarkan oleh fasilitator wisata Halimun saat acara pembukaan.

Setiap kelompok akan menghabiskan waktu satu hari dan satu malam di salah satu dari tiga kampung yang telah ditentukan sebelumnya. Peserta akan menginap di rumah penduduk dengan kelompok-kelompok kecil yang telah disesuaikan dengan kapasitas dan daya tampung rumah tempat mereka menginap. Aktivitas di siang hari akan mengikuti rutinitas keluarga yang mereka tempati.

Pada sore hari kedua dan ketiga, perpindahan kelompok akan dilakukan dengan konsep transportasi perkotaan. Peserta akan menggunakan sarana transportasi lokal untuk menuju kampung kedua atau kampung ketiga yang akan mereka tempati. Seperti pada hari pertama, peserta hanya akan mengandalkan petunjuk yang telah diberikan dan tidak akan mendapatkan bimbingan langsung dari fasilitator untuk mencapai kampung dan rumah tujuan.

Menggunakan metode perpindahan yang sama, yaitu transportasi perkotaan, pada hari keempat, seluruh peserta akan kembali berkumpul dalam kelompok besar di kampung Keramat Banteng. Di sini, mereka akan mengikuti sesi Ulasan Umum, melakukan alih otoritas, menghadiri acara penutupan, dan akhirnya mengucapkan selamat tinggal pada rangkaian kegiatan yang telah berlangsung.

Alur H-1


Hari pertama di kampung Cibuluh menghadirkan momen berharga, dimulai dengan suasana akrab dalam nuansa kekeluargaan, sambil menikmati hidangan istimewa yang menjadi ciri khas setelah melewati perjalanan dari kampung Keramat Banteng menuju kampung Cibuluh dalam sesi mimitran. Kegiatan berikutnya adalah berkerajinan, yang dimulai dengan ngirat (membersihkan, memotong, dan mengukur) sepotong bambu, menjadi pembuka bagi sesi berkerajinan yang menarik. Dalam sesi ini, kelompok laki-laki akan menunjukkan keahlian merangkai bambu menjadi bubu, kempis, dan jejer awi, sementara para peserta perempuan akan menghasilkan karya anyaman seperti hihid, boboko, dan asepan. Di tengah-tengah proses kreatif ini, beberapa peserta perempuan turut berinteraksi dalam suasana rumah tangga, dengan membuat hidangan khas seperti beuleum sampe (bakar singkong), yang kemudian dinikmati bersama oleh semua peserta saat mereka berkerajinan. Setelah sesi berkerajinan berakhir, acara santai diiringi dengan istirahat malam.

Sebagaimana tradisi penduduk kampung Cibuluh yang terbiasa bangun pada pukul 4.30 pagi, dengan aktivitas pribadi mereka, para peserta akan mengikuti pola perilaku setempat dan melanjutkan dengan sesi macangkrama di dapur. (Mancangkrama merujuk pada interaksi di pagi hari sambil menikmati makanan ringan, sembari merencanakan aktivitas yang akan dijalani sepanjang hari kedua. Bagi penduduk Cibuluh, mancangkrama merupakan momen bercengkrama dengan keluarga dan tetangga sekitar rumah pada pagi hari sebelum memulai kegiatan.)

Aktivitas Macangkrama pada paket wisata Halimun Lembur Experience menghidupkan sesi berbagi pengalaman dan perencanaan. Dalam sesi ini, tuan rumah menginformasikan aturan lembur dan aturan kegiatan untuk diikuti selama kegiatan berlangsung di hari kedua. “Welcone to the jungle,” mungkin itulah semangat yang meresapi aktivitas di hari kedua, di mana peserta diajak menjelajahi hutan untuk menyadap nira pohon aren (Arenga pinnata).

Dengan membawa lodong bambu, peserta menjelajahi jalur setapak di bawah kanopi pepohonan yang rimbun, menuju area yang dipenuhi dengan pohon aren. Sampai di tempat yang dituju, rasa lelah dan dahaga akan terobati oleh setiap tegukan segar dari nira yang diambil langsung dari pohon aren. Sambil menikmati kedamaian dan keindahan hutan, peserta diajak melihat proses “ngalahang” secara adat, yang diikuti dengan sesi diskusi mengenai morfologi tumbuhan dan berbagai kegunaannya. Dengan memegang erat lodong yang berisi nira, peserta akhirnya tiba di rumah tuan rumah yang dihuni, dan nira dalam lodong dengan cermat dituang ke dalam koali besar yang telah disiapkan sebelumnya, untuk diolah menjadi gula aren. Pada pukul 16.00, peserta bersiap untuk meninggalkan kampung Cibuluh menuju kampung kedua, yaitu kampung Malasari, yang kaya akan seni dan budaya.

—————————-

Informasi terperinci mengenai rangkaian kegiatan Halimun Lembur Experience dapat diperoleh melalui tim desain program HEXs Indonesia, yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap perencanaan dan pelaksanaan acara tersebut. Tim desain program HEXs Indonesia akan memberikan penjelasan mendalam mengenai alur kegiatan, jadwal, tujuan, dan segala hal yang terkait dengan eduwisata ini. Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi HEXs Indonesia melalui kontak yang telah disediakan.

Investasi HALE Program

Investasi yang diperlukan untuk Halimun Lembur Experience dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor utama, termasuk durasi kegiatan, desain program yang diinginkan, serta fasilitas pelatihan yang akan disediakan. Secara umum, besaran investasi ini meliputi berbagai fasilitas yang dirinci sebagai berikut:

  • Creative Program: Pengembangan program kreatif yang mencakup seluruh rangkaian kegiatan Halimun Lembur Experience, termasuk pemilihan konten, pendekatan pembelajaran, serta perencanaan detail.
  • Staff Pelatihan: Melibatkan staf pelatihan yang terdiri dari Course Director, Instructor, Technical Support, dan Paramedic. Mereka memiliki peran penting dalam memastikan kelancaran dan keberhasilan program.
  • Peralatan Kegiatan: Menyediakan peralatan yang diperlukan untuk berbagai kegiatan dalam program, termasuk alat-alat yang mendukung aspek praktis dan artistik.
  • Alat Peraga Event: Persiapan alat peraga, seperti spanduk dan bahan visual lainnya, untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan menghidupkan suasana acara.
  • Akomodasi Selama Pelatihan: Menyediakan akomodasi yang sesuai untuk peserta selama durasi program, termasuk fasilitas dan kenyamanan yang diperlukan.
  • Konsumsi yang Disesuaikan: Menyediakan makanan dan minuman yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi peserta selama pelatihan.
  • Asuransi Kecelakaan: Melindungi peserta, observer, dan kru HEXs Indonesia dengan asuransi kecelakaan yang mencakup risiko selama pelaksanaan program.
  • Laporan Pelatihan: Menyusun laporan yang mencakup evaluasi program, dinamika pembelajaran kelompok, dan rencana tindakan pribadi, yang diserahkan kepada peserta dalam waktu tujuh hari setelah pelatihan berakhir.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih terperinci mengenai besaran investasi dan detail fasilitas yang tersedia dalam kegiatan Halimun Lembur Experience, silahkan untuk menghubungi Hotline HEXs Indonesia melalui nomor +62 811-1200-996. Dengan berbicara langsung dengan tim HEXs Indonesia, Anda akan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai investasi yang diperlukan dan manfaat yang akan Anda dapatkan dari program ini.

Simpulan Halimun Lembur Experience

Halimun Lembur Experience hadir sebagai sebuah program edukasi yang mendalam dan transformatif, menghubungkan peserta dengan lingkungan, budaya, dan kearifan lokal yang unik di kawasan pegunungan Halimun. Melalui pengalaman pembelajaran berbasis pengalaman (Experiential Learning), program ini berhasil memberikan dampak yang kuat bagi peserta dalam berbagai aspek. Dari belajar praktis dalam berkerajinan tangan hingga merasakan kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, setiap fase mengilhami pemahaman yang lebih dalam tentang hubungan manusia dengan alam dan budaya.

Objektif utama program ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan penghargaan terhadap lingkungan, budaya, serta kearifan lokal. Halimun Lembur Experience menciptakan peluang bagi peserta untuk merenungkan diri, menguatkan identitas pribadi, dan tumbuh sebagai individu yang lebih sadar akan nilai-nilai alam dan kearifan manusia. Dengan keterlibatan penduduk lokal sebagai fasilitator dan tuan rumah, program ini merajut ikatan yang erat antara peserta dan komunitas setempat, membuka jendela kepada pengalaman yang membangkitkan inspirasi.

Halimun Lembur Experience bukan hanya sebuah perjalanan fisik, melainkan sebuah perjalanan emosional, spiritual, dan intelektual. Dengan kebijakan yang berfokus pada pengalaman, program ini membuka pintu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang alam, budaya, dan diri sendiri. Dalam lingkup ini, program ini tak hanya sekadar wisata edukatif, melainkan sebuah perjalanan menuju pertumbuhan, penemuan, dan penghormatan terhadap keberagaman yang hidup di sekitar kita.


Beranda » Experiential learning

The post Halimun Lembur Experience (HALE) appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Account Executive Development Program (AE) https://highlandexperience.co.id/account-executive-development-program Sat, 12 Aug 2023 07:52:43 +0000 https://highlandexperience.co.id/?p=7772 Account Executive Development Program (AEDP) merupakan sebuah inisiatif yang dirancang guna mengembangkan kualifikasi dan keterampilan utama bagi para eksekutif akun yang bergerak di dalam ranah strategi bisnis (komersial), layanan pelanggan, negosiasi, komunikasi, serta pengembangan hubungan bisnis. Account Executive Development Program Account Executive Development Program (AEDP) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari  rangkaian program pelatihan dan [...]

The post Account Executive Development Program (AE) appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Account Executive Development Program (AEDP) merupakan sebuah inisiatif yang dirancang guna mengembangkan kualifikasi dan keterampilan utama bagi para eksekutif akun yang bergerak di dalam ranah strategi bisnis (komersial), layanan pelanggan, negosiasi, komunikasi, serta pengembangan hubungan bisnis.


H O T L I N E +62 811-1200-996

RESERVASI


Account Executive Development Program

Account Executive Development Program (AEDP) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari  rangkaian program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia yang di inisiasi oleh HEXs Indonesia. Dalam pelaksanaannya, program ini diadakan di Highland Camp Learning Center serta lokasi-lokasi lain yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia.

Konsep utama pelatihan dan pengembangan Account Executive Development Program (AEDP) di HEXs Indonesia dengan pendekatan pembelajaran eksperimental (Experiential Learning). Program ini meliputi berbagai topik yang krusial, diantaranya manajemen akun, seni penjualan, dan taktik pemasaran yang efektif, dan lainnya.

Tujuan utama dari Account Executive Development Program (AEDP) dapat didasarkan pada dua pendekatan penting yang saling melengkapi, yaitu:

  • Pendekatan Pertama: Corporate Values dan Budaya Perusahaan AEDP dirancang dengan tujuan utama untuk mengokohkan dan memperkuat nilai-nilai inti serta budaya perusahaan atau organisasi. Dalam pendekatan ini, program pelatihan memiliki fokus yang tajam pada memastikan bahwa peserta tidak hanya menguasai keterampilan dan pengetahuan yang relevan, tetapi juga mampu menerapkan dan mengintegrasikan nilai-nilai perusahaan dalam setiap aspek kerja mereka. Dengan demikian, AEDP berfungsi sebagai alat penting untuk memastikan bahwa anggota tim, terutama eksekutif akun, menjadi duta dari nilai-nilai yang dipegang teguh oleh perusahaan.
  • Pendekatan Kedua: Peningkatan Kompetensi Individu Tujuan umum AEDP juga dapat diberdayakan oleh pendekatan yang berfokus pada peningkatan kompetensi individu. Program ini berfungsi sebagai alat untuk mengasah dan meningkatkan keterampilan, pengetahuan, serta sikap kerja setiap peserta sesuai dengan standar yang ditetapkan dan kebutuhan tempat kerja. Melalui tahapan-tahapan Experiential Learning yang terstruktur, peserta diberdayakan untuk meraih tingkat kompetensi yang lebih tinggi dalam aspek-aspek penting seperti komunikasi, manajemen waktu, kepemimpinan, serta keterampilan negosiasi.

Kombinasi dari dua pendekatan ini membentuk landasan yang kokoh bagi AEDP. Program ini bukan hanya menciptakan praktisi yang kompeten dan produktif dalam peran eksekutif akun, tetapi juga mendorong terbentuknya agen perubahan yang dapat membawa pengaruh positif terhadap nilai-nilai dan budaya perusahaan. Pada akhirnya, Account Executive Development Program (AEDP) memiliki tujuan yang berdampak pada perkembangan individu dan keberhasilan organisasi secara keseluruhan.

Metode AE Program

Account Executive Development Program (AEDP) yang di inisiasi oleh HEXs Indonesia merupakan sebuah program yang mengusung pendekatan pembelajaran eksperimental (Experiential Learning) sebagai landasan utamanya. Pendekatan ini menggugah peserta untuk mengecap pembelajaran melalui pengalaman langsung yang dihadapi selama periode pelatihan. Dalam perjalanan ini, peserta didorong untuk merenungkan dan menguraikan pengalaman-pengalaman tersebut dalam konteks kebutuhan perkembangan individu yang sebenarnya.

Lebih jauh lagi, inti dari AEDP adalah bagaimana peserta mampu mengaplikasikan nilai-nilai pembelajaran yang dihasilkan dari pengalaman-pengalaman tersebut ke dalam tindakan nyata dalam aktivitas berikutnya. Tujuan akhirnya adalah mewujudkan suatu perubahan yang nyata, bukan sekadar sebatas konsep belaka. Proses ini membuka pintu bagi transformasi baik pada individu itu sendiri maupun pada kelompok atau komunitas yang terlibat.

Pada tahap awal program, peserta diberikan informasi berupa instruksi tugas atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Tindakan ini dilanjutkan dengan peserta menjalankan tugas atau kegiatan tersebut sesuai dengan instruksi yang telah diberikan. Pada akhir rangkaian kegiatan, pengalaman yang terkumpul melalui berbagai tugas diolah dan diselami lebih dalam melalui diskusi serta pertukaran pandangan dalam kelompok. Hasil dari proses ini menghasilkan pembelajaran yang lebih dari sekedar kata-kata, melainkan pengetahuan yang bisa diaplikasikan secara praktis dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, Account Executive Development Program (AEDP) adalah suatu upaya konkret dalam menerjemahkan pengalaman menjadi pengetahuan yang bermanfaat, dan menerapkan pengetahuan tersebut untuk menciptakan perubahan yang berarti. Dalam keseluruhan konsepnya, AEDP menjadi sarana yang penuh makna bagi pengembangan eksekutif muda yang berpotensi dan berkomitmen dalam menghadapi tantangan yang ada di dunia bisnis yang semakin kompleks.

Sekilas Experiential Learning

Metode Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Experiential Learning) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menitikberatkan pada pengalaman individu. Pendekatan ini secara khusus merujuk pada suatu proses belajar yang pengetahuannya diperoleh melalui interaksi langsung dengan situasi atau peristiwa tertentu, yang diikuti oleh pemahaman konseptual dan penerapan praktis.

Metode Pembelajaran Berbasis Pengalaman memberikan kesempatan kepada peserta pelatihan untuk mencapai pencapaian yang optimal melalui pemberian kebebasan dalam menentukan pengalaman yang akan difokuskan, keterampilan yang hendak ditingkatkan, serta kemampuan dalam merumuskan konsep dari pengalaman yang telah dijalani. Pendekatan ini pun memungkinkan para peserta untuk mengintegrasikan berbagai aspek kognitif, afektif, dan emosional dalam proses pembelajaran, sehingga mendorong terbentuknya pemahaman yang lebih komprehensif.

Metode Pembelajaran Berbasis Pengalaman dipandang sebagai salah satu metode pembelajaran di luar ruangan yang amat efektif. Kehadirannya mengizinkan para peserta pelatihan untuk memenuhi seluruh dimensi penting dalam proses pembelajaran, meliputi aspek kognitif yang berhubungan dengan pemahaman konseptual, dimensi afektif yang menggugah respons emosional, serta elemen emosional yang melibatkan pengalaman pribadi dan refleksi.

Terdapat empat tahapan utama dalam proses Pembelajaran Berbasis Pengalaman, yaitu:

  • Tahap Pengalaman Konkrit (Concrete Experience): Pada tahap ini, individu terlibat secara langsung dalam situasi atau pengalaman nyata yang mendalam. Melalui interaksi langsung dengan situasi tersebut, peserta mengalami pengalaman yang merangsang indera dan emosi mereka.
  • Tahap Observasi dan Refleksi (Reflective Observation): Setelah mengalami pengalaman konkrit, individu melakukan observasi terhadap pengalaman yang telah mereka alami. Refleksi mendalam atas pengalaman tersebut memungkinkan peserta untuk memahami aspek-aspek yang mendasari, mempertimbangkan perasaan dan respons yang timbul, serta merenungkan implikasi dari pengalaman tersebut.
  • Tahap Konseptualisasi Abstrak (Abstract Conceptualization): Dalam tahap ini, peserta menggabungkan pengalaman konkrit dan refleksi mereka untuk mengembangkan pemahaman konseptual yang lebih mendalam. Mereka mengidentifikasi pola, prinsip, dan konsep yang terkait dengan pengalaman tersebut, mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah ada, dan merumuskan konsep-konsep yang lebih abstrak.
  • Tahap Implementasi atau Eksperimen Aktif (Active Experimentation): Pada tahap terakhir, individu mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengimplementasikan pemahaman dan konsep yang telah mereka kembangkan. Mereka menerapkan pengetahuan baru ke dalam situasi nyata, menguji teori atau gagasan, dan mengamati hasil dari tindakan yang diambil.

Dalam metodologi Pembelajaran Berbasis Pengalaman ini, media pembelajaran yang menjadi fokus utama adalah pengalaman pribadi masing-masing individu. Pengalaman ini menjadi bahan dasar yang diolah melalui observasi, refleksi, konseptualisasi, dan implementasi untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam, konsep yang lebih abstrak, serta penerapan nyata dalam konteks yang relevan. Pendekatan ini menghargai peran aktif peserta dalam mengonstruksi pengetahuan dan keterampilan, serta mendorong pengembangan berkelanjutan melalui proses refleksi dan tindakan.

Konsep AE Program

Secara keseluruhan, Account Executive Development Program (AEDP) mengandung berbagai elemen yang terintegrasi dengan cermat, membentuk kerangka yang komprehensif untuk pengembangan seorang Account Executive. Elemen-elemen yang mencirikan program ini adalah sebagai berikut:

  • Peserta: Mereka yang menjalani program ini menjadi pusat perhatian, dengan peran aktif dalam proses pembelajaran dan pengembangan diri. Mereka membawa pengalaman, pengetahuan, dan aspirasi yang unik.
  • Lingkungan yang Unik: AEDP dijalankan dalam konteks lingkungan yang khusus dan sesuai dengan kebutuhan. Lingkungan ini mencakup budaya perusahaan, dinamika industri, serta tantangan yang dihadapi oleh Account Executive.
  • Tantangan: AEDP didesain untuk menantang peserta dengan situasi yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan. Tantangan ini merangsang pemikiran kritis, kreativitas, dan inovasi dalam menghadapi kompleksitas bisnis.
  • Disonansi: Peserta akan mengalami disonansi, yaitu keterlibatan dalam situasi yang bertentangan dengan keyakinan atau pemahaman awal. Ini merangsang pemikiran ulang dan adaptasi.
  • Insight (Wawasan): Program ini bertujuan untuk memberikan wawasan mendalam kepada peserta. Wawasan ini meliputi pemahaman yang lebih dalam tentang industri, klien, dan dinamika hubungan bisnis.
  • Konsep Diri: AEDP membantu peserta memahami diri mereka sendiri secara lebih mendalam. Ini mencakup pengenalan terhadap kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, serta potensi yang dapat dikembangkan.

Alur rangkaian dalam Account Executive Development Program (AEDP) juga terstruktur dengan cermat, mencakup tiga tahapan utama yang saling terkait:

  • Self Discovery (Penemuan Diri): Tahap ini mendorong peserta untuk melakukan eksplorasi mendalam terhadap diri mereka sendiri. Melalui refleksi dan pengamatan, peserta mendapatkan wawasan tentang identitas, minat, dan tujuan pribadi.
  • Self Knowledge (Pemahaman Diri): Setelah menemukan diri mereka sendiri, peserta kemudian diberikan kesempatan untuk lebih memahami potensi dan keterbatasan mereka. Ini melibatkan pengenalan terhadap pola pikir, emosi, dan gaya komunikasi.
  • Re-programming (Pemrograman Ulang): Tahap terakhir melibatkan pembangunan keterampilan baru dan adaptasi perilaku. Peserta belajar untuk merumuskan strategi baru, mengubah pola yang tidak produktif, dan mengasah keterampilan yang relevan dengan peran Account Executive.

Konsep program yang akan dijalankan oleh peserta pelatihan ini adalah hasil perpaduan yang cermat antara elemen-elemen dinamika pengalaman, yang mendasari pendekatan pembelajaran. Program ini berdasarkan prinsip-prinsip Experiential Learning, yang menekankan pada pembelajaran melalui pengalaman, serta memfokuskan pada enam elemen dinamika yang signifikan dalam memengaruhi hasil dari pembelajaran berbasis pengalaman tersebut:

    1. Dinamika Motivasi: Keberlanjutan motivasi untuk belajar dan berkembang menjadi fokus utama dalam program ini. Upaya pengkondisian, pendampingan (coaching), refleksi (debriefing), dan bimbingan (konseling) akan secara terus-menerus mempertahankan dan membangun motivasi peserta untuk meraih hasil belajar yang optimal.

    2. Dinamika Tempat: Program ini mendorong peserta untuk mengembangkan kemampuan beradaptasi dalam lingkungan yang berbeda dan tidak biasa. Aktivitas di luar ruang akan menjadi metode kunci untuk mencapai tujuan ini, memungkinkan peserta untuk mengasah adaptabilitas mereka dalam berbagai situasi.

    3. Dinamika Kelompok: Kemampuan berinteraksi dan berkolaborasi menjadi komponen vital dalam program ini. Peserta akan terlibat dalam tugas-tugas kelompok yang dinamis, dengan komposisi anggota kelompok yang berubah setiap harinya. Ini membangun keterampilan beradaptasi dengan berbagai individu dan dinamika kelompok yang berbeda.

    4. Dinamika Kegiatan: Tugas-tugas yang dihadapi peserta selama pelatihan akan menantang berbagai aspek fisik, mental, sensorik, dan kognitif. Kegiatan ini dapat berkisar dari yang berdampak rendah hingga tinggi, membangun ketahanan dan keterampilan dalam menghadapi tantangan yang beragam.

    5. Dinamika Tekanan: Tekanan merupakan elemen yang diintegrasikan secara bijak dalam program ini. Peserta akan menghadapi berbagai bentuk tekanan, seperti tugas-tugas kreatif dan inovatif, batasan waktu, penanganan hambatan personal, konflik interpersonal, dan kompetisi sepanjang pelatihan.

    6. Dinamika Keberhasilan dan Kegagalan: Program ini menciptakan keseimbangan yang menggabungkan pengalaman keberhasilan dan kegagalan. Peserta akan merasakan kompleksitas pengalaman yang melibatkan perasaan pencapaian dan tantangan, mendorong pembelajaran yang lebih mendalam dan terstruktur.

Konsep ini mencerminkan pendekatan yang holistik dan terarah, dimana peserta terlibat dalam serangkaian pengalaman yang dirancang untuk merangsang pemahaman mendalam, adaptabilitas, keterampilan sosial, serta keseimbangan antara pencapaian dan pertumbuhan. Program ini memadukan berbagai elemen dinamika untuk membentuk suatu pendekatan pembelajaran yang efektif dan berdaya guna.

Obyektif AE Program

Tujuan utama dari Account Executive Development Program (AEDP) adalah mengembangkan dan memperkuat kompetensi serta keterampilan para Account Executive dalam menjalankan tanggung jawab mereka dengan efektif dan efisien. Program ini dirancang dengan tujuan yang jelas dan terarah guna menghasilkan dampak positif dalam perkembangan profesional peserta. Berikut adalah beberapa tujuan spesifik dari AEDP:

    1. Pengembangan Keterampilan Bisnis: Program bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta terhadap aspek-aspek bisnis yang relevan, termasuk strategi penjualan, manajemen hubungan pelanggan, analisis pasar, serta pemahaman mendalam terhadap industri yang mereka layani.

    2. Peningkatan Kemampuan Berkomunikasi: AEDP bertujuan untuk mengasah keterampilan komunikasi verbal dan nonverbal peserta. Hal ini meliputi kemampuan berbicara dengan jelas dan persuasif, mendengarkan dengan cermat, serta membangun hubungan yang kuat dengan klien dan rekan kerja.

    3. Pengembangan Keterampilan Negosiasi: Program ini bertujuan untuk melatih peserta dalam seni negosiasi yang efektif. Mereka akan belajar cara bernegosiasi dengan berbagai pihak terkait, mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan, serta membangun hubungan jangka panjang.

    4. Peningkatan Pemahaman Pelanggan: AEDP bertujuan untuk membantu peserta mengembangkan pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan harapan pelanggan. Ini akan membantu mereka menyusun solusi yang sesuai dengan kebutuhan klien dan menciptakan pengalaman yang lebih baik.

    5. Pengembangan Keterampilan Manajemen Waktu: Tujuan ini mencakup penguasaan peserta terhadap manajemen waktu yang efektif. Mereka akan belajar mengatur prioritas, mengelola pekerjaan dengan efisien, dan menghindari penundaan yang tidak produktif.

    6. Pengenalan terhadap Inovasi: AEDP bertujuan untuk membuka wawasan peserta terhadap konsep inovasi dalam konteks bisnis. Mereka akan diajak untuk berpikir kreatif, mencari peluang baru, dan menerapkan ide-ide inovatif dalam strategi pemasaran dan penjualan.

    7. Peningkatan Kemampuan Beradaptasi: Program ini bertujuan untuk membantu peserta mengembangkan ketangguhan dan fleksibilitas dalam menghadapi perubahan yang cepat dalam lingkungan bisnis dan pasar.

    8. Peningkatan Kepemimpinan: AEDP juga memiliki tujuan untuk membangun kualitas kepemimpinan pada peserta. Mereka akan belajar untuk memimpin tim, memberikan arahan yang jelas, dan memotivasi anggota tim untuk mencapai tujuan bersama.

    9. Peningkatan Kesadaran Diri: Program ini mendorong peserta untuk melakukan refleksi mendalam terhadap diri mereka sendiri, mengidentifikasi kekuatan dan area yang perlu ditingkatkan, serta mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai dan tujuan pribadi.

    10. Peningkatan Hasil dan Kontribusi: AEDP memiliki tujuan konkret untuk meningkatkan hasil kerja peserta dan kontribusi mereka terhadap kesuksesan perusahaan. Peserta diharapkan dapat memberikan dampak yang lebih besar dalam pencapaian tujuan bisnis.

Alur Kegiatan AE

Peserta Account Executive Development Program (AEDP) akan memulai perjalanan dari perusahaan atau lembaga mereka menggunakan kendaraan bus menuju Highland Camp Learning Center. Perjalanan dari Jakarta ke lokasi ini memakan waktu sekitar 2 jam. Setibanya di Highland Camp, peserta akan mengatasi isu-isu Toilet dan menikmati sarapan pagi.

Kemudian, seluruh peserta, manajemen perusahaan, dan instruktur dari HEXs Indonesia akan melaksanakan upacara pembukaan Account Executive Development Program (AEDP). Sesi pembukaan ini mencakup beberapa kegiatan, di antaranya:

    1. Sambutan dari Manajemen Perusahaan: Pihak manajemen perusahaan akan memberikan sambutan kepada peserta sebagai tanda penghargaan atas partisipasi mereka dalam program ini.

    2. Doa Bersama: Sebuah momen doa bersama akan diadakan untuk memulai program dengan doa dan harapan bersama.

    3. Serah Terima Otoritas: Manajemen perusahaan akan secara simbolis menyerahkan otoritas atau kendali program kepada tim HEXs Indonesia.

Setelah sesi pembukaan, kegiatan akan melanjutkan dengan sesi “Conditioning Big Group“. Dalam sesi ini, peserta akan mendapatkan penjelasan mengenai tujuan dan metode pelatihan dari pimpinan program, aturan-aturan yang berlaku selama pelatihan, serta tiga komitmen dasar yang diharapkan dari setiap peserta.

Selanjutnya, pada sesi “Conditioning Small Group“, akan dijelaskan tentang tujuan program, kondisi pelatihan, tugas, dan peran peserta serta fasilitator atau instruktur. Tujuan dari sesi “Conditioning” ini adalah untuk mencapai adaptabilitas (AD) dan orientasi pencapaian (AO).

Pelatihan kemudian akan dilanjutkan dengan kegiatan “Ice Breaking Small Group” yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman secara psikologis di dalam tim. Kegiatan ini juga bertujuan untuk memperkuat adaptabilitas (AD), pemahaman interpersonal (IU), dan orientasi pelayanan kepada pelanggan (CSO).

Setelah kegiatan “Ice Breaking Small Group“, peserta akan mengikuti “Building Self Confidence and Trust” yang melibatkan aktivitas “Trust Fall“. Kegiatan ini dirancang untuk membangun kepercayaan diri dan saling percaya antar peserta. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keyakinan diri (SC), pengendalian diri (SCO), pemahaman interpersonal (IU), dan orientasi pelayanan kepada pelanggan (CSO).

Dalam “Problem Solving Activity“, peserta akan menghadapi tugas yang mengharuskan mereka untuk melihat, menganalisis, dan merencanakan solusi untuk situasi tertentu. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendorong inisiatif, orientasi pencapaian (AO), pemahaman interpersonal (IU), dan kepemimpinan tim (TL).

Setelah “Problem Solving Activity“, kegiatan akan beralih ke “Land Orienteering“, sebuah kompetisi di mana peserta harus menyelesaikan sejumlah tugas di berbagai pos tugas dengan menyusuri jalur hutan menggunakan peta dan kompas. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengembangkan inisiatif, orientasi pencapaian (AO), pemahaman interpersonal (IU), kepemimpinan tim (TL), kepercayaan diri (SC), pengendalian diri (SCO), adaptabilitas (AD), dan orientasi pelayanan kepada pelanggan (CSO).

——————————–

Semua rincian mengenai alur kegiatan Account Executive Development Program (AEDP) dapat diperoleh dengan menghubungi tim desain program HEXs Indonesia yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program ini. 

Evaluasi, Laporan dan PAP

Di akhir pelaksanaan Program, HEXs Indonesia akan melaksanakan beberapa kegiatan penting, yaitu Evaluasi Program, Laporan Dinamika Kelompok, dan Personal Action Plan (PAP):

    1. Evaluasi Program: Evaluasi program pelatihan merupakan proses holistik yang bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi keseluruhan program pelatihan. Evaluasi ini melibatkan umpan balik dari para peserta terkait dengan efektivitas program, fasilitas pelatihan, serta kualitas fasilitator atau instruktur pelatihan. Hasil evaluasi ini memberikan wawasan yang berharga dalam meningkatkan dan mengoptimalkan pelaksanaan program di masa depan.

    2. Laporan Dinamika Kelompok: Laporan Dinamika Kelompok adalah rangkuman dari hasil pembelajaran yang diperoleh oleh peserta melalui kegiatan berbagi dan diskusi mengenai pengalaman selama pelatihan. Laporan ini mencerminkan dinamika dan proses yang terjadi dalam kegiatan dinamika kelompok serta menggambarkan inti dari pembelajaran yang diambil. Laporan ini mencakup rincian kegiatan yang dilakukan, interaksi di antara anggota kelompok, pencapaian yang dicapai, dan rekomendasi untuk pengembangan lebih lanjut.

    3. Personal Action Plan (PAP): Personal Action Plan (PAP) merupakan rencana tindakan pribadi yang dibuat oleh setiap peserta sebagai langkah konkret untuk mengimplementasikan pembelajaran yang diperoleh selama pelatihan. PAP mencakup langkah-langkah yang akan diambil oleh masing-masing peserta untuk menerapkan konsep-konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam kehidupan profesional mereka. Rencana ini mencerminkan upaya nyata dalam menerapkan pembelajaran ke dalam konteks kerja sehari-hari.

Ketiga kegiatan ini secara kolektif memainkan peran penting dalam mengevaluasi, merespons, dan mengaplikasikan pembelajaran yang diperoleh oleh peserta selama Account Executive Development Program (AEDP). Evaluasi Program membantu tim pengembang program untuk terus memperbaiki dan meningkatkan kualitas program di masa depan.

Laporan Dinamika Kelompok memberikan wawasan tentang interaksi dan hasil pembelajaran kelompok, sementara Personal Action Plan memberikan rancangan tindakan konkret untuk menerapkan pembelajaran dalam praktik sehari-hari. Dengan demikian, ketiga komponen ini bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan keseluruhan program yang meliputi pemahaman mendalam, pengembangan keterampilan, dan penerapan nyata dalam konteks profesi peserta.

Investasi AE

Investasi yang diperlukan untuk melaksanakan Account Executive Development Program (AEDP) sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk durasi program, desain program, dan fasilitas pelatihan yang disediakan. Secara umum, investasi dalam AEDP mencakup berbagai elemen, termasuk:

    1. Creative Program dengan Perlengkapan Aktivitas: Desain program yang kreatif dan perlengkapan untuk berbagai aktivitas pelatihan yang diperlukan untuk mendukung pembelajaran yang interaktif dan efektif.

    2. Staff Pelatihan: Tim pelatih yang terdiri dari Course Director, Instruktur, Technical Support, dan Paramedic untuk memastikan pelaksanaan yang lancar dan aman.

    3. Peralatan Kegiatan: Berbagai peralatan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan pelatihan, termasuk alat-alat presentasi dan peralatan pendukung lainnya.

    4. Alat Peraga Event: Pengadaan alat peraga event seperti spanduk dan materi promosi lainnya untuk memastikan program terlaksana dengan baik.

    5. Akomodasi dan Venue: Penyediaan akomodasi yang sesuai selama pelatihan, termasuk pilihan venue yang mendukung atmosfer pembelajaran yang efektif.

    6. Konsumsi: Penyediaan konsumsi yang disesuaikan selama pelatihan, termasuk makanan dan minuman untuk peserta.

    7. Asuransi Kecelakaan: Asuransi kecelakaan yang mencakup observer, peserta, dan kru HEXs Indonesia untuk menjaga keselamatan selama pelatihan.

    8. Laporan Pelatihan: Penyusunan dan penyediaan laporan evaluasi program, dinamika pembelajaran kelompok, dan personal action plan yang akan diserahkan kepada peserta sebagai hasil dari pelatihan.

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai besaran investasi dan detail fasilitas yang termasuk dalam Account Executive Development Program (AEDP), Anda dapat menghubungi Hotline HEXs Indonesia melalui nomor +62 811-1200-996. Tim customer service akan siap membantu Anda menghubungkan dengan staf keuangan atau perancang program untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci mengenai investasi yang dibutuhkan dan fasilitas yang akan disediakan dalam pelaksanaan program ini.

Simpulan Account Executive Development Program (AE)

Account Executive Development Program

Account Executive Development Program (AEDP) adalah sebuah inisiatif yang komprehensif dan terencana dengan cermat untuk membawa perkembangan dan peningkatan dalam peran dan tanggung jawab Account Executive. Dengan pendekatan pembelajaran yang berbasis pengalaman (Experiential Learning), program ini memberikan peserta pelatihan kesempatan untuk merasakan, berinteraksi, dan mengatasi tantangan dalam lingkungan yang simulatif dan mendukung.

HEXs Indonesia tidak hanya merancang AEDP yang informatif, tetapi juga mengajak peserta untuk menggali potensi diri dan mengembangkan keterampilan penting seperti komunikasi yang efektif, negosiasi yang cerdas, kepemimpinan yang berdaya, dan pemecahan masalah yang kreatif. Setiap tahapan dari program ini, mulai dari sesi “Concrete Experience” hingga “Active Experimentation,” dirancang untuk memperdalam pemahaman peserta dan mendorong penerapan praktis dalam situasi dunia nyata.

Melalui tujuan yang terukur dan metodologi yang terstruktur, AEDP bertujuan untuk melampaui batas-batas tradisional pembelajaran dan membawa dampak nyata dalam kemampuan dan sikap peserta. Dengan penekanan pada adaptabilitas, kerjasama, dan orientasi pada pencapaian, program ini menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan pribadi dan profesional yang berkelanjutan. (Edited on 8/12/2023)


Beranda » Experiential learning

The post Account Executive Development Program (AE) appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Management Trainee Program (MT) https://highlandexperience.co.id/management-trainee-program Sat, 12 Aug 2023 02:16:47 +0000 https://highlandexperience.co.id/?p=7746 Tujuan Utama Management Trainee Program adalah untuk mengidentifikasi, melatih, dan mempersiapkan individu berpotensi sebagai calon pemimpin yang mampu mengisi peran manajerial dengan kecakapan dan visi yang tajam dalam organisasi. Program ini menggabungkan pendekatan pelatihan intensif dengan fokus pada pengembangan kompetensi kunci yang diperlukan dalam lingkungan bisnis modern. Program Manajemen Trainee Manajemen Trainee Program didesain dan [...]

The post Management Trainee Program (MT) appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Tujuan Utama Management Trainee Program adalah untuk mengidentifikasi, melatih, dan mempersiapkan individu berpotensi sebagai calon pemimpin yang mampu mengisi peran manajerial dengan kecakapan dan visi yang tajam dalam organisasi. Program ini menggabungkan pendekatan pelatihan intensif dengan fokus pada pengembangan kompetensi kunci yang diperlukan dalam lingkungan bisnis modern.


H O T L I N E +62 811-1200-996

RESERVASI


Program Manajemen Trainee

Manajemen Trainee Program didesain dan disusun secara cermat dengan nilai-nilai inti dan budaya perusahaan (corporate values). Dalam hal ini, penting bagi program ini untuk menjadi wahana yang mampu membentuk individu tidak hanya dalam hal kompetensi manajerial, tetapi juga dalam aspek integritas, kolaborasi, dan visi organisasi.

Dengan demikian, para peserta program ini akan mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai bagaimana mengaplikasikan konsep-konsep manajemen dalam konteks praktis organisasi.

Selama periode pelatihan, peserta Manajemen Trainee akan diberikan peluang untuk terlibat dalam beragam tantangan dan proyek-proyek yang mendorong pengembangan keterampilan kepemimpinan, analitis, dan problem-solving. Melalui pendekatan yang terstruktur dan berfokus pada pengalaman nyata, program ini bertujuan untuk mempersiapkan para peserta dengan landasan yang kokoh dalam berbagai aspek manajemen, sehingga mereka siap menghadapi dinamika dan kompleksitas dunia bisnis modern.

Program Manajemen Trainee (MT) merupakan komponen integral dari serangkaian program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia yang difasilitasi oleh HEXs Indonesia, dengan pelaksanaan di Highland Camp Learning Center atau lokasi lain di seluruh Indonesia.

Secara mendasar, Program Manajemen Trainee (MT) yang berbasis pada metode Experiential Learning bertujuan untuk:

  • Membentuk Calon Pemimpin Unggul: Program ini dirancang untuk membentuk para talenta muda menjadi calon pemimpin sesuai dengan standar kualifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Melalui pengalaman langsung dalam situasi nyata, peserta program akan mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang praktik-praktik manajerial yang efektif, serta kemampuan untuk mengambil keputusan strategis.
  • Melatih Kolaborasi dengan Manajer dan Eksekutif: Para peserta Program MT akan ditempatkan dalam lingkungan di mana mereka dapat belajar secara berdampingan dengan para manajer dan eksekutif senior. Ini menciptakan peluang berharga bagi mereka untuk memahami secara lebih mendalam dinamika kerja tim, komunikasi efektif, serta nilai-nilai kepemimpinan yang terintegrasi dengan kebutuhan organisasi.
  • Menilai dan Mengembangkan Calon Manajemen Berkualitas: Program ini berperan penting dalam proses evaluasi dan pemilihan calon manajemen yang berkualitas. Dengan kriteria yang ketat, peserta yang menunjukkan potensi yang luar biasa akan dapat diidentifikasi dan dipersiapkan untuk peran eksekutif di masa depan. Selain itu, program ini juga berfokus pada pengembangan karakter, pelatihan operasional, serta manajemen sumber daya manusia di dalam perusahaan.

Tujuan keseluruhan dari Program Manajemen Trainee (MT) dapat disusun berdasarkan pada nilai-nilai inti dan budaya perusahaan. Ini mencakup penguatan nilai-nilai dasar yang menjadi fondasi organisasi, serta kompetensi yang mendukung peningkatan kualitas kerja individu dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan standar dan kebutuhan tempat kerja.

Program Manajemen Trainee (MT) yang menggunakan metode Experiential Learning menciptakan lingkungan pembelajaran yang berfokus pada pengalaman nyata. Ini membekali para peserta dengan keterampilan praktis dan pemahaman konseptual yang saling melengkapi, mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan dan peluang di dunia bisnis yang terus berubah. Sebagai bagian dari strategi pengembangan sumber daya manusia, program ini berperan penting dalam menciptakan jajaran pemimpin masa depan yang handal dan berkualitas.

Metode MT Program

Program Manajemen Trainee (MT) berbasis metode Experiential Learning mendorong peserta untuk memetik pelajaran berharga dari pengalaman yang mereka alami selama proses pelatihan. Konsep ini mendasarkan pembelajaran pada refleksi mendalam atas pengalaman nyata yang sesuai dengan kebutuhan pengembangan pribadi masing-masing individu.

Penting dicatat bahwa pembelajaran dalam konteks ini tidak berhenti pada level konseptual, melainkan berlangsung dalam bentuk aplikasi praktis. Peserta diharapkan mampu mengintegrasikan nilai-nilai dan wawasan yang diperoleh dari pengalaman mereka ke dalam aktivitas-aktivitas berikutnya. Melalui pendekatan ini, pembelajaran menjadi lebih dari sekadar wacana, tetapi mampu menghasilkan transformasi nyata baik pada diri individu maupun dalam konteks kelompok atau komunitas.

Pada tahap awal program, peserta diberikan informasi mengenai tugas atau aktivitas yang akan dijalani. Dengan instruksi yang jelas, mereka melaksanakan tugas atau aktivitas sesuai dengan panduan yang telah diberikan. Selama pelaksanaan tugas, peserta diberikan kebebasan untuk menjalankan inisiatif dan mengambil keputusan yang relevan.

Setelah pengalaman dilalui, tahap refleksi dan pengolahan menjadi kunci. Diskusi dan berbagi pengalaman dalam kelompok merupakan tahap penting dalam menguraikan serta mengambil hikmah dari pengalaman masing-masing individu. Dalam konteks ini, terbentuklah ruang untuk menggali perspektif berbeda dan melihat berbagai sudut pandang, yang pada akhirnya berkontribusi pada pengayaan pembelajaran.

Melalui perpaduan antara pengalaman langsung, refleksi mendalam, diskusi kelompok, dan penerapan konsep-konsep dalam situasi nyata, peserta Program MT yang menerapkan metode Experiential Learning mampu mengembangkan keterampilan praktis dan pemahaman konseptual secara serentak. Selain itu, mereka juga mampu menerapkan pembelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari, menghasilkan dampak positif baik pada diri sendiri maupun dalam lingkungan sekitar.

Sekilas Experiential Learning

Metode Experiential Learning, atau Pembelajaran Berdasarkan Pengalaman, merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada perolehan pengetahuan melalui pengalaman langsung. Konsep ini merangkul integrasi pemahaman konsep dengan tindakan yang dijalankan oleh individu dalam proses belajar.

Dalam Metode Experiential Learning, para peserta pelatihan diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi pengalaman yang akan menjadi fokus pembelajaran mereka. Mereka dapat memilih pengalaman yang ingin ditekankan, mengidentifikasi keterampilan yang ingin ditingkatkan, dan membentuk konsep dari pengalaman yang telah mereka alami. Pendekatan ini memungkinkan peserta untuk mengasah pemahaman mereka dengan cara yang konkret dan relevan.

Keunggulan Metode Experiential Learning terletak pada kemampuannya untuk menggabungkan aspek kognitif, afektif, dan emosional dalam proses pembelajaran. Para peserta tidak hanya mendapatkan pengetahuan konseptual, tetapi juga terlibat secara emosional dalam pengalaman tersebut. Hal ini membantu menciptakan pemahaman yang lebih mendalam dan berkesan.

Metode Experiential Learning dipilih sebagai pendekatan pembelajaran di luar ruangan yang efektif, karena mampu memenuhi seluruh dimensi penting dalam proses belajar. Dengan memasukkan keempat tahap berikut:

  • Tahap Pengalaman Nyata (Concrete Experience): Peserta terlibat dalam pengalaman konkret yang relevan dengan tujuan pembelajaran.
  • Tahap Observasi Refleksi (Reflective Observation): Peserta merefleksikan pengalaman mereka dan mengidentifikasi aspek-aspek yang berdampak pada pemahaman dan emosi.
  • Tahap Konseptualisasi (Abstract Conceptualization): Peserta mengembangkan pemahaman konseptual dari pengalaman mereka, mengaitkannya dengan teori dan konsep yang relevan.
  • Tahap Implementasi atau Eksperimen (Active Experimentation): Peserta menerapkan pemahaman baru ke dalam situasi atau konteks yang berbeda, memperluas pemahaman mereka dan menguji konsep yang telah diperoleh.

Pada hakikatnya, dalam Metode Experiential Learning, pengalaman pribadi individu menjadi media pembelajaran utama. Dalam konteks Program Manajemen Trainee, metode ini memungkinkan para peserta untuk mengintegrasikan pengetahuan konseptual dengan keterampilan praktis, menciptakan pengalaman pembelajaran yang holistik dan mendalam.

Konsep MT Program

Secara keseluruhan, Program Manajemen Trainee (MT) melibatkan sejumlah elemen kunci yang saling berinteraksi untuk menciptakan pengalaman pembelajaran yang komprehensif dan bermakna. Berikut adalah elemen-elemen tersebut:

  • Peserta: Para individu yang mengikuti program ini, yang memiliki potensi untuk menjadi calon pemimpin masa depan dan bersedia mengambil bagian dalam perjalanan pembelajaran yang intensif.
  • Lingkungan yang Unik: Program ini menempatkan peserta dalam lingkungan yang khusus dirancang untuk membantu pengembangan kepemimpinan dan keterampilan manajerial. Lingkungan ini dapat mencakup sesi pelatihan, diskusi kelompok, simulasi bisnis, dan pengalaman lapangan yang memperkaya proses belajar.
  • Tantangan: Peserta dihadapkan pada berbagai tantangan yang menguji keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan adaptasi mereka. Tantangan-tantangan ini membantu memperkuat pemahaman dan keterampilan yang diperlukan dalam peran manajerial.
  • Disonansi: Peserta mungkin mengalami disonansi kognitif, yaitu ketidakcocokan antara pemahaman yang ada dan realitas yang mereka alami. Ini mendorong mereka untuk merenung, merevaluasi, dan memperdalam pemahaman mereka.
  • Insight (wawasan): Melalui pengalaman, tantangan, dan disonansi, peserta akan memperoleh wawasan baru tentang diri mereka, kekuatan, kelemahan, dan potensi untuk perkembangan lebih lanjut.
  • Konsep Diri: Elemen ini berkaitan dengan bagaimana peserta menggambarkan diri mereka sendiri, mengidentifikasi peran dan tujuan mereka sebagai calon pemimpin, serta membentuk citra tentang apa yang ingin mereka capai melalui program ini.

Alur rangkaian dalam Program Manajemen Trainee (MT) mencakup tiga tahap penting:

  • Self Discovery (Penemuan Diri): Peserta mengalami perjalanan untuk lebih memahami diri mereka sendiri, mengidentifikasi nilai-nilai, minat, dan potensi yang dimiliki. Tahap ini merupakan dasar bagi pengembangan kepemimpinan yang autentik.
  • Self Knowledge (Pemahaman Diri): Peserta lebih mendalam dalam memahami keterampilan, kekuatan, dan area yang perlu ditingkatkan. Mereka mengidentifikasi peluang untuk pertumbuhan pribadi dan profesional.
  • Re-Programming (Pemrograman Ulang): Tahap terakhir melibatkan perubahan paradigma dan pemahaman baru. Peserta merancang rencana tindakan untuk menerapkan pembelajaran dalam situasi dunia nyata dan membangun pondasi kuat sebagai calon pemimpin.

Dan, konsep program yang akan dijalankan dalam Pelatihan Manajemen Trainee (MT) didasarkan pada penerapan dinamika pengalaman yang melibatkan enam elemen kunci. Elemen-elemen ini secara signifikan mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pembelajaran yang berbasis Experiential Learning, dan membentuk landasan yang kokoh untuk pengembangan peserta. Berikut adalah enam elemen dinamika yang menjadi dasar konsep program:

  • Dinamika Motivasi: Motivasi untuk belajar dan tumbuh akan dijaga dan ditingkatkan melalui pendekatan pengkondisian, bimbingan (coaching), analisis pascapenugasan (debriefing), dan konseling. Ini akan memastikan bahwa peserta tetap terlibat dan bersemangat untuk mencapai tujuan pembelajaran.
  • Dinamika Tempat: Kemampuan peserta untuk beradaptasi dengan lingkungan yang beragam dan tidak biasa akan diuji melalui kegiatan di luar ruangan. Interaksi dengan lingkungan alami dan situasi yang tidak terduga akan merangsang adaptabilitas dan kreativitas.
  • Dinamika Kelompok: Kemampuan berinteraksi dan berkolaborasi dalam kelompok akan diperkuat melalui dinamika tugas kelompok yang berganti anggota setiap hari. Hal ini merangsang adaptasi, komunikasi efektif, dan kemampuan berkontribusi dalam berbagai dinamika tim.
  • Dinamika Kegiatan: Tantangan fisik, mental, sensorik, dan kognitif akan dihadirkan melalui beragam tugas selama pelatihan. Kegiatan ini dapat bervariasi dari aktivitas ringan hingga intensif, menciptakan pengalaman yang komprehensif untuk pengembangan peserta.
  • Dinamika Tekanan: Tekanan yang bervariasi, seperti tugas-tugas kreatif dan inovatif, batas waktu, penanganan hambatan pribadi (kelemahan), konflik interpersonal, dan persaingan, akan merangsang perkembangan dalam mengatasi tekanan dan mengelola konflik.
  • Dinamika Keberhasilan dan Kegagalan: Keseimbangan antara meraih keberhasilan dan menghadapi kegagalan dalam menyelesaikan tugas akan menambah kompleksitas pengalaman. Ini membentuk wawasan tentang bagaimana mengelola tantangan dengan bijak dan mengevaluasi hasil dengan konstruktif.

Obyektif MT Program

Tujuan utama dari Program Manajemen Trainee (MT) yang berbasis metode Experiential Learning adalah mengembangkan dan mempersiapkan para peserta menjadi calon pemimpin yang unggul dan berkualitas. Berikut adalah tujuan-tujuan spesifik dari Program MT:

  • Pengembangan Kepemimpinan: Program MT bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan yang kuat pada peserta. Melalui pengalaman nyata, tantangan, dan refleksi mendalam, peserta akan memperoleh wawasan tentang gaya kepemimpinan yang efektif dan cara memimpin tim dengan visi dan inspirasi.
  • Peningkatan Keterampilan Manajerial: Program ini berfokus pada pengembangan keterampilan manajerial yang meliputi perencanaan, pengambilan keputusan, komunikasi, manajemen waktu, dan delegasi tugas. Peserta akan mengasah kemampuan ini melalui situasi-situasi dunia nyata yang dihadapi selama program.
  • Pemahaman Organisasi: Peserta akan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang struktur, budaya, nilai-nilai inti, dan tujuan perusahaan. Hal ini akan membantu mereka untuk mengintegrasikan visi perusahaan ke dalam praktek-praktek manajerial mereka.
  • Kemampuan Beradaptasi: Melalui dinamika lingkungan yang berbeda dan tugas-tugas beragam, peserta akan mengembangkan kemampuan beradaptasi yang diperlukan untuk menghadapi perubahan dan tantangan dalam dunia bisnis yang cepat berubah.
  • Pengembangan Keterampilan Kolaborasi: Program ini menekankan pada kerjasama dan kerja tim. Melalui tugas-tugas kelompok yang terus berubah, peserta akan belajar bagaimana berkolaborasi dengan berbagai jenis individu, membangun kepercayaan, dan mengatasi konflik.
  • Manajemen Tekanan dan Konflik: Peserta akan memperoleh kemampuan dalam mengelola tekanan, mengatasi tantangan, dan menyelesaikan konflik secara efektif. Ini akan membekali mereka dengan keterampilan untuk tetap tenang dan berkinerja tinggi dalam situasi yang menekan.
  • Pembelajaran Berkelanjutan: Program ini mendorong sikap belajar berkelanjutan. Peserta akan mengembangkan keterampilan refleksi diri yang kuat, memungkinkan mereka untuk terus belajar dari pengalaman dan mengintegrasikan pembelajaran ke dalam perkembangan karier mereka.
  • Pengenalan Standar Operasional: Peserta akan diberikan pemahaman yang mendalam tentang standar operasional dan prosedur perusahaan. Hal ini akan membantu mereka untuk beroperasi sesuai dengan nilai-nilai dan etika organisasi.

Dengan tujuan-tujuan yang jelas ini, Program Manajemen Trainee (MT) bertujuan untuk menciptakan calon pemimpin yang berwawasan luas, mampu beradaptasi, memiliki keterampilan manajerial yang tangguh, dan siap menghadapi tantangan kompleks dalam dunia bisnis modern.

Alur Kegiatan MT Program

Peserta Program Manajemen Trainee (MT) akan memulai perjalanan dari perusahaan atau lembaga mereka menggunakan kendaraan bus menuju Highland Camp Learning Center, yang berlokasi sekitar 2 jam perjalanan dari Jakarta. Setibanya di Highland Camp, para peserta akan mengikuti beberapa kegiatan awal.

Kegiatan dimulai dengan penyelesaian isu-isu terkait kebutuhan di toilet dan sarapan pagi untuk memastikan kondisi fisik dan kenyamanan peserta. Selanjutnya, seluruh peserta, manajemen perusahaan, dan instruktur dari HEXs Indonesia akan melaksanakan upacara pembukaan Program Manajemen Trainee (MT).

Upacara pembukaan ini akan terdiri dari beberapa sesi penting, meliputi:

  • Sambutan dari Manajemen Perusahaan: Para peserta akan disambut oleh manajemen perusahaan, yang akan memberikan pengantar dan harapan atas pelaksanaan program.
  • Doa Bersama: Sesi doa bersama akan menciptakan atmosfer yang khusyuk dan mendukung semangat pembelajaran.
  • Serah Terima Otoritas: Manajemen perusahaan akan secara simbolis menyerahkan otoritas pelatihan kepada tim instruktur dari HEXs Indonesia, menandakan dimulainya proses pembelajaran yang intensif.

Setelah sesi pembukaan, program akan dilanjutkan dengan sesi “Conditioning Big Group“, yang melibatkan seluruh peserta. Pada sesi ini, akan dijelaskan tujuan dan metode pelatihan oleh pimpinan Program Manajemen Trainee. Selain itu, aturan-aturan yang harus diikuti selama pelatihan akan diuraikan, serta peserta akan diminta untuk berkomitmen pada tiga prinsip dasar pelatihan.

Sesi “Conditioning Small Group” akan memberikan penjelasan lebih rinci mengenai tujuan program, kondisi pelatihan, tugas-tugas yang akan dijalani, serta peran peserta dan fasilitator/instruktur. Tujuan dari sesi ini adalah untuk membantu peserta beradaptasi dengan lingkungan baru dan memahami ekspektasi serta peran masing-masing.

Kemudian, “Ice Breaking Small Group” akan dilakukan untuk menciptakan iklim yang nyaman dan aman secara psikologis dalam tim. Kegiatan ini akan membantu peserta lebih mengenal satu sama lain secara mendalam, mengasah keterampilan adaptabilitas, pemahaman interpersonal, dan orientasi pelayanan kepada pelanggan.

Selanjutnya, “Building Self Confidence and Trust” akan fokus pada membangun kepercayaan diri dan kepercayaan terhadap sesama. Aktivitas “Trust Fall” akan menjadi bagian penting dalam proses ini, membantu peserta mengembangkan keyakinan diri, kendali diri, pemahaman interpersonal, dan orientasi pelayanan kepada pelanggan.

“Pengembangan Kemampuan Menyelesaikan Masalah” akan menghadirkan aktivitas yang memunculkan perilaku analitis dan perencanaan dalam menyelesaikan tantangan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengembangkan inisiatif, orientasi pencapaian, pemahaman interpersonal, dan kepemimpinan tim.

Akhirnya, “Land Orienting” akan menjadi kompetisi di mana peserta mengumpulkan reward dengan menyelesaikan serangkaian tugas di pos-pos yang telah ditentukan. Kegiatan ini memerlukan kemampuan berorientasi peta dan kompas, serta keterampilan beradaptasi, kepemimpinan tim, kepercayaan diri, dan orientasi pelayanan kepada pelanggan.

—————————————–

Detail lebih lanjut mengenai alur kegiatan Program Manajemen Trainee (MT) dapat diperoleh dengan menghubungi tim desain program dari HEXs Indonesia yang bertanggung jawab atas pelaksanaannya.

Evaluasi, Laporan dan PAP

Pada tahap akhir pelaksanaan program, HEXs Indonesia akan melaksanakan evaluasi yang mencakup beberapa aspek penting, yakni Evaluasi Program, Laporan Dinamika Kelompok, dan Personal Action Plan (PAP).

  • Evaluasi Program: Evaluasi program pelatihan memiliki cakupan yang komprehensif, bertujuan untuk mengukur efektivitas dan efisiensi keseluruhan program pelatihan. Evaluasi ini melibatkan partisipasi peserta dalam menilai sejauh mana program telah mencapai tujuan pembelajaran, kualitas fasilitas pelatihan, serta kemampuan fasilitator atau instruktur. Feedback dari peserta akan menjadi landasan penting untuk meningkatkan program pelatihan di masa depan.
  • Laporan Dinamika Kelompok: Laporan ini merupakan rangkuman inti dari pembelajaran yang diperoleh peserta melalui proses sharing dan diskusi atas pengalaman berkegiatan. Laporan ini merefleksikan dinamika dan proses yang terjadi selama kegiatan kelompok, yang berkaitan dengan inti pembelajaran. Di dalamnya terdapat gambaran tentang aktivitas yang dilakukan, interaksi antar anggota kelompok, hasil yang dicapai, dan rekomendasi untuk pengembangan lebih lanjut. Laporan ini menjadi alat penting untuk mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan dinamika kelompok dalam pelatihan.
  • Personal Action Plan (PAP): Personal Action Plan (Rencana Tindakan Pribadi) merupakan langkah konkret yang diambil oleh masing-masing peserta sebagai implementasi dari pembelajaran yang diperoleh selama pelatihan. PAP menggambarkan rencana individu untuk menerapkan konsep-konsep dan keterampilan yang telah diperoleh dalam situasi dunia nyata. Rencana ini mencakup langkah-langkah spesifik yang akan diambil oleh peserta untuk mencapai tujuan pribadi mereka, sehingga membantu dalam penerapan pembelajaran dalam konteks pekerjaan atau kehidupan sehari-hari.

Investasi MT Program

Investasi yang diperlukan untuk mengikuti Program Manajemen Trainee (MT) dapat bervariasi tergantung pada durasi kegiatan, desain program, dan fasilitas pelatihan yang disediakan. Fasilitas dan layanan yang mencakup Program MT secara umum meliputi:

  • Creative Program dengan Perlengkapan Aktivitas: Program pelatihan yang inovatif dan dirancang khusus untuk mengembangkan kemampuan peserta melalui berbagai aktivitas pembelajaran.
  • Staff Pelatihan: Tim pelatih yang terdiri dari Course Director, Instruktor, Technical Support, dan Paramedic yang siap membantu kelancaran dan keberhasilan pelatihan.
  • Peralatan Kegiatan: Penyediaan peralatan yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas pelatihan, termasuk bahan-bahan yang mendukung pembelajaran.
  • Alat Peraga Event: Penggunaan alat peraga seperti spanduk dan materi visual lainnya untuk memfasilitasi berjalannya program.
  • Akomodasi Selama Pelatihan: Tempat menginap yang disesuaikan dengan durasi dan kebutuhan pelatihan, memberikan kenyamanan bagi peserta selama kegiatan berlangsung.
  • Konsumsi: Penyediaan makanan dan minuman yang disesuaikan dengan jadwal dan kebutuhan peserta selama tiga hari pelatihan.
  • Asuransi Kecelakaan: Perlindungan asuransi kecelakaan bagi peserta, pengamat, dan kru dari HEXs Indonesia untuk memastikan keselamatan selama pelaksanaan program.
  • Laporan Pelatihan: Penyediaan laporan evaluasi program, dinamika pembelajaran kelompok, dan rencana tindakan pribadi (Personal Action Plan) yang akan diserahkan kepada peserta dalam waktu 7 hari setelah pelatihan selesai.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai besaran investasi dan detail fasilitas yang termasuk dalam Program Manajemen Trainee (MT), Anda dapat menghubungi Hotline HEXs Indonesia melalui nomor +62 811-1200-996. Customer service akan membantu menghubungkan Anda dengan staf keuangan atau perancang program untuk menentukan informasi lebih lanjut mengenai investasi yang diperlukan.

Simpulan Management Trainee Program (MT)

Management Trainee Program

Program Manajemen Trainee (MT) yang menerapkan metode Experiential Learning telah terbukti sebagai pendekatan yang efektif dan holistik dalam mengembangkan calon pemimpin yang unggul dan berkualitas. Melalui kombinasi pengalaman nyata, refleksi mendalam, dan interaksi dalam dinamika kelompok, peserta Program MT mampu mengembangkan berbagai keterampilan dan pemahaman yang penting dalam konteks dunia bisnis yang dinamis.

Metode Experiential Learning menghadirkan pengalaman pembelajaran yang aktif dan berpusat pada peserta, di mana mereka tidak hanya mengasimilasi pengetahuan, tetapi juga mengaitkannya dengan tindakan nyata. Pendekatan ini membantu peserta untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan, keterampilan manajerial, adaptabilitas, dan kemampuan berkolaborasi secara mendalam.

Dinamika kelompok yang diintegrasikan dalam Program MT melalui metode Experiential Learning membantu peserta dalam memahami pentingnya kerja tim, komunikasi efektif, dan kemampuan mengatasi tantangan bersama. Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang beragam dan kemampuan mengelola tekanan dan konflik menjadi lebih terasah melalui pengalaman langsung.

Selain itu, personal action plan (rencana tindakan pribadi) yang dihasilkan sebagai bagian dari Program MT memungkinkan peserta untuk menerapkan pembelajaran mereka secara konkret dalam kehidupan profesional dan pribadi. Dengan mengidentifikasi langkah-langkah yang akan diambil untuk mengimplementasikan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari, peserta siap menghadapi tantangan masa depan dengan keyakinan dan kesiapan yang lebih baik. (Edited on 8/12/2023)


Beranda » Experiential learning

The post Management Trainee Program (MT) appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Management Development Program (MDP) | Program Pengembangan Manajemen https://highlandexperience.co.id/program-pengembangan-manajemen Fri, 11 Aug 2023 11:54:25 +0000 https://highlandexperience.co.id/?p=7689 Management Development Program (MDP) atau Program Pengembangan Manajemen (PPM) dengan metode Experiential Learning merupakan sebuah perjalanan transformasional yang membentuk individu menjadi pemimpin yang kompeten, adaptif, dan inspiratif dalam menghadapi kompleksitas dunia bisnis dan tantangan kepemimpinan di masa depan. Management Development Program (MDP) Program Pengembangan Manajemen (PPM) dengan pendekatan pendidikan luar ruangan merupakan suatu model pelatihan [...]

The post Management Development Program (MDP) | Program Pengembangan Manajemen appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Management Development Program (MDP) atau Program Pengembangan Manajemen (PPM) dengan metode Experiential Learning merupakan sebuah perjalanan transformasional yang membentuk individu menjadi pemimpin yang kompeten, adaptif, dan inspiratif dalam menghadapi kompleksitas dunia bisnis dan tantangan kepemimpinan di masa depan.


H O T L I N E +62 811-1200-996

RESERVASI


Management Development Program (MDP)

Program Pengembangan Manajemen (PPM) dengan pendekatan pendidikan luar ruangan merupakan suatu model pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia yang dirancang untuk meningkatkan ketrampilan manajerial peserta atau tim melalui serangkaian kegiatan yang dilaksanakan di lingkungan terbuka, yang didasarkan pada prinsip-prinsip nilai inti perusahaan dan kompetensi.

Pendekatan ini memiliki tujuan mendasar dalam mengokohkan kemampuan kepemimpinan, kolaborasi tim, komunikasi yang efektif, solusi terhadap permasalahan, serta kreativitas dalam menghadapi tantangan dunia nyata.

Metode pengajaran dalam Program Pengembangan Manajemen (PPM) menghadirkan pengalaman belajar yang mendalam dan interaktif, di mana peserta tidak hanya berkutat pada teori semata, melainkan secara aktif terlibat dalam situasi riil di luar ruangan. Dengan cara ini, peserta dihadapkan pada tantangan fisik dan mental yang mengharuskan mereka bekerja sama, berkomunikasi secara efisien, dan menemukan solusi kreatif dalam mengatasi berbagai permasalahan yang muncul.

Program Pengembangan Manajemen (PPM) ini merupakan bagian integral dari serangkaian program luas yang didedikasikan untuk pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, yang diselenggarakan oleh HEXs Indonesia. Kegiatan ini secara dilaksanakan di Highland Camp Learning Center, serta lokasi-lokasi lain di seluruh Indonesia yang telah ditunjuk.

Secara konseptual, Program Pengembangan Manajemen (PPM) yang didasarkan pada metode Experiential Learning dirancang dengan tujuan utama untuk mencapai beberapa sasaran penting. Program ini bertujuan untuk membantu para manajer membangun keterampilan yang diperlukan agar mampu mengatasi konflik dengan efektif, berkomunikasi secara efisien dengan rekan kerja, serta memberikan bimbingan kepada tim di bawah mereka sehingga dapat bekerja secara sinergis dan produktif.

Sejalan dengan itu, tujuan umum dari Program Pengembangan Manajemen (PPM)  berlandaskan pada nilai-nilai inti perusahaan  untuk memperkuat prinsip organisasi. Selain itu, tujuan pelatihan berlandaskan kompetensi yang ditetapkan untuk meningkatkan kualitas kinerja setiap individu, mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan kebutuhan yang ada di lingkungan kerja.

Melalui upaya yang terfokus pada perkembangan individu dan pencapaian tujuan organisasi, Program Pengembangan Manajemen (PPM) yang dijalankan oleh HEXs Indonesia memberikan kontribusi yang signifikan dalam mempersiapkan para pemimpin masa depan yang mampu menghadapi tantangan kompleks dalam dunia bisnis modern. Dengan mengintegrasikan pengalaman langsung dengan nilai-nilai inti dan kompetensi yang relevan, program ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang adaptif, kolaboratif, dan inovatif.

Metode Program MDP

Management Development Program (MDP) yang didasarkan pada metode Experiential Learning, mendorong peserta untuk mengambil manfaat dari pengalaman-pengalaman yang mereka alami selama proses pelatihan. Peserta didorong untuk merenungkan pengalaman-pengalaman ini dan mengaitkan aktivitas-aktivitas yang telah mereka lakukan dengan kebutuhan perkembangan pribadi yang nyata.

Proses pembelajaran tidak berhenti di situ saja, tetapi terlihat dari bagaimana peserta mampu mengaplikasikan nilai-nilai pembelajaran yang diperoleh ke dalam aktivitas-aktivitas berikutnya. Hasil akhirnya adalah bahwa pembelajaran mampu membawa perubahan yang konkret dalam diri peserta maupun dalam kelompok yang terlibat.

Di awal kegiatan, peserta diberikan informasi berupa instruksi mengenai tugas atau kegiatan yang akan mereka lakukan. Selanjutnya, peserta menjalankan tugas atau kegiatan tersebut sesuai dengan instruksi yang diberikan. Pada tahap akhir kegiatan, pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari berbagai aktivitas diolah secara sistematis melalui diskusi dan sesi berbagi bersama dalam kelompok. Hasil dari interaksi ini kemudian menghasilkan pembelajaran yang memiliki relevansi dan dapat diaplikasikan oleh peserta dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Metode Experiential Learning yang digunakan dalam Management Development Program (MDP) menjadi suatu alat yang kuat untuk memfasilitasi proses pembelajaran yang mendalam dan berarti. Peserta tidak hanya berhadapan dengan teori-teori konseptual, tetapi juga dengan tantangan nyata yang mendorong mereka untuk berpikir kritis, mengambil tindakan, dan merespons dengan cara yang tepat. Dengan demikian, program ini tidak hanya menciptakan peningkatan pengetahuan, tetapi juga menghasilkan perubahan nyata dalam sikap dan ketrampilan peserta.

Sekilas Mengenai Pembelajaran Berbasis Pengalaman

Metode Experiential Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menempatkan pengalaman pribadi sebagai fokus utama dalam proses pelatihan. Pendekatan ini memberikan kesempatan bagi peserta pelatihan untuk merasakan dan mengalami sendiri konsep-konsep yang diajarkan.

Metode ini memberi kebebasan kepada peserta pelatihan untuk merancang pengalaman pembelajaran yang paling relevan dengan tujuan pelatihan dan keterampilan yang ingin mereka kembangkan. Dalam lingkungan yang diatur, peserta diberdayakan untuk mengambil peran aktif dalam mengarahkan pembelajaran mereka, sehingga memungkinkan terbentuknya konsep pembelajaran yang kokoh dari pengalaman pribadi yang telah mereka alami.

Pemilihan metode Experiential Learning sebagai pendekatan pembelajaran di luar ruangan memiliki landasan yang kuat, karena metode ini mampu merangkul semua aspek penting dalam proses pembelajaran. Ini mencakup dimensi kognitif (pemahaman konsep), afektif (perasaan dan emosi), dan bahkan dimensi emosional dalam pembelajaran.

Ada empat tahap utama dalam pendekatan Experiential Learning, yaitu:

  • Tahap Pengalaman Konkret (Concrete Experience): Peserta mengalami suatu pengalaman nyata atau aktivitas tertentu.
  • Tahap Pengamatan Reflektif (Reflective Observation): Peserta merefleksikan pengalaman mereka, mengamati dampak dan implikasinya.
  • Tahap Konseptualisasi Abstrak (Abstract Conceptualization): Peserta mengembangkan pemahaman konseptual dari pengalaman tersebut dan mengaitkannya dengan teori atau konsep yang relevan.
  • Tahap Implementasi atau Eksperimen Aktif (Active Experimentation): Peserta menerapkan konsep baru yang telah dipelajari ke dalam situasi baru dan mengamati hasilnya.

Pendekatan Experiential Learning menempatkan individu sebagai pusat pembelajaran dan menggabungkan pengalaman langsung sebagai media pembelajaran yang paling efektif. Dengan demikian, metode ini mampu menciptakan pemahaman yang lebih mendalam dan berkelanjutan bagi peserta pelatihan.

Konsep Program MDP

Program Pengembangan Manajemen memiliki fondasi yang kokoh yang terdiri dari elemen-elemen utama yang saling berinteraksi. Elemen-elemen ini menggambarkan esensi dari pengalaman pembelajaran yang disajikan dalam program ini. Secara rinci, elemen-elemen tersebut adalah sebagai berikut:

  • Peserta: Peserta program menjadi inti dari pengalaman pembelajaran. Setiap individu membawa pengetahuan, pengalaman, dan harapan mereka sendiri, yang akan membentuk perjalanan pembelajaran mereka.
  • Lingkungan yang Unik: Lingkungan tempat program dilaksanakan menjadi sarana untuk memfasilitasi pembelajaran yang mendalam. Lingkungan yang berbeda dan menantang memungkinkan peserta untuk merasakan dinamika yang baru dan menghadapi tantangan yang mendorong pertumbuhan.
  • Tantangan: Tantangan-tantangan yang diberikan dalam program mendorong peserta untuk keluar dari zona nyaman mereka. Melalui menghadapi tantangan, peserta dapat mengembangkan keterampilan, pola pikir, dan strategi baru untuk mengatasi situasi yang kompleks.
  • Disonansi: Dalam menghadapi tantangan, peserta mungkin mengalami disonansi atau ketidakcocokan antara pemahaman sebelumnya dan situasi yang dihadapi. Disonansi ini mendorong refleksi dan eksplorasi lebih lanjut.
  • Insight (Wawasan): Dari pengalaman dan refleksi, peserta mendapatkan wawasan baru yang mendalam tentang diri mereka sendiri, situasi, dan dinamika sekitarnya. Wawasan ini membuka pintu untuk pemahaman yang lebih mendalam.
  • Konsep Diri: Pengalaman dalam program mengajak peserta untuk merenungkan tentang identitas dan peran mereka sebagai pemimpin atau individu yang berkontribusi dalam lingkungan kerja. Konsep diri yang lebih jelas dan kuat dapat mendorong perubahan positif dalam perilaku dan tindakan.

Alur umum Program Pengembangan Manajemen mencakup serangkaian tahap yang secara progresif membentuk perjalanan pembelajaran yang terarah dan bermakna. Tahap-tahap tersebut mencakup:

  • Self Discovery (Penemuan Diri): Peserta mulai menjelajahi diri mereka sendiri, mengidentifikasi nilai-nilai, minat, dan kekuatan mereka sendiri.
  • Self Knowledge (Pemahaman Diri): Peserta memperdalam pemahaman tentang diri mereka melalui refleksi mendalam, menganalisis pengalaman, dan mengidentifikasi area pengembangan.
  • Re-Programming (Re-Programasi): Peserta merancang rencana aksi untuk mengubah pola pikir dan perilaku yang tidak produktif. Mereka menerapkan wawasan baru ke dalam tindakan nyata.

Program pelatihan ini dirancang dengan mengedepankan penerapan dinamika pengalaman yang mencakup enam elemen kunci yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan pembelajaran berbasis Experiential Learning. Elemen-elemen ini memberikan landasan yang kuat untuk memastikan peserta pelatihan mendapatkan manfaat maksimal dari pengalaman yang mereka alami. Berikut adalah enam elemen dinamika yang menjadi pijakan utama dalam program ini:

  • Dinamika Motivasi: Motivasi untuk belajar dan tumbuh akan terus dipelihara dan diperkuat melalui pendekatan pengkondisian, pendampingan (coaching), analisis pasca-pelaksanaan (debriefing), dan konseling. Dengan fokus pada membangun dan memelihara motivasi, peserta akan lebih mampu terlibat sepenuhnya dalam proses pembelajaran.
  • Dinamika Tempat: Kemampuan untuk beradaptasi dalam lingkungan yang berbeda dan tidak biasa akan ditekankan dengan menggelar berbagai kegiatan di luar ruangan. Melalui pengalaman langsung dalam berbagai situasi, peserta akan mengembangkan fleksibilitas dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan.
  • Dinamika Kelompok: Keterampilan berinteraksi dan bekerja sama dalam kelompok akan dikembangkan melalui dinamika tugas kelompok yang mengubah anggota kelompok setiap harinya. Hal ini akan memperluas kemampuan peserta dalam berkolaborasi dengan berbagai tipe individu.
  • Dinamika Kegiatan: Tantangan fisik, mental, sensoris, dan kognitif akan menjadi bagian integral dari tugas-tugas yang dihadapi selama pelatihan. Kegiatan-kegiatan ini mungkin memiliki tingkat dampak rendah hingga tinggi, mendorong peserta untuk mengatasi batasan diri dan mengembangkan ketrampilan baru.
  • Dinamika Tekanan: Tekanan yang muncul selama pelatihan, seperti tugas kreatif dan inovatif, batas waktu yang ketat, konflik interpersonal, serta lingkungan kompetitif, akan membantu peserta mengembangkan ketahanan mental dan kemampuan beradaptasi dalam situasi yang menekan.
  • Dinamika Keberhasilan dan Kegagalan: Pergantian antara keberhasilan dan kegagalan dalam menyelesaikan tugas akan menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih kompleks. Peserta akan belajar bagaimana merayakan pencapaian dan belajar dari tantangan yang dihadapi.

Dalam program ini, peserta akan mengalami proses pembelajaran yang lebih dalam dan bermakna, dengan penekanan pada pengembangan aspek kognitif, emosional, dan interpersonal. Dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip dinamika pengalaman, program ini bertujuan untuk membentuk individu yang tangguh, adaptif, dan efektif dalam lingkungan kerja yang kompleks dan berubah-ubah.

Obyektif Program MDP

Program Pengembangan Manajemen (MDP) memiliki berbagai tujuan yang diarahkan untuk membangun dan meningkatkan kualitas para manajer. Tujuan-tujuan tersebut meliputi:

  • Peningkatan Kemampuan Manajerial: MDP bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengawasi, mengatur, merencanakan, memimpin, dan memotivasi. Hal ini diwujudkan melalui penguatan pengetahuan dan keterampilan yang esensial bagi peran manajerial.
  • Pengembangan Kerja Tim: Program ini juga bertujuan untuk mengembangkan kepercayaan diri, kerjasama, dan pemahaman dalam rangka mendorong kerja sama tim yang efektif. Keterampilan dalam membangun dan memelihara hubungan kerja yang harmonis menjadi bagian integral dari program ini.
  • Pengambilan Keputusan yang Unggul: MDP memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan, interaksi dengan karyawan dan pemasok, serta produktivitas organisasi secara keseluruhan.
  • Peningkatan Pribadi dan Karir: Salah satu fokus utama MDP adalah memastikan pertumbuhan pribadi peserta, termasuk peningkatan dalam peran manajerial mereka serta membentuk arah karir yang lebih baik. Program ini memberikan ruang bagi perkembangan pribadi yang berkelanjutan.
  • Perencanaan Suksesi: MDP juga memiliki tujuan untuk mengembangkan rencana suksesi, yang bertujuan untuk menciptakan kader manajemen masa depan yang kompeten dan siap mengisi posisi-posisi kunci dalam organisasi.
  • Persiapan Strategi Ekspansi: Melalui MDP, peserta dipersiapkan untuk menghadapi tantangan strategis dalam ekspansi bisnis baru. Ini melibatkan pengembangan keterampilan strategis dan pemahaman tentang dinamika pasar yang berubah.
  • Mempromosikan Budaya Organisasi yang Produktif: Program ini juga berfokus pada tujuan mempromosikan moral yang tinggi dan menciptakan lingkungan organisasi yang positif. Ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan secara keseluruhan.

Dengan tujuan-tujuan ini, Program Pengembangan Manajemen (MDP) memberikan pendekatan holistik dalam mempersiapkan manajer untuk menghadapi tantangan kompleks dalam lingkungan bisnis modern. Melalui penguatan keterampilan, pengembangan kepemimpinan, dan pembentukan visi strategis, program ini menciptakan fondasi yang kokoh untuk pertumbuhan individu dan kesuksesan organisasi.

Alur Kegiatan MDP

Peserta Management Development Program (MDP) akan memulai perjalanan dari perusahaan atau lembaga dengan menggunakan kendaraan bus. Perjalanan dari Jakarta menuju Highland Camp Learning Center memakan waktu sekitar 2 jam. Setibanya di Highland Camp, peserta akan menghadapi kegiatan Toilet Issues dan sarapan pagi.

Kemudian, seluruh peserta, manajemen perusahaan, dan instruktur dari HEXs Indonesia akan menghadiri acara pembukaan resmi Management Development Program (MDP). Sesi pembukaan ini mencakup beberapa kegiatan penting, antara lain:

  • Sambutan dari manajemen perusahaan.
  • Doa bersama.
  • Seremoni serah terima atau alih otoritas dari manajemen perusahaan kepada tim HEXs Indonesia.

Setelah sesi pembukaan, kegiatan akan melanjutkan dengan sesi “Conditioning Big Group“. Pada tahap ini, peserta akan diberikan penjelasan mengenai tujuan dan metode pelatihan oleh pimpinan MDP. Aturan-aturan yang berlaku selama pelatihan juga akan dijelaskan, bersama dengan tiga komitmen dasar pelatihan.

Sementara itu, pada sesi “Conditioning Small Group“, peserta akan diberikan pemahaman lebih mendalam mengenai obyektif program, kondisi pelatihan, tugas, dan peran mereka sebagai peserta serta peran fasilitator atau instruktur. Obyektif dari sesi “Conditioning” ini adalah Adaptability (AD) dan Achievement Orientation (AO).

Kemudian, pelatihan akan dilanjutkan dengan kegiatan “Ice Breaking Small Group” yang bertujuan untuk menciptakan kondisi psikologis yang nyaman dan aman dalam berinteraksi di dalam tim. Peserta akan lebih mengenal satu sama lain secara mendalam dalam suasana yang santai. Obyektif dari sesi ini adalah Adaptability (AD), Interpersonal Understanding (IU), dan Customer Service Orientation (CSO).

Setelah kegiatan “Ice Breaking Small Group“, peserta akan mengikuti kegiatan “Building Self Confidence and Trust” yang melibatkan aktivitas Trust Fall. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kepercayaan diri serta kepercayaan terhadap anggota tim lainnya. Obyektif dari kegiatan ini adalah Self Confidence (SC), Self Control (SCO), Interpersonal Understanding (IU), dan Customer Service Orientation (CSO).

Tahap berikutnya adalah Problem Solving Activity, di mana peserta akan menghadapi tantangan dalam menyelesaikan masalah. Kegiatan ini mendorong peserta untuk menganalisis, merencanakan, dan bekerja sama dalam menemukan solusi. Obyektif dari sesi ini adalah initiative, Achievement Orientation (AO), Interpersonal Understanding (IU), dan Team Leadership (TL).

Usai Problem Solving Activity, peserta akan melanjutkan dengan kegiatan Land Orienting, yaitu kompetisi yang melibatkan pencarian pos-pos tugas di area Highland Camp Learning Center. Peserta harus menyusuri jalur hutan dengan bantuan peta dan kompas untuk menemukan titik-titik tujuan. Kegiatan ini mengajarkan inisiatif, Achievement Orientation (AO), Interpersonal Understanding (IU), Team Leadership (TL), Self Confidence (SC), Self Control (SCO), Adaptation (AD), dan Customer Service Orientation (CSO).

——————————————-

Detail lengkap mengenai alur kegiatan Management Development Program (MDP) dapat diperoleh dengan menghubungi tim desain program dari HEXs Indonesia yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program. Alur ini dirancang untuk memberikan pengalaman yang mendalam dan bermakna bagi peserta, dengan fokus pada pengembangan keterampilan, adaptabilitas, dan kerjasama tim dalam lingkungan yang menantang.

Evaluasi, Laporan dan PAP

Pada tahap akhir kegiatan, HEXs Indonesia akan melaksanakan tiga komponen penting, yakni Evaluasi Program, Laporan Dinamika Kelompok, dan Personal Action Plan (PAP):

  • Evaluasi Program: Evaluasi program pelatihan ini bersifat holistik, digunakan untuk menilai efektivitas dan efisiensi keseluruhan program. Evaluasi ini mencakup penilaian dari para peserta terhadap efektivitas program, fasilitas pelatihan, serta kemampuan fasilitator atau instruktur. Tujuannya adalah untuk memperoleh wawasan mendalam mengenai keberhasilan program dan menilai sejauh mana tujuan-tujuan pelatihan telah tercapai.
  • Laporan Dinamika Kelompok: Laporan ini mencerminkan inti pembelajaran yang diperoleh oleh peserta melalui proses sharing dan diskusi atas pengalaman berkegiatan. Dalam laporan ini, tergambar dinamika serta proses yang terjadi selama kegiatan dinamika kelompok. Laporan ini mencakup informasi tentang kegiatan yang dilakukan, interaksi antara anggota kelompok, pencapaian hasil, serta rekomendasi untuk pengembangan lebih lanjut. Laporan ini memiliki peran penting dalam menganalisis keberhasilan dinamika kelompok sebagai komponen pembelajaran.
  • Personal Action Plan (PAP): merupakan rencana tindakan pribadi yang dibuat oleh setiap peserta sebagai bentuk implementasi dari pembelajaran yang telah diterima selama pelatihan. Ini adalah strategi individu yang direncanakan oleh masing-masing peserta untuk menerapkan konsep-konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam konteks pekerjaan atau kehidupan mereka. Rencana tindakan pribadi ini mencakup langkah-langkah konkret yang akan diambil oleh peserta guna mengaplikasikan pembelajaran dalam situasi nyata.

Investasi MDP

Investasi dalam Management Development Program (MDP) akan bervariasi tergantung pada lamanya kegiatan, desain program, dan fasilitas pelatihan yang disediakan.

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai besaran investasi dalam Management Development Program (MDP), Anda dapat menghubungi Hotline HEXs Indonesia di Nomor +62 811-1200-996. Customer service kami akan segera menghubungkan Anda dengan staf dari bagian keuangan atau tim pengembangan program. Mereka akan membantu Anda menentukan investasi yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi Anda terkait dengan program pelatihan ini.

Secara umum, besaran investasi dalam Management Development Program (MDP) mencakup fasilitas-fasilitas berikut ini:

  • Program Kreatif dengan perlengkapan aktivitas yang terintegrasi.
  • Tim pelatihan yang terdiri dari Course Director, Instruktor, Technical Support, dan Paramedic.
  • Peralatan khusus untuk kegiatan pelatihan.
  • Alat peraga acara seperti spanduk dan lainnya.
  • Akomodasi selama pelatihan dengan tempat yang disesuaikan dengan kebutuhan.
  • Konsumsi selama 3 hari pelatihan yang disesuaikan dengan program.
  • Asuransi kecelakaan yang mencakup Observer, Peserta, dan Crew HEXs Indonesia.
  • Laporan Pelatihan yang mencakup Evaluasi Program, Dinamika Kelompok, dan Personal Action Plan. Laporan ini akan diserahkan dalam waktu 7 hari setelah pelatihan berakhir.

Simpulan Management Development Program (MDP)

Management Development Program (MDP) dengan pendekatan metode Experiential Learning telah membuktikan diri sebagai pendekatan pembelajaran yang efektif dalam mengembangkan keterampilan manajerial dan kepemimpinan. Melalui pengalaman langsung dan refleksi mendalam, peserta MDP dibawa dalam perjalanan pembelajaran yang holistik dan bermakna. Pendekatan Experiential Learning tidak hanya memungkinkan peserta memahami konsep-konsep teoritis, tetapi juga mendorong penerapan praktis dalam situasi nyata.

Metode ini menggabungkan pembelajaran dengan pengalaman dalam lingkungan yang aman, dan melibatkan peserta dalam berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengembangkan keterampilan kepemimpinan, kerjasama tim, komunikasi, dan pemecahan masalah. Dalam proses ini, peserta diberdayakan untuk menghadapi tantangan dengan kepercayaan diri, merancang solusi kreatif, dan bekerja dalam kerangka kerja tim yang kuat.

Hasil dari Management Development Program (MDP) dengan metode Experiential Learning bukan hanya peningkatan keterampilan individu, tetapi juga perubahan budaya organisasi. Para peserta tidak hanya mengambil pengetahuan dan keterampilan baru, tetapi juga membawa perubahan positif dalam cara mereka berinteraksi dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan. Ini menciptakan lingkungan yang lebih kolaboratif, inovatif, dan produktif di tempat kerja. (Edited on 8/12/2023)


Beranda » Experiential learning

The post Management Development Program (MDP) | Program Pengembangan Manajemen appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Human Resource Development Program (HRDP) https://highlandexperience.co.id/human-resource-development-program Fri, 11 Aug 2023 07:23:06 +0000 https://highlandexperience.co.id/?p=7664 Human Resource Development Program (HRDP) terfokus pada pelatihan dan pengembangan karyawan dengan tujuan utama untuk meningkatkan kinerja individu dan kolektif. Aspek-aspek seperti peningkatan kemampuan kerja, pengembangan kecerdasan emosional, perencanaan suksesi untuk mengantisipasi kebutuhan masa depan dan pengembangan kompetensi menjadi landasan penting dalam HRDP. Human Resource Development Program Human Resource Development Program (HRDP) melibatkan strategi yang [...]

The post Human Resource Development Program (HRDP) appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Human Resource Development Program (HRDP) terfokus pada pelatihan dan pengembangan karyawan dengan tujuan utama untuk meningkatkan kinerja individu dan kolektif. Aspek-aspek seperti peningkatan kemampuan kerja, pengembangan kecerdasan emosional, perencanaan suksesi untuk mengantisipasi kebutuhan masa depan dan pengembangan kompetensi menjadi landasan penting dalam HRDP.


H O T L I N E +62 811-1200-996

RESERVASI


Human Resource Development Program

Human Resource Development Program (HRDP) melibatkan strategi yang terfokus pada pengembangan karir, budaya organisasi, dan peningkatan kualitas organisasi secara keseluruhan. Dengan memperkuat budaya kerja yang positif dan mendorong pertumbuhan profesional yang berkelanjutan, program ini bertujuan menciptakan lingkungan di mana setiap individu dapat mencapai potensi maksimal.

Pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan SDM dan praktik manajemen sumber daya manusia yang efektif menjadi landasan dalam mencapai tujuan ini.

Human Resource Development Program (HRDP) memiliki peran sentral dalam menghubungkan kesenjangan antara potensi sumber daya manusia dan kebutuhan organisasi.

Melalui upaya yang terencana dan sistematis, program ini membantu mengidentifikasi dan mengatasi kekurangan keterampilan, pengetahuan, dan kompetensi yang mungkin ada dalam karyawan. Dengan begitu, program ini tidak hanya menciptakan individu yang lebih berkualitas, tetapi juga berkontribusi pada kesuksesan jangka panjang organisasi.

Human Resource Development Program yang ditawarkan merupakan bagian integral dari serangkaian program komprehensif pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia yang diinisiasi oleh HEXs Indonesia. Kegiatan-kegiatannya berlangsung di Highland Camp Learning Center serta berpotensi dilakukan di berbagai lokasi strategis di seluruh Indonesia.

Dalam prinsipnya, Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) ini diwujudkan dengan pendekatan Experiential Learning. Pendekatan ini merujuk pada proses belajar yang berfokus pada pengalaman nyata, di mana peserta terlibat secara aktif dalam situasi-situasi yang mengharuskan mereka mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan dalam konteks praktis. Tujuannya adalah untuk menciptakan pengalaman belajar yang mendalam, memungkinkan peserta untuk menginternalisasi konsep-konsep baru dan menerapkan keterampilan dengan lebih efektif dalam lingkungan kerja sehari-hari.

Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) ini memiliki tujuan utama yang terjalin erat dengan pemajuan kemampuan karyawan. Melalui berbagai modul pembelajaran yang disusun secara terstruktur, program ini bertujuan mendorong pengembangan keterampilan teknis dan interpersonal, peningkatan kemampuan berpikir kritis, serta penguasaan pengetahuan yang relevan. Dengan demikian, program ini diharapkan dapat secara signifikan meningkatkan efektivitas dan produktivitas karyawan dalam konteks organisasi.

Tujuan umum dari Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) ini dapat dilandaskan pada nilai-nilai inti perusahaan. Melalui penyelarasan dengan nilai-nilai dasar organisasi, program ini berperan dalam memperkuat budaya kerja yang dijiwai oleh prinsip-prinsip etika, kerjasama, dan dedikasi. Selain itu, tujuan ini juga dapat berakar pada kompetensi individu. Program ini mengampanyekan peningkatan kapasitas kerja setiap individu, merangkul dimensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap, sejalan dengan standar yang telah ditetapkan untuk menghasilkan karyawan yang berkualitas dan adaptif dalam berbagai situasi organisasi.

Dengan menggabungkan pendekatan Experiential Learning yang berpusat pada aplikasi praktis, Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) ini mampu membentuk landasan yang kokoh untuk pengembangan karyawan yang holistik dan berkelanjutan. Melalui perpaduan yang cermat antara nilai-nilai perusahaan dan kompetensi individu, program ini membuka pintu bagi peningkatan efektivitas organisasi serta pertumbuhan karir yang berkesinambungan dalam lingkungan kerja yang semakin kompleks dan dinamis.

Metode Program HRDP

Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program)  Berbasis Pengalaman (Experiential Learning), secara aktif mendorong para peserta untuk memperoleh pembelajaran melalui proses partisipatif dan refleksi atas pengalaman yang mereka alami selama pelatihan. Pendekatan ini menitikberatkan pada penerapan langsung konsep-konsep belajar dalam konteks nyata, membuka jalan bagi peningkatan efektivitas dan penerapan praktis di lingkungan kerja.

Peserta tidak hanya sekadar menjalani serangkaian aktivitas, namun juga diajak untuk merefleksikan secara mendalam pengalaman-pengalaman tersebut. Dalam proses refleksi ini, peserta mengevaluasi hubungan antara aktivitas yang dilakukan dan kebutuhan pengembangan diri yang substansial. Pembelajaran yang terjadi kemudian diintegrasikan dengan bagaimana nilai-nilai dan wawasan yang diperoleh dapat diterapkan dalam situasi nyata yang lebih luas.

Penting untuk dicatat bahwa pembelajaran dalam konteks ini bukanlah semata-mata sebuah retorika, melainkan sebuah transformasi yang dapat terlihat dalam diri masing-masing peserta maupun dalam dinamika kelompok. Sejak awal kegiatan, para peserta diberikan arahan yang berisi instruksi terkait tugas atau aktivitas yang akan mereka jalani. Setiap langkah dilakukan sesuai dengan panduan yang ada, dan hasil dari setiap tugas dijadikan bahan untuk refleksi mendalam.

Puncak dari proses ini adalah pengolahan pengalaman yang telah diperoleh selama kegiatan. Melalui diskusi dan pertukaran gagasan dalam kelompok, peserta berkesempatan mengurai pengalaman-pengalaman mereka dengan lebih komprehensif. Hasil dari interaksi ini adalah pembelajaran yang kaya dan beragam, yang tidak hanya menjadi pengetahuan teoritis, melainkan pemahaman yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sekilas Experiential Learning

Metode Experiential Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman langsung yang dirasakan oleh para peserta pelatihan. Metode ini memberikan peluang bagi peserta untuk menentukan pengalaman yang akan difokuskan, serta keterampilan yang ingin ditingkatkan.

Metode Experiential Learning tidak hanya sekadar memberikan pelajaran dalam kerangka teoritis, tetapi juga menghadirkan pengalaman yang memenuhi dimensi emosional dan afektif. Ini memungkinkan terbentuknya ikatan yang kuat antara peserta dan konsep pembelajaran, menjadikannya pengalaman yang lebih melekat dan berkesan.

Pendekatan ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat secara komprehensif dalam seluruh dimensi pembelajaran, yakni kognitif, afektif, dan emosi. Artinya, metode ini mampu mengakomodasi kebutuhan pokok dalam proses pembelajaran secara serentak.

Secara praktis, terdapat empat tahap kritis dalam pendekatan Experiential Learning:

  • Tahap Pertama adalah Pengalaman Konkret, di mana peserta terlibat dalam aktivitas yang menghadirkan pengalaman langsung.
  • Tahap Observasi Reflektif melibatkan refleksi mendalam atas pengalaman-pengalaman tersebut, memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam.
  • Pada Tahap Konseptualisasi Abstrak, peserta merumuskan konsep-konsep dan teori yang dapat diterapkan dari pengalaman tersebut.
  • Akhirnya, Tahap Implementasi atau Eksperimen Aktif melibatkan pengujian konsep-konsep baru yang telah diperoleh dalam konteks praktis.

Metode Experiential Learning tidak sekadar menggunakan media pembelajaran konvensional, melainkan mengambil pijakan dari pengalaman nyata masing-masing individu. Pendekatan ini memanfaatkan pengalaman sebagai bahan pembelajaran utama, membentuk landasan yang kuat bagi pemahaman yang lebih mendalam dan aplikasi yang lebih luas dalam dunia nyata.

Konsep Program HRDP

Elemen-elemen dalam Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) secara menyeluruh terdiri atas:

  • Peserta : Peserta merupakan pilar utama dalam Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program). Mereka adalah individu yang menjalani proses pembelajaran dan pengembangan, dengan keberagaman latar belakang, pengalaman, dan potensi yang membentuk dinamika unik dalam konteks pelatihan.
  • Lingkungan yang Unik: Lingkungan di mana Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) berlangsung memiliki peran penting dalam membentuk pengalaman peserta. Faktor-faktor seperti budaya organisasi, struktur komunikasi, dan dinamika kelompok ikut mempengaruhi proses pembelajaran.
  • Tantangan: Tantangan yang dihadapi oleh peserta dalam Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) mendorong pertumbuhan dan perkembangan. Melalui menghadapi tantangan, peserta dapat mengasah keterampilan, mengatasi keterbatasan, dan memperluas wawasan mereka.
  • Disonansi: Dalam konteks pembelajaran, disonansi merujuk pada perbedaan antara pengetahuan atau pemahaman yang dimiliki peserta sebelumnya dengan konsep-konsep baru yang diperkenalkan dalam program. Proses ini dapat memicu refleksi mendalam dan pengintegrasian pengetahuan yang lebih kokoh.
  • Wawasan (Insight): Wawasan yang diperoleh oleh peserta adalah inti dari Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program). Melalui interaksi dengan konten pembelajaran, pengalaman praktis, dan refleksi mendalam, peserta memperoleh wawasan baru yang memperkaya pemahaman mereka tentang diri sendiri, situasi, dan konsep-konsep terkait.
  • Konsep Diri: Konsep diri merujuk pada pandangan dan pemahaman peserta tentang identitas dan potensi mereka sebagai individu. Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) berperan dalam membentuk dan memperdalam konsep diri peserta melalui refleksi, interaksi, dan eksplorasi.

Rangkaian alur dalam Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) membentuk landasan penting dalam proses pengembangan individu:

  • Self Discovery (Penemuan Diri): Tahap awal melibatkan penjelajahan diri, di mana peserta mulai mengenali kekuatan, kelemahan, minat, dan potensi yang dimiliki. Proses ini membentuk dasar yang kuat untuk pengembangan lebih lanjut.
  • Self Knowledge (Pemahaman Diri) : Selanjutnya, peserta menggali lebih dalam untuk memahami motivasi, nilai-nilai, dan aspirasi pribadi. Dalam tahap ini, pemahaman yang lebih mendalam tentang diri sendiri menjadi landasan untuk pertumbuhan yang terarah.
  • Re-programming (Re-Pemrograman) : Tahap terakhir melibatkan upaya sadar untuk merumuskan kembali pola pikir, perilaku, dan respons peserta terhadap tantangan dan situasi. Ini mendorong perubahan positif dalam sikap dan tindakan peserta dalam lingkungan kerja dan kehidupan sehari-hari.

Rancangan program pelatihan ini didasarkan pada pengaplikasian dinamika pengalaman yang mendalam, mencakup enam elemen dinamika yang secara signifikan memengaruhi kelangsungan dan hasil pembelajaran berbasis Experiential Learning:

  • Dinamika Motivasi: Motivasi sebagai pendorong utama untuk belajar dan tumbuh akan diperkuat dan dikembangkan melalui berbagai strategi. Pengondisian positif, pendekatan pembimbingan (coaching), refleksi mendalam (debriefing), dan konseling akan dipergunakan untuk mempertahankan dan memupuk motivasi peserta dalam menggali pengalaman belajar mereka.
  • Dinamika Lokasi: Kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang beragam dan tidak familiar akan diuji melalui kegiatan di luar ruangan. Peserta akan dihadapkan pada situasi-situasi yang memerlukan fleksibilitas dan keterampilan adaptasi dalam mengatasi tantangan dalam kondisi yang mungkin berbeda dari rutinitas sehari-hari.
  • Dinamika Kelompok: Kemampuan berinteraksi dan berkolaborasi dalam konteks kelompok akan diperkuat melalui dinamika tugas kelompok. Struktur yang mengubah anggota kelompok setiap harinya akan mengasah keterampilan beradaptasi dengan beragam gaya kerja dan kepribadian, serta memperluas jaringan interaksi.
  • Dinamika Kegiatan: Dinamika tugas yang dihadapi selama pelatihan akan merangsang berbagai aspek fisik, mental, indera, dan kognitif peserta. Kegiatan-kegiatan ini dapat berupa tantangan dengan dampak rendah (low impact) atau tinggi (high impact), mendorong peserta untuk mengatasi batas kemampuan dan mengembangkan kapasitas secara holistik.
  • Dinamika Tekanan: Tekanan dalam berbagai bentuk akan memberikan pengalaman dinamika pada peserta selama pelatihan. Tantangan-tantangan kreatif, penekanan pada batas waktu, menghadapi hambatan pribadi (kelemahan), konflik interpersonal, dan persaingan kompetitif akan membentuk pengalaman yang mendalam dan memperkaya pemahaman diri.
  • Dinamika Keberhasilan dan Kegagalan: Seimbangnya pencapaian sukses dan kegagalan dalam menyelesaikan tugas akan memberikan dimensi kompleks pada pengalaman pembelajaran. Peserta akan menghadapi tantangan yang melibatkan berbagai tingkat kesuksesan dan kegagalan, membentuk pemahaman yang lebih nuansir tentang proses dan konsekuensi dari setiap tindakan.

Obyektif Program HRDP

Tujuan utama dari Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program)yang tercermin dalam berbagai dimensinya adalah sebagai berikut:

  • Pembangunan Kompetensi Multidimensional: Membangun kompetensi yang luas dan mendalam bagi para karyawan, termasuk dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kompetensi mencakup aspek teknis, manajerial, perilaku, hubungan manusia, dan konseptual, yang berkolaborasi untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas esensial dalam lingkungan pekerjaan mereka.
  • Persiapan Peran dan Tanggung Jawab Masa Depan: Mempersiapkan individu untuk mengemban peran, tanggung jawab, dan tugas yang mungkin akan mereka hadapi di masa depan. Ini mencakup persiapan bagi mereka yang akan bergerak naik dalam hierarki organisasi serta mengantisipasi tugas baru yang mungkin muncul akibat perubahan organisasi seperti diversifikasi, ekspansi, dan modernisasi.
  • Penutupan Kesenjangan Kompetensi: Mengidentifikasi kesenjangan kompetensi karyawan dalam menjalankan peran dan tanggung jawab saat ini, serta memberikan dukungan untuk mengatasi kesenjangan tersebut melalui upaya pengembangan yang berfokus.
  • Kerangka Kerja Komprehensif Pengembangan SDM: Menyajikan struktur yang komprehensif untuk mengelola dan merencanakan pengembangan sumber daya manusia di dalam organisasi. Hal ini mencakup berbagai elemen seperti penempatan, perencanaan karir, pengembangan, dan perencanaan suksesi.
  • Peningkatan Kapabilitas Organisasi: Meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengundang, menjaga, dan memotivasi karyawan yang memiliki potensi dan bakat. Hal ini mewujudkan tujuan membangun lingkungan kerja yang menarik dan memberdayakan.
  • Fasilitasi Pengetahuan Sistematis: Menyediakan sistem informasi yang terstruktur dan sistematis tentang sumber daya manusia. Informasi ini membantu dalam proses perencanaan tenaga kerja, penempatan pengembangan, perencanaan karir, serta perencanaan suksesi.

Alur Kegiatan HRDP

Perjalanan awal para peserta Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) dimulai dari perusahaan atau lembaga mereka, menggunakan kendaraan bus sebagai sarana transportasi. Apabila perjalanan dilakukan dari Jakarta, menuju Highland Camp Learning Center akan memerlukan waktu sekitar dua jam perjalanan. Setibanya di Highland Camp, langkah pertama yang diambil adalah menangani isu-isu sanitasi dan dilanjutkan dengan makan pagi.

Langkah berikutnya adalah upacara pembukaan Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program), yang dihadiri oleh seluruh peserta, manajemen perusahaan, dan instruktur terkait dari HEXs Indonesia. Sesi pembukaan ini mengadopsi beberapa tahap, termasuk:

  • Sambutan dari Manajemen Perusahaan: Pimpinan perusahaan memberikan pengantar yang menegaskan dukungan terhadap program dan betapa pentingnya upaya pengembangan sumber daya manusia.
  • Moment Doa Bersama: Sebuah momen yang melibatkan dimensi spiritual dalam rangka membawa energi positif dan harapan untuk keberhasilan program.
  • Serah Terima Otoritas: Formalitas dilakukan dalam menyerahkan otoritas penyelenggaraan program dari manajemen perusahaan kepada tim instruktur HEXs Indonesia.

Seusai upacara pembukaan, perjalanan pembelajaran dilanjutkan dengan sesi “Conditioning Big Group”, yang mencakup beberapa aspek penting:

  • Penjelasan Tujuan dan Metode Pelatihan: Pimpinan Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) menguraikan tujuan dan metodologi yang akan diterapkan dalam pelatihan ini.
  • Norma-Norma Pelatihan: Aturan-aturan yang mengatur kelangsungan pelatihan dipresentasikan dengan jelas agar peserta memiliki panduan yang jelas selama proses pembelajaran.
  • Tiga Komitmen Dasar: Peserta diingatkan akan tiga komitmen mendasar yang menjadi pijakan bagi efektivitas dan keberhasilan pembelajaran.

Sesi “Conditioning Small Group” memberikan pemaparan lebih lanjut tentang obyektif program, kondisi pembelajaran, serta peran dan tanggung jawab baik peserta maupun fasilitator atau instruktur. Sasaran dari sesi ini adalah mengadaptasi dan memahami secara mendalam kerangka program yang akan diikuti.

Langkah berikutnya adalah “Ice Breaking Small Group”, yang bertujuan menciptakan lingkungan psikologis yang nyaman dan aman dalam konteks kerja tim. Melalui kegiatan ini, peserta diajak untuk lebih mengenal satu sama lain dengan mendalam. Sesi ini memfokuskan pada adaptabilitas, pemahaman interpersonal, dan orientasi pelayanan terhadap pelanggan.

Usai sesi “Ice Breaking Small Group“, “Building Self Confidence and Trust (Trust Fall Activity)” mengambil peran untuk membangun kepercayaan diri dan saling percaya antar peserta. Obyektifnya mencakup peningkatan rasa percaya diri, kendali diri, pemahaman interpersonal, dan orientasi pelayanan pelanggan.

Sesi Problem Solving Activity” memungkinkan peserta untuk menghadapi tantangan pemecahan masalah dan merumuskan rencana tindakan. Ini melibatkan aspek inisiatif, orientasi pencapaian, pemahaman interpersonal, dan kepemimpinan tim.

Setelahnya, “Land Orienting” memperkenalkan kompetisi dengan orientasi di alam terbuka, di mana peserta mengumpulkan poin melalui penyelesaian tugas di pos-pos tugas. Sasaran dari sesi ini termasuk inisiatif, orientasi pencapaian, pemahaman interpersonal, kepemimpinan tim, kepercayaan diri, kendali diri, adaptabilitas, dan orientasi pelayanan pelanggan.

(Informasi terperinci dan lengkap mengenai program ini dapat diperoleh dengan menghubungi tim yang bertanggung jawab atas desain dan pelaksanaan Human Resource Development Program di HEXs Indonesia.)

Evaluasi, Laporan dan PAP

Tahap akhir dari Human Resource Development Program di HEXs Indonesia melibatkan tiga elemen penting berupa Evaluasi Program, Laporan Dinamika Kelompok, dan Personal Action Plan (PAP).

  • Evaluasi Program: Proses evaluasi program menjadi krusial sebagai bagian integral dari siklus pembelajaran. Evaluasi ini menganalisis secara holistik efektivitas dan efisiensi program pelatihan. Sebagai pendekatan menyeluruh, evaluasi program melibatkan perspektif peserta terhadap kualitas program, fasilitas pelatihan, serta kompetensi fasilitator atau instruktur pelatihan. Menghasilkan wawasan mendalam tentang pelaksanaan dan dampak program, evaluasi ini memungkinkan pengukuran dan perbaikan yang terarah demi pengembangan program yang lebih optimal.
  • Laporan Dinamika Kelompok: Laporan ini mencerminkan hasil substansial yang dihasilkan dari interaksi kelompok peserta melalui refleksi dan diskusi tentang pengalaman mereka selama program. Sumbangan intelektual dan emosional dari setiap individu tercermin dalam laporan ini, yang mendokumentasikan dinamika dan perjalanan kolektif selama berkegiatan. Laporan Dinamika Kelompok tidak hanya menggambarkan rangkaian aktivitas, tetapi juga mengungkapkan dinamika relasional, pencapaian kolaboratif, serta pencerahan pribadi yang muncul. Ini melayani sebagai catatan berharga yang menghubungkan teori dengan praktek dalam konteks kelompok.
  • Personal Action Plan (PAP): Personal Action Plan (PAP) menjadi jembatan yang menghubungkan pengalaman pembelajaran dengan implementasi nyata dalam konteks individu. Ini merupakan rencana tindakan yang dirancang oleh setiap peserta untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh selama pelatihan. Dengan langkah-langkah konkret dan strategis, Personal Action Plan mengarahkan peserta dalam menjalankan perubahan positif dalam rutinitas mereka. Rencana ini menciptakan jalur menuju implementasi efektif dan perubahan berkelanjutan, mendorong perbaikan diri dan kontribusi yang lebih baik di lingkungan kerja.

Investasi Program HRDP

Investasi yang diperlukan dalam pelaksanaan Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) berkisar dalam tingkatan yang variabel, bergantung pada faktor-faktor seperti durasi pelatihan, desain program yang disusun, serta fasilitas yang disediakan untuk mendukung pelaksanaan program ini.

Untuk mendapatkan rincian yang lebih spesifik mengenai besaran investasi dalam HRDP, disarankan untuk menghubungi Hotline HEXs Indonesia melalui nomor +62 811-1200-996. Layanan pelanggan akan dengan segera mengalihkan panggilan kepada staf keuangan atau pengelola program yang akan memberikan informasi terperinci mengenai biaya yang terkait dengan partisipasi dalam HRDP.

Secara garis besar, besaran investasi dalam Program Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resource Development Program) mencakup berbagai fasilitas dan komponen yang mendukung kelancaran dan kualitas pelatihan, antara lain:

  • Program Kreatif dengan Peralatan Aktivitas
  • Staf Pelatihan: Direktur Program, Instruktor, Dukungan Teknis, Paramedis
  • Peralatan dan Perlengkapan Kegiatan
  • Materi Promosi dan Alat Peraga Acara seperti Spanduk dan sejenisnya
  • Akomodasi Selama Pelatihan dengan Venue yang Tepat
  • Konsumsi yang Disesuaikan selama Tiga Hari Pelatihan
  • Asuransi Kecelakaan yang Meliputi Pengamat, Peserta, dan Kru HEXs Indonesia
  • Laporan Pelatihan yang Berisi Evaluasi Program, Dinamika Pembelajaran Kelompok, serta Rencana Aksi Pribadi (Personal Action Plan), akan Diserahkan dalam Waktu Tujuh Hari Setelah Pelatihan Berlangsung.

Simpulan Human Resource Development Program (HRDP)

Human Resource Development Program

Human Resource Development Program (HRDP) muncul sebagai upaya yang sangat penting dan strategis dalam pengembangan sumber daya manusia di berbagai organisasi dan lembaga. Program ini bertujuan untuk membentuk karyawan yang berkompeten, berpengaruh, dan berdaya saing tinggi dalam lingkungan kerja yang terus berubah dan berkembang. Melalui pendekatan Experiential Learning, peserta diberikan kesempatan untuk belajar melalui pengalaman nyata, refleksi, dan aplikasi konsep dalam situasi praktis.

Tahap-tahap yang terstruktur dalam HRDP, mulai dari pembukaan yang meriah hingga penutupan yang reflektif, membentuk kerangka yang berarti dan holistik bagi pengembangan keterampilan dan wawasan peserta. Evaluasi program, laporan dinamika kelompok, dan rencana tindakan pribadi menjembatani kesenjangan antara pembelajaran formal dan implementasi di dunia nyata. Ini menciptakan momentum bagi peserta untuk menjadi agen perubahan dalam lingkungan kerja mereka dan memberikan kontribusi positif yang lebih besar.

Investasi dalam HRDP, meskipun bervariasi, memberikan nilai yang tak ternilai dalam menghadirkan karyawan yang terlatih, berdaya saing, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Dalam esensi yang lebih luas, HRDP berfungsi sebagai fondasi yang memperkuat kapasitas organisasi dalam mengelola dan mengoptimalkan potensi manusia, yang pada gilirannya memicu pertumbuhan berkelanjutan dan keunggulan kompetitif. (Edited on 8/12/2023)


Beranda » Experiential learning

The post Human Resource Development Program (HRDP) appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Operational Development Program (ODP) https://highlandexperience.co.id/operational-development-program Wed, 09 Aug 2023 00:05:56 +0000 https://highlandexperience.co.id/?p=7293 Operational Development Program (ODP) memiliki tujuan untuk mengokohkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas jajaran operasional suatu entitas organisasi. Operational Development Program (ODP) melingkupi perwujudan peningkatan signifikan terhadap kompetensi dan pengetahuan yang terlibat dalam proses-proses inti perusahaan. Tidak hanya merentang aspek-aspek teknis, namun juga meluas pada dimensi non-teknis yang menegaskan eksistensinya dalam Operational Development Program (ODP), seperti [...]

The post Operational Development Program (ODP) appeared first on HEXs Indonesia.

]]>
Operational Development Program (ODP) memiliki tujuan untuk mengokohkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas jajaran operasional suatu entitas organisasi. Operational Development Program (ODP) melingkupi perwujudan peningkatan signifikan terhadap kompetensi dan pengetahuan yang terlibat dalam proses-proses inti perusahaan. Tidak hanya merentang aspek-aspek teknis, namun juga meluas pada dimensi non-teknis yang menegaskan eksistensinya dalam Operational Development Program (ODP), seperti kepemimpinan serta keterampilan komunikasi yang mana keduanya mengilhami produktivitas dalam kerja kolektif di antara anggota karyawan.


H O T L I N E +62 811-1200-996

RESERVASI


Operational Development Program

Operational Development Program yang diselenggarakan merupakan komponen penting dari rangkaian Program Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia yang diselenggarakan oleh HEXs Indonesia. Secara menyeluruh, program ini mengadopsi pendekatan Experiential Learning yaitu metode pembelajaran berbasis pengalaman. Dalam kerangka pelatihan ini, fokus utama Operational Development Program (ODP) didesain khusus sesuai dengan konteks dan kebijakan masing-masing perusahaan.

Maksud utama dari Operational Development Program (ODP) adalah menghasilkan tenaga kerja yang memiliki kompetensi yang unggul. Para peserta di dalamnya akan diberikan pengetahuan dan wawasan yang berharga, yang nantinya akan memberikan manfaat berharga saat mereka menjalani peran sebagai karyawan atau pegawai.

Selanjutnya, tujuan umum dari Operational Development Program (ODP) ini dapat berakar pada nilai-nilai inti perusahaan yang bertujuan untuk memperkokoh prinsip-prinsip dasar yang menjadi inti organisasi. Atau, juga bisa didasarkan pada kompetensi individu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja setiap individu, melibatkan segala aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan standar yang ditetapkan dan kebutuhan yang ada di lingkungan kerja.

Metode Program ODP

Operational Development Program (ODP) memiliki dengan HEXS Indonesia sebagai lembaga yang menfasilitasinya, berpijak pada metode Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Experiential Learning), yang mendorong peserta untuk memperoleh wawasan dari pengalaman yang aktif dan mendalam. Selama tahapan pelatihan, peserta didorong untuk merefleksikan pengalaman-pengalaman tersebut dan menjalin korelasi yang kokoh antara kegiatan yang dilaksanakan dengan kebutuhan pengembangan pribadi yang nyata.

Proses pembelajaran juga tercermin dari bagaimana peserta menerapkan nilai-nilai yang diperoleh dalam kegiatan berikutnya. Pada akhirnya, pembelajaran bukan sebatas melewati fase retorika semata, melainkan mampu menginduksi transformasi yang substansial, baik pada diri sendiri maupun dalam lingkup komunitas yang diikutinya.

Dalam tahap awal kegiatan, para peserta diperkenalkan dengan informasi berbentuk instruksi tugas atau agenda yang akan dijalani. Kelanjutannya adalah pelaksanaan tugas atau kegiatan sesuai dengan instruksi yang telah diberikan. Pada terminasi kegiatan, pengalaman yang diperoleh dari pelaksanaan tersebut disintesa dengan cermat dalam forum diskusi dan berbagi pengalaman bersama kelompok. Diskusi dan berbagi pengalaman ini, pada gilirannya, melahirkan pemahaman mendalam yang dapat diaplikasikan oleh peserta dalam konteks kehidupan sehari-hari mereka.

Experiential Learning ODP

Metode Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Experiential Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang mengedepankan pembentukan pengalaman pribadi bagi peserta pelatihan. Dalam metode ini, peserta diberikan peluang untuk meraih pencapaian melalui pemberian kebebasan dalam menentukan pengalaman yang akan menjadi fokus, keterampilan mana yang hendak ditingkatkan, dan bagaimana peserta menggambarkan suatu konsep dari rangkaian pengalaman yang telah mereka alami.

Metode Experiential Learning seringkali dianggap sebagai salah satu pendekatan pembelajaran paling efektif, karena mampu mengakomodasi seluruh dimensi penting dalam proses belajar, yakni aspek kognitif, afektif, dan emosional. Kehadiran ketiga dimensi ini dalam proses pembelajaran dapat mendorong pemahaman yang lebih mendalam pada peserta didik yang mengadopsinya.

Pendekatan ini mengemuka dalam empat tahap pembelajaran yang mengikuti urutan berikut:

  • Tahap Pengalaman Nyata (Concrete Experience)
  • Tahap Observasi Refleksi (Reflective Observation)
  • Tahap Konseptualisasi (Abstract Conceptualization)
  • Tahap Implementasi atau Eksperimen (Active Experimentation)

Dalam metode Experiential Learning, media pembelajaran yang diaplikasikan adalah pengalaman yang diperoleh oleh tiap individu dalam proses eksplorasi dan partisipasi mereka. Pendekatan ini merangsang para peserta pelatihan untuk merasakan, merenung, menerjemahkan, dan mengimplementasikan pengalaman mereka sendiri secara aktif, mendorong interaksi yang kuat antara komponen pribadi dan pembelajaran yang mendalam.

Konsep Program ODP

Secara keseluruhan, konsep Operational Development Program Operational (ODP) dapat diuraikan ke dalam beberapa komponen utama, yaitu:

  • Pertama, keberadaan peserta sebagai inti dari konsep ini menggarisbawahi pentingnya peran individu yang terlibat dalam perjalanan pengembangan. Peserta menjadi entitas sentral yang menjalani proses ini.
  • Kedua, konteks lingkungan yang unik menjadi landasan bagi pengembangan diri. Lingkungan ini menawarkan panggung di mana peserta berinteraksi dengan dinamika yang berbeda dan merangsang proses pembelajaran.
  • Ketiga, hadirnya tantangan merupakan katalisator utama dalam menghadirkan pertumbuhan dan perubahan. Tantangan-tantangan ini memacu peserta untuk merespons dengan pemikiran kritis dan inovatif.
  • Keempat, adanya disonansi menggambarkan situasi di mana kesenjangan antara pengetahuan dan realitas mendorong peserta untuk merenung dan mengkaji kembali pandangan serta asumsi yang ada.
  • Kelima, pencapaian wawasan (insight) memainkan peran penting dalam memahami secara lebih mendalam akan diri sendiri, lingkungan, dan interaksi di antara keduanya.
  • Terakhir, konsep diri membuka pintu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang identitas, nilai-nilai, serta potensi individu. Rangkaian ini mengajak peserta untuk merefleksikan dan merumuskan ulang konsep mengenai diri mereka sendiri.

Dalam konseptualisasi yang lebih luas, rangkaian ini membentuk tahapan yang melibatkan eksplorasi diri (self-discovery), pemahaman diri (self-knowledge), dan restrukturisasi pola pikir (re-programming).Seluruh rangkaian ini, dalam wujud self-discovery, self-knowledge, dan re-programming, mengilhami perjalanan evolusi yang holistik dalam Operational Development Program (ODP).

Konseptualisasi program yang akan dilaksanakan mengambil pijakan pada penerapan dinamika pengalaman yang merangkum enam unsur penting dalam pengaruh sukses pembelajaran melalui pengalaman. Enam elemen dinamika tersebut yang menjadikan fondasi utama dalam penyelenggaraan program ini, adalah sebagai berikut:

  • Dinamika Motivasi: Dinamika motivasi merujuk pada pemeliharaan dan pembentukan semangat belajar serta pertumbuhan yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan melalui serangkaian strategi, termasuk pengkondisian, pendampingan (coaching), evaluasi pasca-kegiatan (debriefing), serta konseling.
  • Dinamika Lingkungan: Kapasitas untuk menyesuaikan diri dalam lingkungan yang berbeda dan belum dikenal melalui kegiatan di luar ruangan. Elemen ini mendorong adaptasi serta eksplorasi dalam berbagai konteks.
  • Dinamika Kelompok: Kemampuan berinteraksi dan berkolaborasi disusun dalam dinamika tugas kelompok, di mana komposisi anggota selalu diubah setiap harinya. Pendekatan ini mendorong kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai karakter dan perspektif.
  • Dinamika Kegiatan: Dinamika tugas-tugas yang dihadapi selama pelatihan merangsang tantangan fisik, mental, sensori, dan kognitif. Jenis tugas dapat mencakup variasi dari dampak rendah hingga dampak tinggi.
  • Dinamika Tekanan: Dinamika tekanan yang muncul sepanjang pelatihan meliputi aspek seperti penugasan kreatif dan inovatif, pengaturan target waktu, menghadapi hambatan pribadi (kelemahan), konflik antarpersonel, serta atmosfer kompetitif.
  • Dinamika Keberhasilan dan Kegagalan: Keseimbangan antara pencapaian sukses dan rintangan kegagalan dalam menyelesaikan tugas menambah kompleksitas pengalaman. Dinamika ini mendorong refleksi dan adaptasi terhadap berbagai hasil.

Keenam elemen dinamika ini membentuk struktur fundamental program, menciptakan konteks pembelajaran yang kaya, mendalam, dan penuh tantangan bagi peserta.

Obyektif Program ODP

Operational Development Program (ODP) merujuk pada proses seleksi individu berpotensi pada level jabatan officer. Secara konsekuen, para partisipan yang terlibat dalam program ini akan diajukan untuk mengisi posisi-posisi strategis yang mencakup tugas kepemimpinan atau manajerial dalam kerangka struktural perusahaan. Fakta ini menandakan bahwa Operational Development Program (ODP) memiliki kesamaan paradigmatik dengan paradigma yang dikenal sebagai “management trainee” (MT).

Program Pengembangan Manajemen (MT) dirancang khusus untuk merekrut dan melatih calon pemimpin dari berbagai divisi dalam perusahaan. Dalam pendekatan ini, MT membentuk suatu tahap seleksi dan pengembangan yang secara ketat memfokuskan pada individu yang memiliki potensi kepemimpinan yang luar biasa. Dalam hal ini, tujuan serta pendekatan pelatihan MT telah terarah dengan lebih kuat dan terperinci, sejalan dengan nilai-nilai inti yang dijunjung oleh perusahaan. MT menawarkan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip inti yang mendasari organisasi serta pengetahuan yang menyeluruh mengenai praktik-praktik manajemen yang efektif.

Sebaliknya, Program Pengembangan Operasional (ODP) membidik para pemimpin yang memiliki peran khusus dalam divisi operasional. ODP merupakankan kelanjutan dari upaya pengembangan dalam kerangka operasional perusahaan. Dalam konteks ini, ODP fokus pada penyempurnaan keterampilan kepemimpinan yang terkait langsung dengan proses operasional, seperti manajemen produksi, logistik, dan distribusi. ODP mewujudkan konsep pengembangan berkelanjutan, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam jajaran operasional, serta memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang dinamika operasional perusahaan.

Sementara MT berfungsi sebagai alat perekrutan dan pembentukan pemimpin masa depan dari berbagai divisi, ODP berfokus pada pengembangan spesifik dalam lingkup operasional. Kedua program ini membentuk landasan yang kuat untuk pengembangan tim kepemimpinan yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan serta nilai-nilai perusahaan.

Ruang lingkup Operational Development Program (ODP) mengarah pada aspek yang lebih dalam dan luas. Tujuan yang diusung oleh program ini adalah untuk menjaring individu berbakat yang nantinya akan ditempatkan, dikembangkan, dan ditingkatkan potensinya dalam koridor peran kepemimpinan menengah. Dengan desain yang terukur, program ini membentuk pondasi yang kaya dalam hal pemahaman bisnis yang meliputi pelaksanaan operasional melalui praksis akademis. Skema yang digarap dalam program ini menggagas rangkaian pengalaman beragam yang berpusat pada perbaikan efisiensi dalam jajaran operasional bisnis di lingkup entitas Emory.

Alur Kegiatan ODP

Peserta dalam pelatihan ini akan memulai perjalanan dari lokasi perusahaan dengan menggunakan kendaraan bus. Jika berangkat dari Jakarta, perjalanan menuju Base Highland Camp diperkirakan memakan waktu sekitar 2 jam. Sesampainya di Highland Camp, peserta akan melibatkan diri dalam sejumlah aktivitas awal, termasuk menangani isu-isu kesejahteraan serta menikmati sarapan pagi.

Pada tahap selanjutnya, seluruh peserta, bersama dengan manajemen perusahaan dan instruktur, akan berpartisipasi dalam acara pembukaan atau seremoni pembukaan. Rangkaian acara pembukaan ini mencakup beberapa kegiatan esensial, seperti:

  • Sambutan dari Pihak Manajemen Perusahaan
  • Doa Bersama
  • Penyerahan Tanggung Jawab kepada Tim HEXs Indonesia (alih otoritas)

Masih pada hari pertama, setelah sesi pembukaan, rangkaian kegiatan akan berlanjut dengan sesi Conditioning Big Group. Sesi ini akan mencakup penjelasan tujuan dan metode pelatihan, peraturan selama pelatihan, serta tiga komitmen dasar pelatihan.

Sementara itu, pada sesi Conditioning Small Group, peserta akan mendapatkan penjelasan terkait tujuan program, kondisi pelatihan, tugas yang harus diemban, serta peran peserta dan fasilitator/instruktur. Objektif yang ingin dicapai melalui sesi Conditioning adalah:

  • Adaptasi (AD)
  • Orientasi Pencapaian (AO)

Progres pelatihan selanjutnya melibatkan kegiatan “Ice Breaking Small Group” yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan psikologis yang nyaman dan aman dalam berinteraksi di dalam tim. Kegiatan ini juga memungkinkan peserta untuk lebih mendalam memahami satu sama lain. Objektif yang dikejar melalui sesi “Ice Breaking Small Group” meliputi:

  • Kemampuan beradaptasi (AD)
  • Pemahaman Antarpersonal (IU)
  • Orientasi Pelayanan kepada Pelanggan (CSO)

Semua detail mengenai alur kegiatan, termasuk tahapan-tahapan yang lebih lengkap dan rinci, dapat diperoleh dengan menghubungi tim HEXs Indonesia yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program ini.

Evaluasi Program ODP

  • Evaluasi Program: Evaluasi ini bertujuan untuk mendapatkan pandangan peserta terhadap efektivitas keseluruhan program, fasilitas pelatihan yang disediakan, serta kualitas fasilitator atau instruktur yang terlibat dalam pelatihan.
  • Laporan Dinamika Kelompok: Dokumen ini merefleksikan inti pembelajaran yang dihasilkan oleh peserta melalui rangkaian diskusi atau berbagi pengalaman selama berkegiatan. Laporan ini tidak hanya menyoroti substansi dari pembelajaran itu sendiri, melainkan juga menggambarkan dinamika atau proses yang terkendali dalam kegiatan yang relevan dengan pokok-pokok pembelajaran.
  • Personal Action Plan (PAP): Ini adalah rencana tindakan personal yang disusun oleh setiap peserta sebagai manifestasi nyata dari penerapan pembelajaran yang telah diperoleh selama pelatihan. Rencana ini memuat langkah konkret yang akan diambil oleh peserta guna menerapkan pemahaman dan keterampilan yang diperoleh ke dalam praktik mereka sehari-hari.

Investasi ODP

Besaran Investasi yang dibutuhkan untuk Operational Development Program (ODP) tergantung durasi, fasilitas training yang digunakan dan lokasi kegiatan. Secara umum Investasi ini mencakup sejumlah fasilitas yang sebagai berikut:

  • Creatif Progam ODP selama 3 hari dengan peralatan dan perlengkapan aktivitas yang lengkap.
  • Tim pelatihan yang terdiri dari Course Director, Instruktur, Dukungan Teknis, serta Paramedis.
  • Peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan dalam kegiatan.
  • Alat peraga acara seperti spanduk dan lainnya.
  • Akomodasi selama pelatihan, termasuk penyediaan tempat yang sesuai.
  • Konsumsi yang disesuaikan untuk kebutuhan selama 3 hari pelatihan.
  • Asuransi kecelakaan yang mencakup Observer, Peserta, dan Kru HEXs Indonesia.
  • Laporan Pelatihan yang meliputi Evaluasi Program, Dinamika Pembelajaran Kelompok, serta Rencana Aksi Personal akan diserahkan dalam waktu 7 hari setelah pelatihan berakhir.

Simpulan Operational Development Program ODP

Operational Development Program

Dapat disimpulkan bahwa Operational Development Program (ODP) adalah suatu pendekatan yang mempertemukan pengetahuan teoretis dengan pengalaman praktis dalam upaya meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas operasional dalam suatu organisasi. Melalui fokus pada pengembangan keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman individu dalam konteks operasional perusahaan, ODP menciptakan jembatan antara teori dan praktik yang menghasilkan transformasi berkelanjutan.

Dalam esensinya, Operational Development Program (ODP) membawa peserta melalui rangkaian pengalaman yang beragam, dari dinamika kelompok hingga tekanan situasional, membentuk fondasi yang kokoh untuk adaptasi, kolaborasi, dan pemecahan masalah. Proses pelatihan yang dijalin dalam Operational Development Program (ODP) tidak hanya melibatkan perkembangan aspek teknis, tetapi juga dimensi kepemimpinan, komunikasi, serta interaksi antarpersonal yang semuanya merupakan elemen penting dalam memajukan efisiensi dan harmoni kerja.

Melalui evaluasi program, laporan dinamika kelompok, dan rencana tindakan pribadi, Operational Development Program (ODP) memicu proses refleksi dan transformasi pada peserta, menghasilkan perubahan yang mendalam dan berkelanjutan dalam konteks pengembangan diri dan karir mereka. Dengan demikian, Operational Development Program (ODP) muncul sebagai pendekatan yang integral dan berharga dalam mengembangkan individu yang kompeten dan terampil untuk menghadapi dinamika dunia kerja yang terus berkembang. (Edited on 8/9/2023)


Beranda » Experiential learning

The post Operational Development Program (ODP) appeared first on HEXs Indonesia.

]]>